28.2 C
Jakarta
Minggu, 22 Desember, 2024

Waspada! Sindikat Kejahatan Siber Incar Asia Tenggara, Korban Merugi Rp582,69 Triliun

NEW YORK, 8 Oktober 2024 – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan bahwa sindikat kejahatan siber berhasil meraup sekitar US$37 miliar (sekitar Rp582,69 triliun) pada tahun lalu, dan semakin meningkatkan aktivitasnya di kawasan Asia Tenggara, meskipun ada peningkatan upaya penegakan hukum.

“Lanskap ancaman kejahatan terorganisir lintas negara di Asia Tenggara berkembang lebih cepat dibandingkan dengan periode sejarah sebelumnya,” demikian disebutkan dalam laporan dari Kantor PBB untuk Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC).

Kejahatan siber ilegal mengalami lonjakan sejak pandemi, dengan negara-negara di kawasan Mekong—Myanmar, Kamboja, dan Laos—menjadi pusat bagi sindikat kriminal yang menjalankan skema penipuan seperti investasi romansa, penipuan kripto, pencucian uang, dan perjudian ilegal.

Sindikat Kejahatan Siber Mengincar Bisnis Ini?

Menurut laporan tersebut, industri ini sangat menguntungkan, sehingga kelompok-kelompok kriminal mulai mengadopsi model bisnis dan teknologi berbasis layanan baru. Mereka memanfaatkan malware, AI generatif, dan teknologi deepfake dalam operasinya, sambil membuka pasar bawah tanah dan solusi kripto untuk kebutuhan pencucian uang mereka.

“Skala keuntungan yang dihasilkan dari ekonomi gelap yang berkembang pesat di kawasan ini telah memaksa profesionalisasi dan inovasi dalam aktivitas pencucian uang. Kelompok-kelompok kriminal transnasional di Asia Tenggara kini menjadi pemimpin pasar global,” kata laporan tersebut.

Ratusan ribu orang telah menjadi korban perdagangan manusia ke negara-negara tersebut oleh kelompok kriminal dan dipaksa bekerja di pusat-pusat penipuan. Kasino, hotel, dan zona ekonomi khusus telah berubah menjadi pusat ekonomi ilegal yang berkembang pesat, memperburuk tantangan tata kelola di berbagai wilayah perbatasan.

Hasil Sindikat Kejahatan Siber 2023

Akibatnya, penipuan siber terus meningkat, dengan kerugian finansial yang diperkirakan mencapai antara US$18 miliar hingga US$37 miliar akibat penipuan yang menargetkan korban di Asia Timur dan Asia Tenggara sepanjang tahun 2023.

Laporan ini juga menyoroti kasus pencucian uang senilai S$3 miliar (sekitar US$2,3 miliar) di Singapura, yang menjadi kasus kriminal pertama negara tersebut terhadap para profesional keuangan.

“Meskipun kasus ini merupakan salah satu investigasi pencucian uang terbesar dalam sejarah Singapura, kemungkinan ini hanya merupakan puncak dari gunung es,” tulis laporan tersebut.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU