JAKARTA, duniafintech.com – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan kebutuhan pendanaan infrastruktur mencapai Rp6.445 triliun dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Anggaran tersebut menurutnya tidak hanya akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), namun juga dari sejumlah pemanfaatan aset sehingga tidak membebankan APBN.
“APBN dalam hal ini menyediakan Rp2.385 triliun atau 37 persen dari kebutuhan,” katanya dalam acara virtual Penandatanganan Perjanjian induk antara Lembaga Pengelola Investasi (INA) dengan Hutama Karya dan Waskita Toll Road, Kamis (14/4).
Oleh sebab itu, peranan BUMN dan swasta akan sangat menentukan dalam hal ini. Dia menjelaskan, APBN dalam dua tahun terakhir terpaksa dan dipaksa untuk berpindah prioritas kepada masalah kesehatan, bantuan sosial, serta pemulihan ekonomi dalam menghadapi pandemi Covid-19.
Dengan demikian, kesehatan kas negara harus terus dijaga, terutama melalui reformasi fiskal dengan terus memperbaiki sisi penerimaan baik pajak, bea dan cukai, maupun penerimaan negara bukan pajak.
Sementara itu, dari sisi belanja, diharapkan penyalurannya semakin berkualitas, baik belanja pusat maupun belanja daerah, dan sisi pembiayaan diharapkan lebih bijaksana dan inovatif.
“Pengelolaan keuangan negara akan terus ditingkatkan, termasuk dalam hal ini melakukan berbagai inovasi di dalam mendukung peranan BUMN maupun swasta,” ujarnya.
Bendahara negara ini pun menyampaikan, BUMN dalam hal ini tetap perlu terus meningkatkan kapasitasnya sehingga kemampuan bisa memaksimalkan leverage neraca keuangannya dan tetap bisa menjaga keberlanjutan keuangan perusahaan.
Adapun salah satu pendekatan yang penting adalah melalui optimalisasi aset khususnya untuk proyek infrastruktur yang sudah ada dari BUMN, dengan menginjeksikan dana segar melalui INA, bukan dari APBN langsung.
Menurut dia, pembentukan INA adalah sebuah momentum penting di mana Indonesia mengembangkan pembiayaan kreatif dengan membuat platform yang sangat kredibel untuk bisa bekerja sama dengan investor investor dari berbagai sumber.
“Dengan tata kelola yang mengikuti standar internasional, maka kita mampu menarik investasi ekuitas yang bersifat jangka panjang yaitu melakukan investasi tidak untuk kemudian dilepas dalam jangka pendek,” ucapnya.
Hal tersebut akan sangat memberikan tambahan stabilitas bagi pembangunan Indonesia karena pembiayaan dari INA bukan dalam bentuk utang maupun surat berharga jangka pendek.
Sri Mulyani menilai akselerasi percepatan pembangunan infrastruktur merupakan sebuah pilar yang sangat penting di dalam memajukan ekonomi Indonesia, terutama dari aspek perbaikan daya saing dan produktivitas
“Bahkan dengan pembangunan infrastruktur termasuk jalan tol yang begitu banyak, peringkat daya saing Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN-5,” tuturnya.
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada