JAKARTA, 10 November 2024 – Era suku bunga tinggi diperkirakan segera berakhir pasca Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6%, dan Bank Sentral AS, The Fed, menurunkan suku bunganya sebesar 50 bps menjadi 4,75%-5%.
Langkah ini terjadi di tengah pelonggaran inflasi dan perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat dampak dari periode suku bunga tinggi yang berkepanjangan. Keputusan BI dan The Fed untuk memangkas suku bunga diharapkan membawa angin segar bagi pemulihan ekonomi.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa kebijakan pemangkasan suku bunga ini didasari oleh asesmen terhadap perkembangan ekonomi global dan domestik. Menurut Perry, penurunan ini konsisten dengan proyeksi inflasi yang rendah pada 2024 dan 2025, sesuai target pemerintah dan BI, yakni di sekitar 2,5% plus-minus 1%. Keputusan ini juga ditujukan untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Gubernur The Fed, Jerome Powell, mengungkapkan bahwa pemangkasan suku bunga ini mencerminkan keyakinan mereka bahwa inflasi akan terus bergerak menuju target 2%, serta menjadi langkah untuk menjaga keseimbangan dalam mencapai target inflasi dan ketenagakerjaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan bahwa penurunan suku bunga akan memberikan dampak positif bagi ekonomi nasional dan global. Menurutnya, kondisi suku bunga tinggi yang berlangsung lama telah membebani perekonomian, terutama di negara berkembang, sehingga kebijakan ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi.
Dampak Suku Bunga bagi Perbankan
Penurunan suku bunga akan berdampak positif pada sektor perbankan, terutama dengan penurunan suku bunga BI yang berpotensi menurunkan biaya dana (cost of funds) bagi bank, meningkatkan profitabilitas, dan membuka peluang untuk mengurangi suku bunga kredit yang bisa mempercepat pertumbuhan kredit.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menyatakan bahwa penurunan suku bunga akan diikuti dengan penurunan suku bunga Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit, yang berpotensi meningkatkan investasi, konsumsi, serta kredit perbankan. Dengan penurunan suku bunga, keuntungan bagi nasabah korporasi bisa meningkat, sedangkan nasabah konsumen dapat menikmati pengurangan cicilan kredit.
Dampak pada Sektor Saham
Pemangkasan suku bunga juga berpotensi positif bagi mayoritas sektor di pasar saham, termasuk indeks harga saham gabungan (IHSG). Saham big caps dan blue chips diperkirakan menjadi pilihan investor, terutama investor asing.
Menurut Sukarno Alatas, Head of Research Kiwoom Sekuritas, saham yang kinerjanya tertinggal kemungkinan akan membaik setelah penurunan suku bunga. Sektor-sektor yang memiliki utang berbunga mengambang akan merasakan dampak positif karena biaya bunga mereka akan berkurang.
Penguatan Rupiah
Rupiah mendapat sentimen positif dari pemangkasan suku bunga The Fed. Setelah pengumuman pemangkasan, nilai rupiah naik menjadi Rp15.239 per dolar AS di pasar spot. Penguatan ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir tahun.
Banyak pengamat memperkirakan nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp15.000 – Rp15.800 per dolar AS hingga akhir November, dan bisa bertahan di level Rp15.000 per dolar AS sampai akhir tahun.
Sejalan dengan itu, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan bahwa rupiah akan tetap stabil di sekitar level Rp15.000 sampai akhir tahun ini.
Dengan berbagai sentimen positif ini, pemangkasan suku bunga diharapkan bisa memberikan dorongan bagi perekonomian Indonesia dan menghidupkan kembali daya beli masyarakat yang mulai lesu.