JAKARTA – Wacana penerapan asuransi wajib kendaraan bermotor terus bergulir. Hingga saat ini, pemerintah belum mengeluarkan pernyataan secara resmi.
Asuransi kendaraan bermotor berbentuk Third Party Liabilities (TPL) adalah pertanggungan asuransi terhadap kerugian yang diderita pihak ketiga.
Tentunya disertai dengan adanya tuntutan dari pihak ketiga kepada pemilik kendaraan sebagai akibat dari risiko seperti tabrakan, benturan, dan lainnya sesuai dengan yang tertuang dalam polis.
Asuransi ini memiliki perbedaan dengan produk total loss only (TLO) atau produk all-risk (comprehensive).
Produk Asuransi Wajib Kendaraan
Produk ini adalah bentuk perluasan risiko dari produk all-risk (comprehensive).
Kedepan, produk ini diharapkan dapat menjadi stand-alone tanpa harus membeli produk asuransi kendaraan terlebih dahulu.
Sebelumnya, sejumlah program yang disebutkan sudah pernah dilaksanakan.
Pelaksanaannya dalam bentuk Jaminan Sosial Nasional berupa BPJS kesehatan maupun ketenagakerjaan, dana desa, maupun program-program seperti KIS dan KIP.
Mengacu pada data kepolisian tercatat hampir 150 ribu peristiwa kecelakaan terjadi.
Tahun 2023 lalu data kerugian materi akibat kecelakaan ini mencapai Rp 300 miliar.
Jika kerugian tersebut diambil rata-rata per kasus, maka kerugian yang ditimbulkan bisa mencapai Rp 2 juta.
Merujuk pada data analisis OJK pada periode tahun 2017-2021 hanya berkisar Rp 6 juta hingga Rp 10 juta per kejadian.
Produk asuransi TPL yang bersifat sukarela, nilai klaim per kejadian atas risiko tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono mengatakan pada sektor lalu lintas, sudah diberlakukan asuransi sosial wajib yang dijalankan oleh Jasa Raharja.
Mekanisme Asuransi Wajib Kendaraan
Mekanismen kerjanya, premi harus dibayarkan oleh pengendara pada saat perpanjangan STNK, maupun tiket perjalanan.
Asurans TPL akan melengkapi perlindungan terhadap itu juga dalam kaitannya untuk menaikkan kesejahteraan sosial.
Ogi mengatakan, saat ini pembayaran asuransi TPL tersebut masih bersifat sukarela.
Jadi, apabila terjadi kecelakaan, maka masyarakat yang tidak memiliki asuransi TPL akan menanggung sendiri kerugian material yang ditimbulkan.
Ogi mengatakan, program asuransi telah tertuang dalam undang-undang.
Aturannya kata Ogi, disusun dan dirancang dengan menerapkan metode omnibus law.
Acuannya adalah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014.
Berisi tentang perasuransian terkena dampak sejumlah pasal yang direvisi.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan juga mengamini hal tersebut.
Ia mengatakan institusinya masih menunggu Peraturan Pemerintah melalui Kementerian Keuangan yang akan mewajibkan kendaraan memiliki asuransi sebagai tindak lanjut dari UU P2SK.
Pihaknya dalam hal ini AAUI tengah menggodok sejumlah peraturan untuk diberlakukan pada kendaraan bermotor.