duniafintech.com – Di era serba digital seperti saat ini, tak hanya perusahaan atau organisasi yang memiliki merek (brand). Secara individu, kita pun bisa memiliki brand atau lebih sering dikenal dengan personal branding. Belum lama ini, EV Hive menggelar sharing session dengan tema kita, brand, dan perusahaan.
Lebih tepatnya, sharing session ini berjudul “How to Collaborate with Brands in the Digital Era”. Kegiatan ini diadakan di EV Hive, Jl. Dr. Satrio, Jakarta, Jumat (15/12/2017). Sharing session ini menghadirkan tiga pembicara, yakni Patrick Jonbray (komikus), Jovita Ayu (traveler), dan Emte (graphic designer).
Pada dasarnya, personal branding adalah proses memasarkan diri dan karier melalui suatu citra yang dibentuk untuk khalayak umum. Citra ini kemudian dapat dipresentasikan lewat berbagai saluran komunikasi, seperti media sosial, blog, situs web pribadi hingga perilaku di depan umum. Layaknya produk atau jasa, brand personal memberikan gambaran tentang pengalaman yang akan didapat konsumen ketika berinteraksi dengan pemilik brand.
Selain personal branding, seseorang juga bisa terkoneksi secara komersial dengan brand-brand tertentu. Maksudnya, sebuah perusahaan atau organisasi menjalin sinergi dengan seseorang terkait brand perusahaan tersebut. Biasanya, orang tersebut telah cukup dikenal luas di jagat maya atau dunia online, misalnya yang akun media sosialnya memiliki follower banyak.
Sinergi yang baik antara pemilik brand dan orang tersebut dapat memberikan win-win sollution. Pemilik brand bisa membuat produk atau perusahaan miliknya dikenal lebih luas, sementara orang yang diajak bekerja sama dapat meraih pemasukan. Keuntungan ini juga terbawa ke luar perusahaan karena jika perusahaan sukses, citra diri akan ikut terangkat.
Emte mengungkapkan, dulu sewaktu teknologi digital belum menjadi tren, project yang dibayar oleh klien ke dirinya masih menggunakan wesel pos. Kini, teknologi digital sudah berkembang pesat. Pemasaran atau ‘jualan’ lewat online, seperti media sosial, pun bukan hal asing lagi. Menurutnya, media sosial merupakan sarana terbaik untuk mempromosikan project-project yang dikerjakannya dan bisa menjangkau khalayak yang lebih luas.
“Network juga bertambah. Mengingat media sosial cenderung lebih ‘terbuka’, maka sikap mengelola kritik juga diperlukan.Audience di luar sana kan macam-macam. Suatu ketika, saya pernah handle brand rokok. Dari respon audience, saya menyimpulkan banyak yang kecewa,” ujar Emte.
Hal senada disampaikan oleh Patrick. Ia berkata, sesuatu yang dipublikasikan ke khalayak telah menjadi konsumsi publik. Jadi, bila ada yang mengkritik hasil karyanya, maka ia cenderung tak terlalu mempermasalahkan.
Sementara itu, Yovita menyampaikan, tren yang terus berganti juga harus diikuti. Ia, contohnya, yang selama ini menampilkan image travel dan style, menyadari tren sekarang mulai bergeser ke video bila terkait dengan platform Instagram. Jadi, tidak lagi sekadar foto.
Tren ke arah sana, bukan foto saja. Kalau Instagram mungkin videonya hanya berdurasi pendek,” ucap wanita yang dulunya adalah presenter TV ini.
Ia juga mendorong agar netizen menangkap peluang ekonomi di balik teknologi digital saat ini.
Banyak banget peluang kolaborasi dengan berbagai brand. Tantangannya adalah bagaimana menampilkan foto, tapi tidak terkesan ‘menjual’,” lanjutnya.
Patrick memberi masukan kepada netizen yang ingin berkolaborasi dengan brand tertentu di jagat maya. Menurutnya, berkolaborasi bisa dimulai dengan membuat konten yang positif. Dengan begitu, netizen akan mendapat peluang dari brang yang ‘baik’ pula. Baik di sini lebih ke sisi etika bisnis, seperti tidak vulgar atau bersifat ‘menyerang’ brand lain.
Tak kalah penting, Emte memberi masukan lain. Ia berujar, “Kenali diri sendiri sebelum membuat konten. Ini ‘gue banget!’ Eksplorasi bersama brand,” ujarnya.
Ia menambahkan, suatu kali ia mendapat project dari brand sepatu. Kalau ia hanya membuat konten kakinya yang mengenakan sepatu, ia merasa itu bukanlah dirinya. Maka, ia berimprovisasi. Caranya dengan memperlihatkan dirinya mencorat-coret sesuatu di atas media tertentu sambil mengenakan sepatu dari brand tersebut.ya.
Written by: Sebastian Atmodjo