DuniaFintech.com – Salah satu penyelenggara layanan keuangan berbasis teknologi (fintech) untuk pinjaman produktif, Investree telah resmi menempatkan pasarnya di Filipina dan Thailand. Di bawah nama PT Investree Radhika Jaya, Investree mencoba peruntungannya di pasar Asia Tenggara.
Adrian Gunadi selaku Co-Founder & CEO Investree mengatakan, pihaknya telah merealisasikan wilayah Filipina sebagai tempat operasi terbarunya. Di Thailand sendiri, ia mengatakan telah mengajukan proses perolehan izin dari Security and Exchange Commission (SEC).Â
“Periode 2021, Investree akan fokus di tiga negara. Investree Filipina bahkan menjadi platform crowdfunding pertama yang mendapatkan izin P2P lending dari SEC di sana. Sementara, target mulai beroperasi di Thailand juga pada tahun ini,”
Tertancapnya operasi Investree di Filipina tak lepas dari beberapa pihak yang mendukung, seeperti East West dan Filinvest di Filipina, sementara 2C2P, Pantavanij serta FlowAccount di Thailand.Â
Baca juga:
- Investree Philippines, Platform Crowdfunding Pertama untuk Pembiayaan UKM di Filipina
- GMO Payment Service Jadi Pemberi Pinjaman Institusi di Investree
- Mike Tyson Hingga Elon Musk, Sederet Selebriti Ini Fans Berat Bitcoin
Investree Targetkan Pasar di Filipina
Selain beroperasi di Filipina, Investree juga kembali menerapkan kebijakan inovatif di Tanah Air. Bertajuk beyond lending, Investree akan mengadaptasi kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk credit scoring, kolaborasi dengan layanan digital terkait hingga automasi invoice bernama Billtree.
Kok Chuan Lim, Co-Founder & CEO Investree Philippine menjelaskan, permasalahan pendanaan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) tidak jauh berbeda dengan yang dihadapi Indonesia. Demografi penduduk Filipina diklaim masih memiliki jarak dengan akses keuangan (unbank) yang ditaksir mencapai USD 221,79 miliar.
“Sama seperti di Indonesia, Investree Filipina pada awal berdiri akan menyasar usaha menengah dan kecil yang tergolong sebagai missing middle. Padahal, ada 68% lapangan kerja di Filipina yang bernaung dari kalangan ini, berkontribusi 35% GDP, dan berkontribusi 25% terhadap nilai ekspor,”
Lebih lanjut ia mengatakan, Filipina hanya memiliki 2 lembaga keuanga yang menyasar pendanaan UMKM. Dari 19 jasa keuangan dan kredit, terdapat 17 lembaga yang menyasar ke pinjaman konsumtif. Hal ini dinilainya sebagai sebuah tantangan di sektor keuangan Filipina.
Kita perlu membangun kepercayaan, bahwa kami reliable dan bisa jadi alternatif lembaga keuangan tradisional. Selain itu, tantangan kami ada di infrastruktur digital dari calon partner strategis. Tapi melihat market size yang besar, kami yakin bisa berkembang dengan cepat,”
DuniaFintech/Fauzan