Umrah saat pandemi masih diselenggarakan oleh banyak orang dari berbagai kalangan. Untuk diketahui, pada masa pandemi Corona ini, besaran biaya umrah yang ditetapkan oleh Kementerian Agama adalah Rp26 juta.
Bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang menyediakan layanan perjalanan umrah bagi jamaah asal Indonesia, angka itu menjadi panduannya.
Penetapan besaran biaya tersebut dilakukan oleh Kementerian Agama melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 777 Tahun 2020 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi Masa Pandemi Covid-19.
Rincian biaya tersebut adalah biaya pelayanan jemaah umrah di Indonesia dalam perjalanan dan ketika di tanah suci. Biaya ini juga merangkum pembayaran penerbangan dari Indonesia ke Arab Saudi dan sebaliknya.Â
Untuk mereka yang belum memiliki dana menyelenggarakan atau melaksanakan umrah, bisa mengumpulkannya dari sekarang. Targetnya pun bisa disesuaikan, baik itu 1 tahun, 2 tahun, maupun lebih.
Dalam rangka mengumpulkan dana ini, tentu tidak hanya dapat dilakukan dengan cara menabung bank, tetapi juga perlu di instrumen investasi lainnya. Investasi ini juga bisa dilakukan dengan metode investasi sekaligus atau lump sum dan investasi berkala atau Rupiah Cost Averaging (RCA).
Adapun investasi lump sum adalah ketika seseorang langsung menginvestasikan sekian jumlah uang guna mendapatkan hasil tertentu. Di sisi lain, investasi RCA terjadi saat seseorang mencicil dana investasi secara berkala dalam kurun waktu tertentu, misalnya mencicil per bulan.
Inilah 3 opsi investasi untuk siapkan dana umrah:
- Deposito
Produk simpanan berjangka berupa deposito juga ditawarkan oleh bank, di samping produk tabungan. Adapun deposito diketahui menawarkan bunga yang lebih tinggi ketimbang dengan tabungan biasa.
Pada akhir 2020 dan awal 2021, bunga dari bank besar (bank buku IV) menawarkan bunga sekitar 3,25%—3,5% di era suku bunga rendah. Sementara itu, biasanya bank yang lebih kecil (buku III, buku II, atau buku I), akan menawarkan bunga lebih tinggi ketimbang buku IV, contohnya 3,75%—4%, dengan risiko yang menyertainya.
Karena itu, besaran persentase tersebut bisa dipertimbangkan dalam rangka menghitung jumlah dana yang perlu diinvestasikan guna mendapatkan imbal hasil investasi tertentu. Di sejumlah bank, investasi deposito saat ini bisa dilakukan dengan nominal Rp1 juta.
Itu berarti, investasi di deposito bisa dilakukan dengan metode RCA atau mencicil setiap bulan atau dengan metode lump sum (sekaligus).
- Reksa Dana
Reksa dana menjadi salah satu pilihan instrumen investasi dengan potensi keuntungan yang lebih tinggi ketimbang deposito. Adapun reksa dana sendiri merupakan instrumen investasi yang belakangan ini sangat populer. Hal itu ditandai dengan peningkatan jumlah Nilai Aktiva Bersih (NAB) dari tahun ke tahun.
Terdapat empat jenis reksa dana yang umumnya dipasarkan oleh manajer investasi (perusahaan manajemen aset) saat ini, yaitu reksa dana campuran, reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap, dan reksa dana pasar uang.
Untuk diketahui, reksa dana yang paling rendah risikonya dari berbagai jenis itu, yakni reksa dana pasar uang. Jenis reksa dana ini bisa dipilih untuk menghasilkan imbal hasil investasi yang lebih tinggi ketimbang deposito.
Perlu juga disimak, calon investor bisa memperhatikan laporan bulanan (fund fact sheet) guna mengetahui data historis kinerja, apakah lebih unggul dari deposito atau tidak, beserta alokasi investasi reksa dana itu sebelum akhirnya memutuskan untuk membeli reksa dana.
Reksa dana pun saat ini semakin mudah untuk dibeli lewat berbagai aplikasi di smartphone. Proses pembelian ini, mulai dari pendaftaran hingga transaksi, bisa dilakukan secara online. Metode lump sum atau RCA juga bisa dilakukan dalam investasi reksa dana.
- SBN Ritel
Untuk mengumpulkan dana umrah, Surat Berharga Negara (SBN) Ritel juga patut dipertimbangkan. Pasalnya, hasil investasi SBN ritel sering kali lebih tinggi ketimbang deposito bank BUMN.
Meski demikian, investor pun perlu mempertimbangkan jangka waktu investasi SBN ritel ini. Hal itu karena sejumlah jenis SBN ritel seperti Savings Bond Ritel (SBR) dan Sukuk Tabungan (ST) tidak dapat dicairkan sewaktu-waktu, kecuali pencairan sebagian pokok investasi dengan fasilitas early redemption.
Adapun biasanya jangka waktu investasi SBR dan ST selama 2 tahun, sementara jangka waktu SBN ritel lainnya, seperti Obligasi Negara Ritel (ORI) dan Sukuk Ritel (SR), adalah selama 3 tahun.
Namun, ORI dan SR bisa dijual di pasar sekunder sebelum jatuh tempo dengan risiko pasar (capital loss). Di sisi lain, berbeda dengan reksa dana, investasi SBN ritel hanya bisa dilakukan dengan metode lump sum.
Karena itu, dana umrah yang diperoleh dari investasi SBN berasal dari pokok investasi ditambah imbal hasilnya.
Sebagai informasi tambahan, ada enam seri SBN ritel yang akan ditawarkan oleh pemerintah kepada masyarakat pada tahun 2021.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra