Platform kredit berbasis aplikasi Kredivo terus menunjukkan ekspansi bisnisnya ke berbagai daerah di Indonesia. Di Bandung misalnya, aplikasi fintech lending ini mengalami banyak peningkatan pengguna hingga 141% sepanjang tahun atau year to date (ytd) dibandingkan tahun 2020.
General Manager Kredivo, Lily Suriani mengatakan, Bandung pun menjadi kota kedua terbanyak pengguna Kredivo di Jawa Barat setelah Kota Bekasi. Hal ini menunjukkan kebutuhan masyarakat Bandung terhadap akses pinjaman semakin meningkat.
“19.6% pengguna di Jawa Barat berasal dari Kota Bandung. Terbanyak kedua setelah Bekasi yang sebesar 23.7%,” katanya dalam diskusi virtual, Jumat (8/10).
Aplikasi Kredivo Banyak Didominasi Kelompok Milenial
Lebih lanjut, Lily pun mengungkapkan bahwa mayoritas pengguna layanan aplikasi Kredivo di Bandung didominasi oleh kelompok milenial dan generasi Z. Hal itu tercermin dari proporsi usianya yang masih tergolong muda.
Jika dilihat per usianya pengguna aplikasi kredit tersebut didominasi oleh kelompok umur milenial produktif, yaitu kelompok umur 20-24 tahun sebesar 22% dan kelompok usia 25-29 tahun sebesar 28%.
Sementara itu, proporsi layanan yang paling banyak digunakan adalah pembelanjaan retail sebanyak 64% dan pinjaman tunai sebesar 36%.
Adapun dari sisi preferensi pendapatan, sebesar 59% pengguna Kredivo memiliki pendapatan di bawah Rp5 juta, sebanyak 32% pengguna memiliki pendapatan Rp5 juta-Rp10 juta, dan 9% pengguna memiliki pendapatan lebih dari Rp10 juta.
“Mayoritas pengguna beralasan menggunakan pinjaman tunai sebagai modal usaha, kebutuhan sehari-hari, dan pendidikan,” ujarnya.
Meningkatkan Inklusi dan Literasi Keuangan Milenial Bandung
Lily pun mengungkapkan, untuk terus menjaga pertumbuhan pengguna yang baik di Bandung. Pihaknya pun telah menginisiasi program Generasi Djempolan di Kota Kembang tersebut.
Tujuannya untuk melakukan edukasi bagi generasi muda di Bandung dan berbagai daerah untuk menjadi generasi melek keuangan dan mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, serta meningkatkan inklusi dan literasi keuangan masyarakat.
“Melalui Generasi Djempolan, kami berharap dapat turut menciptakan ekosistem keuangan digital yang kondusif, mengingat bonus demografi dari generasi muda di Indonesia serta perannya sebagai agen perubahan di masyarakat,” ucapnya.
Misinya, selain menjaring lebih banyak pengguna di Bandung, kegiatan ini juga untuk peningkatan indeks inklusi keuangan di Indonesia. Adapun, inklusi keuangan saat ini telah mencapai 76,19%, sementara literasi keuangan terbatas pada level 38,03%.
Gerakan ini telah dilangsungkan di berbagai kota seperti Makassar, Pontianak, Manado, dan Batam dalam satu tahun terakhir. Namun, saat ini bertepatan dengan momentum bulan inklusi keuangan gerakan ini dilakukan di Kota Bandung.
Lily mengatakan, Bandung dipilih karena menjadi kota dengan ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung bagi pergerakan ekonomi daerah. Menyandang status sebagai Creative City Network UNESCO, kompetisi pelaku ekonomi kreatif di kota tersebut pun juga semakin ramai.
Tercatat, Bandung memiliki 126.184 unit usaha kreatif, jauh lebih banyak dibandingkan dengan Yogyakarta yang hanya memiliki 26.910 unit usaha kreatif, dan Bali dengan 37.857 unit usaha kreatifnya.
“Di Bandung sendiri, generasi muda memiliki peran penting bagi pertumbuhan ekonomi lokal, melalui industri kreatif. Oleh karena itu, di tengah kompetisi yang semakin ketat, daya saing pelaku industri kreatif di kota ini harus senantiasa ditingkatkan,” tuturnya.
Meningkatkan Pembelian di E-commerce
Lily menambahkan, Inisiatif ini diharapkan dapat membantu para pelaku usaha kreatif, baik itu UMKM maupun pelaku industri lainnya untuk dapat meningkatkan daya saing dan transaksinya di sejumlah e-commerce.
Gerakan ini juga diharapkan dapat mengajak lebih banyak generasi muda Bandung untuk mampu berinovasi dan terus mencari peluang pasar melalui pemanfaatan fintech lending dan platform digital lainnya.
Pembayaran di e-commerce melalui fintech seperti kredit digital, sambungnya, telah terbukti membantu para merchant untuk menaikkan nilai rata-rata pembelian atau Average Order Value (AOV) serta frekuensi transaksi.
“Sehingga pemanfaatan akses fintech yang maksimal dan bijak, akan turut mampu mendorong pertumbuhan ekosistem kreatif Bandung yang sehat dan positif,” kata dia.
Mendorong Pembiayaan Sektor Produktif
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Susilo Sudjono mengatakan, edukasi terkait layanan keuangan digital terus menjadi fokus baik bagi pemerintah maupun pelaku industri.
APPI selaku asosiasi juga mendukung peran aktif para anggotanya, termasuk Kredivo, untuk memaksimalkan perannya dalam menyediakan akses pembiayaan yang mudah, aman, dan terjangkau.
“Kami juga terus mendorong penyaluran pembiayaan untuk sektor produktif sehingga dapat terus mendukung pertumbuhan ekonomi kreatif di Kota Bandung,” tuturnya.
Dia optimis bahwa dengan kolaborasi yang kuat dari pemerintah serta pelaku industri, maka masyarakat akan semakin siap untuk menjadi bagian dari ekonomi digital yang sehat dan kondusif.
Lebih lanjut, Deputi Riset, Edukasi dan Pengembangan Indonesia Creative Cities Network (ICCN), Dwi Purnomo menjelaskan, ekosistem industri kreatif yang sudah terbentuk ini dapat menjadi peluang bagi generasi muda untuk menangkap peluang usaha.
Meskipun peta kompetisi pelaku industri kreatif di Kota Bandung semakin ketat, peningkatan daya saing di tengah kehadiran teknologi menjadi kunci bagi pertumbuhan industri kreatif yang berkelanjutan di Kota Bandung.
“Akses keuangan digital juga menjadi akselarator perkembangan pelaku usaha, sehingga pemanfaatan terhadap layanan keuangan digital perlu untuk terus ditingkatkan, terutama bagi kalangan generasi muda,” ujar Dwi.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra