31.9 C
Jakarta
Selasa, 30 April, 2024

Berita Fintech Indonesia: Aturan Modal Inti Baru Dipenuhi Separuh Fintech, Pengamat Bilang Begini

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia terbaru akan mengulas soal aturan modal inti bagi perusahaan  fintech P2P lending.

Berjalan setahun terakhir, peraturan itu diyakini efektif untuk menjadi “seleksi alam” kelanjutan industri.

Lantas, bagaimana pandangan pengamat tentang hal ini? Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com, Selasa (10/1/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Catat Tingkat Keberhasilan Bayar Fintech Lending Tumbuh, Segini Besarannya

Berita Fintech Indonesia: Syarat Modal Merupakan Hal Positif

Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, aturan modal yang mewajibkan setiap penyelenggara pinjol untuk memenuhi ekuitas Rp12,5 miliar bisa menyaring mana penyelenggara yang lebih siap menghadapi tantangan ke depan.

“Ya sebenarnya syarat modal minimum itu merupakan hal yang positif dan perlu dapat dukungan karena fintech ini sedang menghadapi tekanan dari lonjakan kredit macet dan juga masalah soal manajemen risiko,” katanya.

Di samping itu, ia pun menekankan bahwa dengan sedikitnya penyelenggara yang terdaftar akibat seleksi modal, hal itu justru mendatangkan banyak keuntungan, termasuk terbukanya opsi sesama fintech P2P lending melakukan merger atau akuisisi dalam rangka meningkatkan modal minimum.

Bahkan, imbuhnya, kemungkinan penyelenggara mendapatkan kucuran dana dari perbankan untuk peningkatan modal sekaligus mempermudahkan pengawasan.

“Kalau bisa 20 perusahaan fintech [yang tersisa] pengawasannya jadi lebih mudah. Biaya pengawasannya jadi lebih mudah. Kemudian juga dari sisi kualitas penyaluran pinjaman, sehingga penyaluran pinjaman ke sektor produktif, kemudian ke pelaku UKM [Usaha Kecil dan Menengah],” jelasnya.

Namun, di luar aturan modal itu, ia juga menyampaikan bahwa bertahannya fintech P2P lending kini pun telah masuk dalam “seleksi alam”.

Dalam pandangannya, fintech dengan manajemen risiko yang baik akan bertahan dan mendapatkan suntikan modal dari bank.

“Jadi, tidak ada masalah [soal aturan modal],” sebutnya.

Lebih jauh dikatakannya, fintech P2P lending yang belum memenuhi syarat aturan modal sebaiknya melakukan dua hal. Pertama, mereka harus berkolaborasi dengan sesama fintech atau dengan lembaga keuangan, misalnya dengan menjadi bagian dari anak usaha.

“Atau dia [fintech P2P lending] terpaksa harus melikuidasi dan itu dari dulu didorong ada konsolidasi fintech. Mungkin sekarang saat yang tepat. Jadi bukan menghambat sebenarnya karena kalau terlalu banyak perusahaan fintech juga jadi susah untuk masyarakat membedakan mana fintech legal dan fintech ilegal. Kalau jumlahnya sedikit kan jadi lebih gampang,” urainya.

Paling Sedikit Rp12,5 Miliar

Sebagai informasi, dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10/POJK.05/2022 (POJK 10/2022) tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi pada ayat (2) huruf c menyebutkan penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar yang berlaku 3 tahun terhitung POJK ini diundangkan.

POJK 10/2022 ini diundangkan pada 4 Juli 2022. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat baru 58 penyelenggara financial technology peer-to-peer lending (fintech P2P lending yang telah memenuhi ekuitas minimal sebesar Rp12,5 miliar.

berita fintech indonesia

Berita Fintech Indonesia: Daftar Investasi Startup Fintech Terbesar 2022

  1. Xendit

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Milik “Bossman Mardigu” Disanksi OJK, Ada Apa?

Startup yang berstatus unicorn sejak 2021 ini memperoleh pendanaan seri D senilai US$300 juta atau senilai Rp4,3 triliun. Meskipun mendapatkan pendanaan yang besar, Xendit tetap terkena dampak tech winter.

Xendit mengumumkan pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 5 persen dari tim di Indonesia dan Filipina pada Oktober lalu. Manajemen Xendit menjelaskan bahwa PHK disebabkan situasi makroekonomi yang tidak menentu sehingga perusahaan harus melakukan rightsizing struktur dan sumber daya tim.

  1. DANA

Startup dompet digital ini mendapatkan pendanaan dari Sinar Mas dan Lazada Group. Sinar Mas memberikan pendanaan senilai mencapai US$250 juta atau sekitar Rp3,7 triliun, sedangkan Lazada tidak diungkapkan jumlah nominalnya.

Penambahan investasi ini pun menjadikan DANA sebagai salah satu unicorn di Indonesia. Berdasarkan riset The Complete List of unicorn Companies yang dirilis CB Insights, DANA menjadi unicorn pada 8 September 2022, dengan valuasi sebesar US$1,13 miliar atau senilai Rp16,9 triliun.

  1. Akulaku

Akulaku pada tahun lalu mendapatkan pendanaan dua kali. Suntikan dana pertama senilai S$100 juta atau setara dengan Rp1,5 triliun oleh investor Thailand Siam Commercial Bank.

Suntikan dana kedua, baru saja diberikan pada akhir tahun lalu. Akulaku mendapatkan pendanaan sebesar US$200 juta atau sekitar Rp3,1 triliun Bank terbesar Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group (MUFG).

  1. Modalku

Modalku, lewat induk usahanya Funding Asia Group alias Funding Societies mengumumkan telah memperoleh tambahan pendanaan di Seri C+ senilai US$144 juta atau Rp2,06 triliun.

Pendanaan ini dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2, dan investor baru, seperti VNG Corporation yang merupakan perusahaan teknologi raksasa dari Vietnam, Rapyd Ventures, investor global berbasis di Asia, EDBI; Indies Capital, K3 Ventures, dan Ascend Vietnam Ventures.

Pendanaan ini menyusul putaran Seri C sebelumnya senilai US$45 juta yang diperoleh antara tahun 2020 dan 2021.

  1. Flip

Startup fintech ini berhasil mengumpulkan pendanaan Seri B senilai total US$103 juta atau setara dengan Rp1,5 triliun. Pendanaan Seri B putaran kedua dipimpin oleh Tencent dengan partisipasi dari Block, Inc. (sebelumnya bernama Square, Inc.) dan investor pendahulu (existing), Insight Partners.

Sejumlah investor global terkemuka juga ikut serta dalam putaran ini, termasuk Guillaume Pousaz, Pendiri & CEO Checkout.com, melalui Zinal Growth; Gokul Rajaram, Executive di Doordash dan Board Member di CoinBase dan Pinterest; dan Michael Vaughan, mantan Chief Operating Officer (COO) Venmo.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Dorong Inovasi Keuangan Digital Hadapi Ancaman Resesi 2023

Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE