28.1 C
Jakarta
Sabtu, 23 November, 2024

Berita Fintech Indonesia: 65 Pemain Fintech P2P Lending Masih Merugi secara Akumulatif

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini terkait para pemain industri fintech peer-to-peer (P2P) lending yang masih merugi.

Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pada November 2022, terdapat sebanyak 65 dari 102 fintech P2P Lending yang mengantongi izin dari OJK masih mengalami kerugian secara akumulatif.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Kontan.co.id, Senin (23/1/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: 6 Rekomendasi Pinjol Bunga Rendah Terbaik 2023

Berita Fintech Indonesia: Sisanya sudah Menikmati Laba

Menurut Anggota Dewan Komisioner sekaligus Ketua Dewan Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB), OJK Ogi Prastomiyono, sebelumnya, ada 65 perusahaan fintech lending terpantau masih mengalami kerugian secara akumulatif.

Adapun sisanya, sebanyak 37 perusahaan fintech sudah menikmati laba. OJK pun mempublikasikan laporannya pada 3 Januari 2023 dengan menyuguhkan data Statistik Fintech Lending periode November 2022.

Dalam hal ini, rugi setelah pajak penyelenggara fintech lending diketahui mencapai Rp 124,34 miliar.

Startup Teknologi yang Di-Scale-up

Sementara itu, dari sisi pelaku usaha, founder dan Chief-Executive Officer Akseleran, Ivan Nikolas Tambunan, mengatakan bahwa tren fintech lending yang masih mengalami kerugian ini terjadi karena sebagian besar penyelenggara fintech lending merupakan startup teknologi yang di scale-up dalam waktu yang singkat sehingga di awal biayanya masih besar.

Meski demikian, imbuhnya, setelah mencapai skala tertentu, diharapkan perusahaan-perusahaan ini bisa mencapai keuntungan.

“Karena itu, penyelenggara fintech lending perlu fokus bukan hanya pada growth, tapi juga pada fundamental dan sustainability bisnisnya. Bagaimana bisa meningkatkan pendapatan dan disiplin terkait opex,” ucap Ivan yang juga Ketua Hukum, Etika, dan Perlindungan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) ini.

Ivan menambahkan, perusahaan fintech lending agar fokus untuk menciptakan nilai tambah supaya bisa memiliki pendapatan yg lebih besar tersebut.

Di lain sisi, menurut CEO Danain, Budiardjo Rustanto, untuk fintech Danain sendiri di tahun 2022 memang masih mengalami kerugian.

“Karena memang kami memulai model bisnis baru berupa penyempurnaan model bisnis yang lama,” tutur Budiardjo.

Ia pun bilang bahwa dengan memulai model bisnis yang baru ini, pihaknya memulai dari size awal lagi sehingga di 2022 lalu masih mencatat kerugian.

Akan tetapi, dengan meningkatnya volume bisnis, Budiardjo yakin pada tahun 2023 ini Danain mulai mencatatkan keuntungan secara month to date nantinya.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Startup Fintech Komunal Peroleh Pendaan Baru Rp132 M dari East Ventures

“Jadi, strategi kami agar mencapai keuntungan yaitu dengan meningkatkan volume bisnis,” tutupnya.

berita fintech indonesia

Berita Fintech Indonesia: Masih Banyak Fintech Lending yang Sulit Memenuhi Aturan Modal OJK

Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat baru 58 penyelenggara fintech P2P lending yang memenuhi ekuitas minimal. Fintech lending wajib memiliki ekuitas minimal Rp 12,5 miliar dalam tiga tahun ke depan.

Hal ini sesuai dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 yang menyebutkan penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar. Waktu yang diberikan untuk memenuhi ketentuan ini adalah hingga tiga tahun setelah peraturan tersebut diterbitkan.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, jika industri fintech P2P lending sudah mulai stabil dengan pengetatan yang dilakukan tersebut, tidak menutup kemungkinan akan membuka moratorium untuk perizinan baru fintech P2P lending.

“Kalau sudah mulai stabil ada seleksi dari model bisnis yang ada kami juga mempertimbangkan untuk membuka moratorium,” imbuh Ogi.

Secara rinci, pada tahap pertama atau satu tahun setelah POJK ini terbit minimal fintech lending memiliki ekuitas Rp 2,5 miliar. Untuk tahun berikutnya, minimal ekuitas harus mencapai Rp 7,5 miliar hingga tahun ketiga sudah harus minimal Rp 12,5 miliar.

Asosiasi Fintech Pendanaan Indonesia (AFPI) menilai masih ada beberapa fintech yang kesulitan memenuhi ketentuan tersebut. Ketua Hukum, Etika, dan Perlindungan AFPI Ivan Nikolas Tambunan mengatakan, ada investor yang mengalami kesulitan untuk meningkatkan modal, mengingat masih banyak yang merugi. OJK saja mencatat masih ada 65 penyelenggara rugi dari total penyelenggara 102.

Ditambah lagi, POJK Nomor 10 Tahun 2022 tidak memperbolehkan adanya pemegang saham baru dalam waktu 3 tahun sejak tanggal izin usaha dikeluarkan OJK. Artinya peningkatan modal dalam periode 3 tahun tersebut hanya bisa dari investor existing. 

“Asosiasi sudah membicarakan dengan OJK dan kelihatannya ke depan akan ada solusi atas hal tersebut,” pungkas Ivan.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Industri Fintech P2P Lending Optimistis Tahun Ini Pinjaman ke UMKM Tetap Bertumbuh

Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU