JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini terkait tentang dalam upaya menjaga resiliensi dan daya tahan perekonomian nasional di tengah pelemahan ekonomi global dan ketidakpastian, Pemerintah Indonesia terus berfokus pada sektor properti.
Selama periode 2018-2022, sektor properti, yang mencakup konstruksi dan real estat, telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia.
Sektor properti mampu menciptakan nilai tambah sebesar Rp2.349 hingga Rp2.865 triliun per tahun, setara dengan 14,6% hingga 16,3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu, sektor ini juga berhasil menyerap sekitar 13,8 juta tenaga kerja per tahun, yang setara dengan sekitar 10,2% dari total lapangan kerja pada tahun 2022.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: OJK Rubah Label Koperasi Simpan Pinjam
Untuk mengantisipasi dampak pelemahan ekonomi global dan meningkatkan permintaan properti, terutama perumahan, Pemerintah sedang mempertimbangkan kebijakan stimulus fiskal. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa kebijakan insentif fiskal untuk pembelian rumah komersial sedang dipertimbangkan.
“Dalam rapat terbatas terkait PPN untuk perumahan, untuk mendorong sektor perumahan yang memiliki pertumbuhan PDB rendah, real estat hanya tumbuh sebesar 0,67%, dan PDB konstruksi hanya tumbuh 2,7%, diperlukan kebijakan untuk menggairahkan kembali sektor perumahan,” kata Airlangga.
Dia menjelaskan sektor properti memiliki kontribusi besar terhadap perekonomian nasional, dengan kontribusi terhadap PDB mencapai 14-16%, kontribusi terhadap penerimaan perpajakan mencapai sekitar 9,3%, atau setara dengan Rp185 triliun per tahun. Selain itu, sektor ini juga berkontribusi signifikan terhadap penerimaan daerah (PAD) sebesar Rp92 triliun atau sekitar 31,9% dari PAD pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Investasi Indonesia Capai 75,2 Persen
Airlangga menekankan pentingnya keselarasan antara penawaran dan permintaan properti serta perlunya intervensi kebijakan fiskal yang efektif untuk memenuhi aspek ketersediaan, keterjangkauan, aksesibilitas, dan keberlanjutan.
Pemerintah juga telah menetapkan program pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk pembelian rumah komersial dengan harga di bawah Rp2 miliar. Program ini akan berlaku hingga Juni 2024, di mana 100% PPN akan ditanggung oleh pemerintah. Setelah periode ini, hingga Desember 2024, 50% PPN akan tetap ditanggung oleh pemerintah.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Indonesia Pimpin Cadangan Nikel di Dunia
Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan biaya administrasi sebesar Rp4 juta kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai pengurang biaya akad.
“Ini adalah langkah yang diambil oleh pemerintah untuk mendukung pertumbuhan sektor properti dan mendorong ketersediaan perumahan yang terjangkau bagi masyarakat,” tambah Airlangga.
Harga Properti Residensial Naik 2% di Triwulan IV 2022, Penjualan Meningkat Lambat
Sebelumnya, menurut hasil Survei Harga Properti Residensial (SHPR) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, terjadi peningkatan harga properti residensial di pasar primer secara tahunan hingga triwulan IV tahun 2022.
Indeks Harga Residensial (IHR) pada triwulan IV 2022 mencatat peningkatan sebesar 2 persen (year-on-year), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 1,4 persen (year-on-year) pada triwulan sebelumnya. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi, Erwin Haryono, menjelaskan bahwa dari segi penjualan, survei ini mengindikasikan pertumbuhan penjualan properti residensial di pasar primer pada triwulan IV 2022 melambat.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Bank Mandiri Lepas Saham Axa Mandiri
“Penjualan properti residensial tumbuh sebesar 4,54 persen (year-on-year) pada triwulan IV 2022, yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan sebesar 13,58 persen (year-on-year) pada triwulan III 2022,” kata Erwin.
Erwin juga menyoroti bahwa pembiayaan non-perbankan tetap menjadi sumber pembiayaan utama untuk pembangunan properti residensial. Pada triwulan IV 2022, sekitar 72,15 persen dari total kebutuhan modal pembangunan proyek perumahan berasal dari dana internal.
“Sementara itu, dari perspektif konsumen, fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) tetap menjadi pilihan utama dalam pembelian properti residensial, dengan pangsa sebesar 75,03 persen dari total pembiayaan,” jelas Erwin.
Namun, Louis Kuijs, Kepala Ekonom Asia S&P Global, menilai bahwa pertumbuhan ekonomi, terutama dalam sektor properti, mengalami perlambatan. Hal ini disebabkan oleh melemahnya aktivitas real estate dan sentimen negatif di sektor perumahan. Bahkan, sektor properti hanya menyumbang sepertiga dari Produk Domestik Bruto (PDB) China.
Baca juga: Berita Ekonomi Indonesia: Kinerja Penjualan Eceran Bertumbuh
Selain itu, banyak pengembang dan investor mengandalkan utang untuk menggerakkan sektor properti. Upaya pemerintah China untuk mengatasi gelembung properti telah menyebabkan beberapa perusahaan properti seperti Evergrande, Fantasia, dan Modern Land mengalami gagal bayar.
Di tengah pelemahan ekonomi China, pembeli juga enggan membayar cicilan kredit perumahan, menyulitkan pengembang properti untuk melanjutkan proyek dan membayar utang yang semakin bertambah.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Herry Trisaputra, menjelaskan bahwa meskipun Bank Indonesia telah menaikkan suku bunga acuan, bunga untuk KPR bersubsidi tetap akan stabil di angka 5 persen. Ini karena bunga kredit perumahan subsidi jauh lebih rendah dibandingkan suku bunga KPR non-subsidi yang bisa mencapai 11 hingga 12 persen.
Baca juga:Â Berita Ekonomi Hari Ini: Lindungi UMKM, Pemerintah Kendalikan Impor
Pemerintah Indonesia juga sedang merancang program bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) untuk memberikan cicilan yang lebih rendah dan terjangkau.
“Pemerintah akan berusaha mengintervensi kebijakan suku bunga agar tidak memberikan dampak terlalu besar pada pembelian rumah bersubsidi,” kata Herry.