33.4 C
Jakarta
Kamis, 9 Mei, 2024

Alami Perlambatan akibat Resesi Global, Industri Dalam Negeri Ini Sepi Ekspor

JAKARTA, duniafintech.com – Kementerian Perindustrian Industri Pengolahan atau Industri Aneka (Industri Permata, Industri Barang Logam Mulia, Industri Perhiasan, Industri Industri Alat Musik, Industri Alat Olah Raga, Industri Mainan Anak, Peralatan Kedokteran, Industri Kacamata, Industri Alat Tulis) industri dalam negeri ekspor selalu mengalami kontraksi sejak bulan November tahun 2022. 

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif menjelaskan sejak November, Industri Aneka industri dalam negeri ekspor selalu tercatat mengalami kontraksi, disumbang dari kontraksi variabel pesanan baru dan produksi. Untuk variabel pesanan baru mengalami kontraksi akibat penurunan pesanan dari luar negeri, demikian pula variabel produksi yang menurun akibat penurunan pesanan.

Baca juga: Cegah Resesi Ekonomi, Kemenperin Dorong Industri Tekstil Restrukturisasi Mesin

“Penurunan permintaan terjadi akibat resesi global, salah satu yang terdampak adalah industri bulu mata palsu yang mengalami penurunan permintaan, dan kendala bahan baku yang masih impor karena pemasok dalam negeri belum dapat memenuhi standar yang dibutuhkan,” kata Febri. 

Kemudian, terjadi penurunan permintaan Industri Alat Tulis industri dalam negeri ekspor dipengaruhi oleh belum masuknya tahun ajaran baru. Sedangkan untuk industri mainan anak, sangat bergantung pada bahan baku plastik sehingga sangat tergantung pada harga minyak dunia, selain itu konsumen dalam negeri saat ini lebih memilih konsumsi primer seperti pangan dibandingkan produk tersier.

Febri mengaku pihaknya telah melakukan beberapa hal dengan mencari pasar baru dengan melakukan kerjasama dengan ITPC maupun Atdag yang ada serta meningkatkan literasi digital produsen dalam negeri, penguasaan pasar domestik dengan kebijakan TKDN-IK. TKDN IK penting agar industri kecil dapat mengikuti penyedia barang dan jasa dan masuk dalam e-katalog. 

“Selain itu, dilakukan pula fasilitasi sertifikasi SNI untuk Industri Kecil dan membantu meningkatkan pemasaran dengan mengikuti pameran,” kata Febri. 

Selain industri aneka, Febri mengungkapkan sektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki, Industri Kayu, dan Industri Barang Galian Bukan Logam masih tercatat mengalami kontraksi. Isu serbuan impor masih mendominasi di tengah lemahnya daya saing produk dalam negeri. Khusus untuk Industri Tekstil, impor kain yang semakin tinggi mematikan industri hulu seperti industri benang dan serat. 

“Perlu adanya tindakan pengawasan dan pengendalian lebih tegas terkait impor,” kata Febri. 

Febri mengaku saat ini pihaknya masih menjalankan program restrukturisasi mesin, dan diharapkan program HGBT dapat diterapkan lebih luas. Bulan lalu, Sektor Industri Tekstil, Pakaian Jadi, Industri Kulit, Barang dari Kulit dan Alas Kaki mengalami peningkatan ekspor.

“Telah dibentuk Satgas Ekspor untuk menjaga kestabilan peningkatan penjualan di luar negeri tersebut,” kata Febri, 

Febri mengatakan meskipun terjadi perlambatan ekonomi global di tahun 2023, pertumbuhan positif ekonomi negara mitra dagang utama pada bulan April ini mendorong kinerja industri pengolahan non migas membaik di bulan April 2023 ini. Hal ini tampak dari peningkatan aktivitas perdagangan di beberapa negara mitra utama Indonesia. Ditambah lagi, Inflasi negara mitra yang terkendali dan tren harga komoditas yang menurun juga mendorong industri untuk terus berekspansi. 

Menurutnya Kondisi ini tercermin dari nilai Indeks Kepercayaan Industri (IKI) bulan April yang kembali menunjukkan nilai ekspansi.

“Indeks Kepercayaan Industri (IKI) April 2023 mencapai 51,38, melambat 0,49 poin dibandingkan Maret 2023,” kata Febri. 

Dia menilai meskipun melambat, pada bulan April 2023 terjadi peningkatan jumlah subsektor industri yang mengalami ekspansi yaitu sebanyak 15 subsektor industri, dibandingkan dengan bulan Maret 2023 yang hanya 14 subsektor industri dengan share terhadap PDB Industri Pengolahan Nonmigas Tahun 2022 mencapai 80,2 persen. 

Baca juga: Kemenperin Dorong Lembaga Negara, BUMN, dan BUMD Gunakan Produk Dalam Negeri

Share tersebut ditopang oleh subsektor yang memiliki kontribusi cukup besar seperti Industri Makanan, Industri Bahan Kimia dan Barang dari Bahan Kimia dan Industri Kendaraan Bermotor, Trailer dan Semi Trailer.

Dia menjelaskan dilihat dari variabel pembentuknya, seluruh indeks variabel pembentuk IKI pada bulan April 2023 mengalami ekspansi. Meskipun demikian, jika dilihat lebih detail penurunan nilai IKI dikarenakan penurunan nilai variabel Persediaan Produk sebesar 2,67 poin menjadi 52,33 yang menunjukkan adanya peningkatan stok persediaan dan variabel Pesanan Baru menurun 0,76 poin menjadi 50,57 yang menunjukkan adanya penurunan pesanan baru. Di sisi lain, peningkatan nilai variabel Produksi dari 50,69 pada Maret 2023 menjadi 52,08 pada April 2023. 

“Pesanan Domestik masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi indeks variabel Pesanan Baru,” kata Febri.

Febri menjelaskan penurunan IKI dikarenakan beberapa subsektor yang memiliki share PDB cukup  besar mengalami kontraksi setelah sebelumnya mengalami ekspansi. Kedua, variabel pesanan sebagai variabel pembentuk nilai IKI terbesar mengalami penurunan pada bulan April ini. Hal ini dikarenakan tingginya permintaan rumah tangga selama bulan Ramadhan dan Hari Raya menyebabkan harga produk manufaktur mengalami kenaikan, disisi lain belanja keperluan produksi dan belanja pemerintah berkurang signifikan. 

Selain karena faktor harga yang tinggi, jam kerja yang terbatas selama bulan Ramadhan dan hari raya menjadi penyebab penurunan pesanan. Diyakini bulan depan pesanan domestik akan meningkat karena industri mulai berproduksi normal. Ini merupakan pola seasonal yang tidak perlu dikhawatirkan.

“Mayoritas pelaku usaha menyatakan kondisi usaha secara umum di bulan April 2023 stabil sebanyak 45,2 persen dan 28,7 persen menjawab kondisi kegiatan usahanya meningkat dibanding dengan bulan Maret 2023,” kata Febri.

Demikian pula pandangan terhadap kondisi usaha 6 (enam) bulan kedepan, 64,7 persen pelaku usaha lebih optimis, angka ini meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 63,5 persen, dan menjadi angka tertinggi sejak IKI di-launching. Mayoritas responden yang menjawab optimis menyampaikan keyakinannya akan kondisi pasar akan membaik dan kepercayaannya karena kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik. Sedangkan 9,9 persen pelaku usaha masih pesimis dengan kondisi usaha 6 (enam) bulan kedepan, angka ini juga merupakan nilai terendah sejak IKI di-launching.

Jika dilihat nilai IKI per subsektornya, Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik, serta Industri Furnitur mengalami peningkatan dan beralih dari kontraksi menjadi ekspansi pada bulan April ini. Industri Karet, Barang dari Karet dan Plastik menunjukkan adanya peningkatan pesanan baru, berbeda dengan bulan lalu dimana distributor mengurangi pesanan untuk menghabiskan stok yang tersedia. 

“Demikian pula dengan Industri Furnitur yang menunjukkan adanya peningkatan pesanan dan produksi serta persediaan produk yang berkurang merupakan pengaruh persiapan Hari Raya dan peningkatan pesanan luar negeri,” ujar Febri. 

Berbeda dengan kedua subsektor tersebut, Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya tercatat mengalami kontraksi setelah sebelumnya mengalami ekspansi. Seluruh variabel pembentuknya menunjukkan kontraksi yang cukup dalam, hal ini dikarenakan berkurangnya pesanan dalam negeri. 

“Kemenperin akan mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan pesanan dalam negeri,” kata Febri. 

Baca juga: Kemenperin “Lahirkan” 88 Perusahaan StartUp di Tahun 2022

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU