JAKARTA, duniafintech.com โ Berita fintech Indonesia kali ini terkait industri financial technology (fintech) akan terus bertumbuh pada 2023.
Hal ini disampaikan oleh Indonesia Fintech Society (IFSoc) sejalan dengan menurunnya isu dan pengguna fintech Peer-to-Peer Lending (P2P Lending) ilegal atau pinjol ilegal.
“Sekarang sudah menurun isu yang berkaitan dengan pinjol ilegal. Perkembangan fintech sangat luar biasa sudah Rp500 triliun lebih yang digelontorkan fintech ini. Dan masih ada sekitar Rp50 triliun yang di masyarakat yang berupa pinjaman,” kata Ketua IFSoc Rudiantara Talk Show Peluang dan Tantangan Fintech 2023 yang digelar DataIndonesia, dikutip pada Jumat (24/3/2023) via Bisnis.com.
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya.
Berita Fintech Indonesia: Penyaluran Pinjol Meningkat
Menurut Rudiantara, penyaluran pinjol meningkat berkat edukasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan pelaku usaha fintech.
Selain itu, kualitas dari pinjol meningkat dengan tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90 hari) semakin menurun, yakni 3 persen.
“Jadi trennya bagus dan 2023 [fintech] akan meningkat,” sambungnya.
Di lain sisi, Menteri Komunikasi dan Informatika RI 2014โ2019 itu menambahkan perkembangan uang elektronik atau e-wallet juga kian meningkat dengan rerata pertumbuhan 100 persen.
Dia mengatakan, peningkatan transaksi mencapai Rp399 triliun pada 2022. Peningkatan uang elektronik juga menurutnya dipengaruhi dengan pandemi Covid-19, di mana belanja online lebih digemari.
Lebih jauh, Rudiantara juga mengatakan bahwa jumlah merchant Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) juga meningkat dengan 24,9 juta di awal 2023.ย
Rudiantara menambahkan kehadiran fintech di bidang investasi lain telah mendemokratisasi pasar modal dan menjadi motor penggerak ritel untuk berinvestasi dengan proses lebih mudah dan biaya lebih murah.
Meski demikian, Rudiantara mengatakan bahwa literasi keuangan masyarakat Indonesia tergolong masih rendah, meskipun inklusinya tinggi.
Artinya, banyak masyarakat yang sudah menggunakan produk keuangan namun tidak memahami penggunaan.
Seperti halnya masih ada masyarakat yang tidak membayar pinjaman online.ย
“Inklusi keuangan 85 persen tapi literasi keuangan Indonesia ini baru mencapai 50 persen. Gap antara inklusi keuangan dan literasi berkisar 30 persen. Jadi inklusi naik, literasi naik, tapi gap-nya sama. Banyak punya akses tapi pemanfaatannya tertinggal. Seperti pinjaman online, banyak yang menggunakan pinjol tapi tidak memahami proses-proses yang dilakukan. Jadi banyak permasalahan,” paparnya.
Berita Fintech Indonesia: Dampak Ambruknya SVB terhadap Industri Fintech Indonesia Menurut Aftech
Sebelumnya, disitat dari Tempo.co, Kamis (23/3/2023), Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) ikut urun suara terkait dampak kolapsnya Silicon Valley Bank terhadap industri fintech di tanah air.
Wakil Sekretaris Jenderal II Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech), Firlie Ganinduto, bukan suara soal dampak kolapsnya Silicon Valley Bank terhadap industri fintech di Indonesia.
โSilicon Valley Bank itu rata-rata nasabahnya itu adalah venture capital yang mana kita tahu ini adalah pendana utama para startup,โ ucapnya, baru-baru ini.
Ia berpandangan, ditambah dengan kondisi geopolitik global, yaitu perang Rusia Ukraina yang masih terjadi, hal-hal tersebut mendorong harga komoditas melambung yang pada gilirannya akan berdampak ke Indonesia.ย
โDari sisi perbankan pasti akan mengetatkan proses operasional sesuai dengan sisi prudential. Itu pasti,โ katanya.
Lebih jauh, imbuhnya, pemerintah juga mungkin akan wait and see situasi apa yang akan terjadi, seperti naiknya inflasi dan sebagainya.
โBeberapa asumsi juga sudah terkoreksi, angka inflasi juga terkoreksi,โ paparnya.
Maka dari itu, dalam pandangannya, pengambilan arah kebijakan dalam situasi dan kondisi seperti ini menjadi penting.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Kredit Bermasalah Pinjol Melonjak, Ini Penyebabnya
Di lain sisi, ia mengungkap bahwa selama krisis besar di Indonesia, Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) sangat membantu pergerakan ekonomi.
โNah, UMKM ini harus tetap didorong untuk operasional karena pelaku UMKM ini adalah ujung tombak daripada roda perekonomian di Indonesia sehingga dalam kaitannya ini mungkin perkembangan UMKM harus diperhatikan,โ tuturnya.
Adapun Indonesia sebagai negara dengan penduduk keempat terbesar di dunia yang unbanked atau tidak memiliki akses ke bank, lanjut Firlie, harus direspons segera oleh pemerintah.
Terkait hal itu, pemerintah menargetkan inklusi keuangan pada 2024 sebesar 90 persen.
โSatu-satunya cara agar angka ini terealisasi adalah kerja sama dengan fintech karena bank memiliki limitasi,โ jelasnya.
Kata dia lagi, fintech dan perbankan dapat disinergikan, dalam hal ini fintech bisa menjamah masyarakat yang unbanked atau UMKM.ย
โMereka (fintech) memiliki teknologi-teknologi tertentu untuk memitigasi risiko yang lebih fokus dan terarah, sehingga fintech ini bisa memberikan fasilitas permodalan untuk memberikan kesempatan kepada UMKM,โ tandasnya.
Silicon Valley Bank Ambruk, Begini Tanggapan IFSoc Terkait Fintech
Sebelumnya, menyitat Bisnis.com, Indonesia Fintech Society (IFSoc) angkat bicara terkait ambruknya Silicon Valley Bank (SVB).
Menurut IFSoc, kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) di tengah tech winter perlu serius dilihat sebagai sinyal dan peringatan dini agar sektor fintech Indonesia segera memperkuat tata kelola perusahaan dan manajemen risiko.
Disampaikan Ketua Steering Committee IFSoc, Rudiantara, sektor keuangan digital di Indonesia harus tetap waspada dan terus mencermati perkembangan kasus yang terjadi.
โKami berharap kondisi sektor keuangan digital dapat semakin stabil di tengah tech winter yang hingga saat ini masih bergulir,โ katanya lewat keterangan resmi, Kamis (16/3/2023).
Ia pun menyambut positif pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menyebut bahwa tutupnya SVB tidak berdampak langsung pada industri keuangan di Indonesia, yang dibuktikan dengan kondisi sektor perbankan yang masih kuat dan stabil.
IFSoc menilai, pernyataan OJK tersebut merupakan kabar yang melegakan di tengah begitu banyaknya spekulasi yang bermunculan seiring dengan kolapsnya SVB, utamanya di sektor fintech.
Rudiantara menambahkan, berbagai spekulasi di berbagai kanal media sosial berkembang dengan sangat cepat pascapenutupan SVB oleh otoritas sektor keuangan di Amerika Serikat pada 10 Maret lalu.
Ia berpandangan, di sektor keuangan termasuk fintech, spekulasi yang berkembang liar berpotensi memicu kepanikan masyarakat.
โHal ini akan membantu memberikan kepastian informasi dan mengerem perkembangan berbagai spekulasi yang berpotensi mengganggu kekondusifan sektor keuangan dan fintech di Indonesia,โ tuturnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Lending Mulai Raup Keuntungan, Ini Penyebabnya Kata OJK
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com