JAKARTA, duniafintech.com – Kasus penipuan alias investasi ilegal berkedok Koperasi Simpan Pinjam Indosurya, masih terus diusut pihak kepolisian Indonesia dan kabar terbaru Mabes Polri menyita aset tanah kavling senilai Rp18 miliar.
Dari hasil pengusutan kasus investasi ilegal Indosurya ini, polisi menyita tanah kavling seluas 2,000 meter persegi tersebut berlokasi di Kertamaya, Bogor Selatan.
“Aset atas nama HS, kavling L nomor 57 di Kelurahan Kertamaya Bogor Selatan, dengan luas 2,000 meter persegi serta harga mencapai Rp18 miliar.” ungkap Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Gatot Repli Handoko, yang dikutip dari CNBC, Sabtu (9/4).
Seperti diketahui dalam kasus investasi ilegal Indosurya ini, penyidik telah menetapkan sejumlah tersangka. Diantaranya yakni antara lain Ketua KSP Indosurya Cipta berinisial HS, Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta berinisial JI, serta Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta berinisial SA.
Selain itu, polisi juga sedang mengajukan izin sita khusus untuk dua unit apartemen Nomor 20 dan 19 di Apartemen Sudirman Suite. Hal tersebut dilandasi dari beberapa keterangan saksi, seperti seorang wanita berinisial T yang mengaku mengalami kerugian hingga Rp6 miliar.
“Kemudian pemeriksaan terhadap JV selaku legal UOB terkait transaksi Indosurya,” tambah Gatot.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Whisnu Hermawan menyebut tersangka HS dan JI sudah ditahan. Sementara itu satu tersangka lainnya SA (Suwito Ayub) masih buron.
Whisnu menyebut pihaknya akan berkoordinasi dengan Hubungan Internasional Polri untuk menerbitkan red notice. Sebab, SA diduga telah kabur ke luar negeri. Ia tercatat terbang ke Singapura pada November 2021.
“Terkait dengan pencarian saudara tersangka Suwito Ayub. Di sini kami sudah meminta bantuan kepada Divhubinter untuk menerbitkan red notice. Mudah-mudahan dengan jalur P2P itu kita bisa mengetahui keberadaan dari Suwito Ayub yang diduga ada di luar negeri,” kata Whisnu.
Sebelumnya, polisi menyita aset milik tiga petinggi Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Cipta yang merupakan tersangka dalam kasus dugaan investasi bodong antara lain tanah dan bangunan, apartemen, serta gedung perkantoran di wilayah Jakarta Pusat, 43 mobil mewah, dan 12 rekening dengan total nilai sekitar Rp1.5 triliun.
Kemudian, terdapat tiga aset yang teridentifikasi telah dilakukan peralihan hak kepada korban atau nasabah dengan nilai sekitar Rp 200 miliar dan dua aset yang masih dilakukan penelusuran profil penerima peralihan hak.
Sementara itu, untuk 48 unit mobil yang disita diperkirakan bernilai Rp 24 miliar. Penyidik pun berkoordinasi bersama Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Bareskrim Polri dan PPATK dalam rangka menelusuri aset milik petinggi Indosurya Cipta, baik yang berada di dalam negeri maupun di luar negeri.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 46 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang tentang Perbankan dan atau Pasal 372 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 dan atau Pasal 4. Serta, Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
KSP Indosurya diduga menghimpun dana secara ilegal dengan menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta yang dilakukan sejak November 2012 sampai dengan Februari 2020.
Perhimpunan dana ini memiliki bentuk simpanan berjangka dengan memberikan bunga 8-11 persen. Kegiatan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Indonesia tanpa dilandasi izin usaha dari OJK.
Kasus tersebut pun menjadi sorotan publik setelah Indosurya mengalami gagal bayar. Henry Surya yang menjabat sebagai ketua Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta lantas memerintahkan June Indria dan Suwito Ayub untuk menghimpun dana masyarakat menggunakan badan hukum Koperasi Simpan Pinjam Indosurya Inti/Cipta.