JAKARTA, duniafintech.com โ Rencana penghapusan bahan bakar minyak (BBM) beroktan rendah jenis Premium dan Pertalite secara bertahap mulai tahun depan dilontarkan oleh pemerintah.
Namun, rencana ini berpotensi mengerek inflasi dan menekan konsumsi masyarakat pada tahun depan. Dilangsir dari Katadata.co.id, Rabu (29/12), Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, imbas dari perubahan kebijakan ini akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi.
Adapun dampak langsungnya terhadap sektor transportasi utamanya darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite.
โKarena berpengaruh ke transportasi maka ini juga punya efek domino ke sektor lainnya, terutama (inflasi) bahan-bahan makanan,โ ucapnya.
Disampaikannya, kendati tidak semua aktivitas logistik bahan makanan menggunakan bahan bakar premium, penghapusan Premium dan Pertalite ini bakal memberikan dampak psikologis. Pasalnya, bahan bakar yang bisa dikonsumsi punya harga lebih mahal.
Kendati tidak semua aktivitas logistik bahan makanan menggunakan bahan bakar premium, ia berpandangan bahwa dampaknya secara psikologis akan terasa. Di samping itu, secara historis, kenaikan harga BBM pun secara simultan ikut mengerek kenaikan harga-harga bahan makanan.
Dalam perkiraannya, penghapusan BBM jenis premium dan pertalite ini bakal memberi andil tambahan inflasi sebesar 1โ2%. Akan tetapi, kalau penghapusan dilakukan secara bertahap, yaitu pada jenis Premium terlebih dahulu, tambahan inflasi kemungkinan di bawah 1%. Pasalnya, konsumsi Premium tidak setinggi Pertalite. Di lain sisi, distribusi Premum pun hanya di beberapa daerah tertentu.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa akan ada sejumlah kebijakan lain yang berpotensi mengerek kenaikan inflasi tahun depan.
โMasalahnya, yang naik bukan hanya BBM, tetapi juga LPG, listrik, kemudian PPN juga naik,โ paparnya.
Adapun langkah pemerintah menghapuskan penggunaan BBM itu berpotensi berdampak meluas bukan hanya inflasi, tetapi menggangu prospek pemulihan konsumsi masyarakat tahun depan. Dikatakan Kepala Ekonom Bank Permata, Josua, dampaknya terhadap konsumsi akan terasa jika transisi dilakukan tidak bertahap.
Sebagaimana yang disinggung Faisal sebelumnya, perubahan kebijakan itu sejalan dengan kenaikan harga diatur pemerintah lainnya pada tahun depan. Hal itu bakal mendorong masyarakat menahan konsumsi untuk barang durable goods seperti otomotif.
โKalau dilakukan secara langsung, perubahan dari Premium ke Pertamax tentu bisa berpengaruh ke daya belinya sehingga untuk konsumsi lain-lainnya bisa terpengaruh juga,โ ucapnya.
Adapun penurunan kemampuan konsumsi utamanya akan terasa pada kelompok masyarakat 40% terendah dan 40% menengah. Di sisi lain, kelompok 20% teratas, imbuhnya, masih cukup mampu meskipun ada kenaikan harga-harga.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, kabar terkait rencana penghapusan BBM jenis premium dan pertalite ini kembali berembus dalam beberapa waktu terakhir. Rencana penghapusan ini berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang.
Peraturan itu menyebutkan bahwa untuk mengurangi emisi karbon, direkomendasikan agar BBM yang dijual adalah RON 91 ke atas, dalam hal ini Pertamax. Penghapusan kemungkinan akan dilakukan secara bertahap yakni premium terlebih dahulu.
Dilakukan secara bertahap
Menurut Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, rencana penghapusan dua jenis BBM bersubsidi itu bakal dilakukan secara bertahap dengan sejumlah pertimbangan.
Rencana ini, imbuhnya, sejalan dengan ketentuan dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor P20/Menlhk/Setjen/Kum1/3/2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang.
โKetentuan dari ibu menteri KLHK 2017, ini untuk mengurangi karbon emisi maka direkomendasikan BBM yang dijual minimum RON 91,โ katanya, kemarin, dilangsir dari CNNIndonesia.com.
Premium sendiri adalah produk BBM Pertamina dengan oktan 88 dan Pertalite beroktan 90. Kian tinggi oktan, kian rendah emisi gas. Namun, perseroan mendapat amanat dari Presiden Joko Widodo untuk menjalankan ketentuan ini dengan mempertimbangkan aspek keterjangkauan untuk masyarakat dan ketersediaan pasokan.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra