26.2 C
Jakarta
Senin, 25 November, 2024

Geger! 88 Kasus Telegram Deepfake Hantui Korsel

JAKARTA – Kepolisian Korea Selatan (Korsel) untuk pertama kalinya mulai menyelidiki aplikasi perpesanan Telegram atas dugaan kelalaian dalam menangani kejahatan seks yang melibatkan konten deepfake, seperti dilaporkan Yonhap News mengutip pengarahan dari Kepala Kantor Penyelidikan Nasional.

Penyelidikan ini dilakukan oleh Kepolisian Metropolitan Seoul. Menurut Woo Jong-soo, kepala kantor investigasi, seperti negara-negara lain, Telegram tidak kooperatif dalam memberikan materi kepada pihak berwenang.

Korsel pun berupaya menggunakan alat investigasi internal untuk mendapatkan materi terkait, ungkap Woo.

Marak Telegram Deepfake 

Penyelidikan ini diluncurkan beberapa hari setelah pemerintah Korsel meminta Telegram dan platform media sosial lainnya untuk menghapus gambar-gambar deepfake yang semakin marak.

Presiden Korsel, Yoon Suk Yeol, minggu lalu menyebut deepfake sebagai “kejahatan yang jelas” dan memerintahkan tindakan tegas terhadap penyebaran konten semacam itu.

Telegram dalam tanggapan email kepada Bloomberg menyatakan bahwa mereka secara aktif memantau konten berbahaya di platformnya, termasuk pornografi ilegal.

“Moderator kami memantau bagian publik dari platform dengan menggunakan alat AI dan menerima laporan dari pengguna untuk menghapus konten yang melanggar persyaratan layanan Telegram,” kata perusahaan tersebut.

Penyelidikan Korsel berlangsung bersamaan dengan berita penangkapan Pavel Durov, CEO Telegram, di Prancis pekan lalu atas tuduhan kejahatan termasuk penyebaran gambar seksual anak-anak.

Kasus Telegram Deepfake

Ada sebanyak 88 kasus, tambah Woo Jong-soo, yang terkait dengan deepfake dilaporkan ke polisi Korsel antara 26 hingga 29 Agustus, dibandingkan dengan 297 kasus dalam tujuh bulan hingga Juli.

Korsel berencana mencari kerja sama dengan otoritas Prancis atau organisasi internasional lainnya dalam penyelidikan terhadap Telegram.

Pada 27 Agustus, Badan Kepolisian Korsel mengumumkan tindakan keras terhadap penggunaan alat AI untuk memalsukan gambar dan video eksplisit, sesuai dengan siaran pers kepolisian. Bloomberg melaporkan bahwa panggilan yang dilakukan ke pihak kepolisian Korsel belum mendapat tanggapan.

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU