Makanan sehat atau healthy food menjadi kuliner yang paling diminati konsumen saat pandemi Covid-19. Karena itu, berbagai variasi makanan sehat banyak bermunculan di platform digital.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman mengatakan, meningkatnya permintaan untuk makanan sehat ini didorong oleh kesadaran masyarakat akibat terimbas pandemi Covid-19 yang merebak di dalam negeri.
“Yang menarik adalah perkembangan kuliner yang fungsional dan menyehatkan. Salah satu survei mengatakan, konsumen lebih memperhatikan masalah health conscious atau masalah kesehatan, lebih-lebih disaat pandemi,” katanya dalam webinar, Senin (27/9).
Variasi Healthy Food Terus Bermunculan
Oleh sebab itu, sambungnya, banyak Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) atau sejumlah restoran yang mulai menawarkan menu yang lebih sehat kepada konsumen di platform digital, seperti di Gofood, GrabFood, atau ShopeeFood.
Dia menjelaskan, sejumlah merchant mulai menawarkan berbagai kuliner sehat seperti menyediakan makanan dan minuman dari bahan-bahan organik, memiliki kandungan mineral dan vitamin yang tinggi, hingga produk-produk olahan herbal lainnya.
“Misalnya yogurt, olahan kurma, dan susu yang dicampur berbagai buah-buahan. Ini menarik karena makanan tersebut trennya cukup baik,” ujarnya.
Healthy Food Disebarkan Oleh Gen-Z dan Milenial
Adhi pun menuturkan, kecenderungan kuliner sehat ini pun disebarkan dan diproduksi oleh generasi muda seperti generasi Z dan generasi milenial. Pasalnya, umumnya generasi muda tersebut memiliki tingkat literasi dan kepedulian terhadap kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan generasi sebelumnya.
Lebih lagi, penetrasi digital yang dipicu oleh perkembangan internet di dalam negeri, mendorong generasi Z dan milenial ini untuk aktif masuk ke industri makanan dan minuman melalui platform digital.
Mereka pun, merupakan generasi yang suka mencoba hal baru, dibandingkan menjadi generasi yang loyal pada satu produk tertentu. Sehingga, produk yang mereka hasilkan lebih inovatif.
“Sensus 2020, penduduk kita 53,81% adalah gen-Z dan milenial. Generasi ini sangat suka mencoba produk dan hal baru, dan juga ingin mendapatkan experience baru. Jadi, mereka selalu ingin menunjukan bahwa potensi ekosistem kuliner di Indonesia sangat besar,” ucapnya.
Pandemi Mendorong Percepatan Digital Industri Kuliner
Adhy pun mengatakan, pandemi Covid-19 telah berhasil mempercepat proses digitalisasi industri kuliner nasional. Hal itu terlihat dari Growth Merchandise Value (GMV) atau pertumbuhan nilai barang dagangan yang meningkat dari 9% di 2019, menjadi 11% di 2020.
Selain itu, penjualan bahan makanan atau groceries di sejumlah e-commerce juga terus mengalami peningkatan. Pada 2020 penjualan bahan makanan di e-commerce hanya 3%, namun di 2021 meningkat menjadi 5% dan akan terus meningkat di tahun-tahun mendatang.Â
Bahkan, hingga 2025 penjualan bahan makanan di sejumlah toko online atau market place akan meningkat hingga 10%. Hal ini, lanjutnya, harus dimanfaatkan dengan baik oleh semua pihak termasuk para pelaku UMKM.
“Juga di tahun lalu Grab misalnya, menceritakan terjadi peningkatan 21% merchant yang berpartner dengan Grab, meningkat signifikan dari bulan ke bulan,” kata dia.
Bisnis Kuliner Memiliki Pasar yang Besar
Selain itu, Adhi pun menyebutkan bahwa industri kuliner masih menyediakan pangsa pasar yang sangat besar, sehingga menurutnya saat ini adalah momen yang pas bagi individu yang ingin masuk ke bisnis ini.
Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) hampir 50% atau tepatnya 49,22% penduduk pada 2020 menghabiskan konsumsinya untuk belanja makanan dan minuman. “Ini menunjukkan pengeluaran penduduk untuk makanan besar sekali,” tuturnya.
Lebih lagi, Indonesia merupakan negara keempat penggunaan internet terbesar dengan 160 juta penduduk, sehingga dengan menawarkan produk makanan melalui platform digital akan lebih cepat menjangkau pasar.
Jadi, menurutnya, keunggulan secara jumlah pengguna internet ini menjadi satu kesempatan bagi generasi Z dan generasi milenial, serta UMKM untuk dapat merebut pasar di dalam negeri, sembari mengenalkan produknya ke pasar global.
“Jadi boleh dikatakan penggunaanya (internet) sangat tinggi sekali dan ini menunjukan literasi digital kita cukup tinggi dan akan terus meningkat, ini menjadi satu kekuatan kuliner Indonesia untuk berkarya di pasar online,” ucap Adhy.
Terintegrasi Pembayaran Digital
Adapun, penetrasi digital melalui market place ini juga diikuti oleh sistem pembayaran digital yang terintegrasi. Sehingga, pelaku usaha maupun konsumen dapat lebih mudah dalam melakukan transaksi.
Dia menjelaskan, berdasarkan survei yang dilakukan terlihat bahwa mayoritas konsumen menggunakan dompet digital atau alat pembayaran elektronik lebih banyak untuk transportasi dan layanan antar makanan dan minuman. Di mana, untuk transportasi 40% dan layanan antar makanan dan minuman 32%.
Artinya, dengan hasil survei tersebut menunjukkan bahwa layanan antar makanan dan minuman memiliki nilai transaksi yang cukup tinggi, sehingga peluang pasar bagi pelaku usaha yang terjun di bisnis kuliner ini pun untuk meraup profit terbuka lebar.
“Mayoritas konsumen menggunakan dompet digital untuk pembayaran itu ada dua, pertama transportasi dan antar makanan minuman, ini menunjukkan cukup tinggi dan ini menunjukkan bahwa literasi digital untuk kuliner cukup baik,” terangnya.
Reporter : Nanda Aria
Editor : Gemal A.N. Panggabean