JAKARTA, duniafintech.com – Saat ini terjadi kehebohan di masyarakat, utamanya dari kalangan buruh, terkait adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
Seperti diberitakan, aturan baru itu menetapkan manfaat jaminan hari tua dibayarkan ketika usia peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 56 tahun, baik bagi peserta mencapai usia pensiun, mengundurkan diri, maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Mengenai program ini, Lead Financial Trainer QM Financial, Ligwina Hananto, memberikan pandangannya. Ia melihat, JHT diperlukan untuk perlindungan hari tua. Terlebih lagi, ada keluhan sandwich generation yang nyata.
“Keluhan sandwich generation, kan, nyata. Jadi urusan hari tua harus ada perlindungannya, ya, JHT itu,” katanya lewat akun Twitter @mrshananto, dikutip dari Bisnis.com, Minggu (13/2/2022).
Sandwich generation sendiri adalah istilah yang disematkan kepada kelompok orang yang harus mencukupi kebutuhan ekonomi banyak pihak dalam waktu bersamaan, yakni kebutuhan diri sendiri, keluarga intinya, dan orang tuanya.
Kemudian, Ligwina juga menuliskan bahwa ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk mempersiapkan masa pensiun. Pertama, melalui program Jaminan Pensiun dan JHT. Kedua, melalui dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) dan dana pensiun pemberi kerja. Ketiga, dengan membuat dana pensiun sendiri, yakni mengumpulkan modal lewat investasi akumulatif, kemudian lanjut ke investasi generatif.
“Tanpa no 3 cuma bisa 20-60 persen dari gaji terakhir. Gw kuatir 2045 kita banyak yang gagal pensiun,” imbuh Ligwina.
Disampaikannya, tidak ada potong kompas untuk persiapan pensiun. Ia menyebut, mendadak kaya pun belum tentu bisa pensiun. Pasalnya, semua perlu melewati proses. Namun, edukasi soal itu pun sulit lantaran orang-orang cenderung menginginkan hasil yang instan.
“Edukasinya juga lebih susah karena kita cenderung mau hasil instan. ‘Hah? Manfaatnya baru dapat umur 56? Mending buat modal hidup gw sekarang’. Begitu,” sambungnya.
Baca Juga:
- Bukan Lagi JHT, Korban PHK Bakal Pakai JKP, Apa Itu?
- Cara Mencairkan Saldo JHT, 100% Cair tanpa Harus Menunggu Usia 56 Tahun
Perlu masa transisi
Menyikapi kehebohan JHT ini, Perencana Keuangan OneShildt Consulting, Risza Bambang, juga menyampaikan usulannya. Dalam pandangannya, perlu adanya masa transisi dari penerapan regulasi ini, mengingat sebelum ini pekerja bisa mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) setelah tidak bekerja lagi lebih dari 30 hari.
“Misalnya, masih boleh ambil dana JHT jika PHK, namun ada batasan maksimal persentase yang boleh dituangkan, dan hanya berlaku dalam periode tertentu. Setelah periode transisi berakhir maka tidak boleh lagi mengambil dana JHT sampai dengan usia pensiun atau mencapai usia pensiun dini,” katanya, dikutip dari Kontan.co.id.
Adapun usulan lainnya, yakni pengawasan pengelolaan investasi badan pengelola, sosialisasi kepada publik untuk rencana pemilihan instrumen investasi, dan pengumuman hasil investasi serta pertanggungjawabannya.
“Semua hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut harus melibatkan pihak-pihak independen, bukan individual tetapi asosiasi perkumpulan para independen yang bisa menjadi penyeimbang antara kepentingan pembayar iuran, penanggung jawab pembayaran manfaat dan regulator,” paparnya.
Ia juga menyatakan bahwa investasi jangka panjang yang bisa dipilih oleh BP Jamsostek untuk memupuk uang pekerja yang baru dapat dicairkan saat pensiun, yakni dengan cara menempatkannya pada instrumen yang tepat.
“Jika untuk manfaat Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pensiun maka harus ditempatkan pada instrumen yang tidak mempunyai resiko investasi yang tinggi, walaupun return-nya akan jadi kurang tinggi,” sebutnya.
Di samping itu, juga bisa diatur skema alokasi penempatan dengan memperhitungkan rata-rata usia peserta atau total dana yang dapat dibagi berdasarkan kelompok usia.
“Untuk kelompok usia muda maka boleh ditempatkan pada instrumen jangka panjang yang bisa memberikan return lebih tinggi, sedangkan untuk kelompok usia tua maka harus ditempatkan pada instrumen jangka pendek yang tentunya akan memberikan return yang lebih rendah,” tutupnya.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra