JAKARTA, duniafintech.com – Investasi NFT atau Non Fungible Token mulai menjadi tren dan kian digemari dalam beberapa waktu terakhir di Indonesia. Adapun penyebabnya adalah instrumen ini tidak hanya mampu mendigitalisasi aset berupa karya seni seseorang dan menyimpannya ke sistem blockchain, tetapi juga dapat diperjualbelikan.
Hal itu tentu membuat NFT berpeluang menjadi investasi. Dikatakan pendiri sekaligus Direktur OneShildt Financial Planning, Budi Raharjo, sebagaimana dikutip dari CNNIndonesia.com, NFT boleh disebut serupa dengan uang kripto. Pasalnya, keduanya sama-sama memanfaatkan teknologi blockchain.
Perbedaannya, imbuhnya, adalah uang kripto berupa koin yang diperdagangkan dalam jumlah tertentu, sedangkan NFT berupa karya seni digital yang jumlahnya dapat jauh lebih terbatas ketimbang kripto.
“NFT ini bisa barangnya hanya ada satu di dunia sehingga unik. Keunikan ini yang memberi identitas pada NFT. Misal, lukisan karya seniman ini, seniman itu, yang cuma satu, dan sekarang karya seni yang terbatas ini bisa didigitalkan, lalu diperjualbelikan, bahkan menjadi aset investasi yang berbasis koleksi,” ucapnya, Jumat (26/11).
Ditambahkannya, berdasarkan karakteristik itu, NFT memiliki sebanyak 2 nilai aset, yakni riil dan finansial. Adapun aset NFT ini secara riil seperti properti, emas batangan, patung, lukisan, dan sebagainya.
D sisi lain, secara finansial, NFT memang bukan aset seperti surat utang atau obligasi, saham, deposito, hingga asuransi, tetapi instrumen ini memiliki potensi kenaikan nilai seperti aset kripto.
“Meski memang kebanyakan orang awalnya bukan untuk investasi, tapi karena barangnya bagus, orang suka, ingin mengapresiasi karya seni, dan menimbulkan kepuasan bagi pemiliknya, tapi kemudian punya nilai investasi,” jelasnya.
Ia menyampaikan, lantaran memiliki potensi, sebagai instrumen investasi, NFT sebenarnya sah-sah saja jika ingin dianggap menjadi investasi oleh seseorang. Akan tetapi, sebagaimana instrumen investasi lainnya, NFT pun punya risiko.
“NFT memang punya nilai karena unsur seninya, tapi tidak ada kepastian imbal hasil seperti instrumen lain, misalnya return atau yield di obligasi, saham melalui dividen, dan lainnya. Jadi, cukup spekulatif dan basisnya capital gain dari kelangkaan dan popularitas pembuat seninya. Risikonya, mungkin tidak sih barang seni tiba-tiba kehilangan atau menurun nilainya? Ya mungkin saja, tergantung perkembangan,” sebutnya.
Investasi NFT—Tips Raup Cuan
Jika Anda tertarik untuk menjajal investasi NFT, menurut Budi Raharjo, ada beberapa hal yang perlu Anda perhatikan agar mampu menemukan celah cuannya, yakni:
1. Bukan Tujuan Keuangan
Budi menyampaikan, hal terpenting yang mesti dipahami dari NFT, yaitu ini merupakan instrumen yang dapat menjadi investasi, tetapi bukan untuk tujuan keuangan. Hal itu karena nilai NFT masih sangat variatif sejauh ini.
Ia mengatakan, instrumen yang satu ini agak mirip dengan uang kripto, yang mulanya hanya untuk pertukaran di sebuah komunitas—meski kemudian berkembang dan dapat diperjualbelikan secara luas.
Namun, kata dia lagi, uang kripto telah mengantongi regulasi dan skema perdagangan yang jelas, sedangkan NFT belum punya itu sehingga masih sangat spekulatif.
“Jadi, kalau untuk tujuan keuangan, ini kurang tepat, tapi untuk spekulasi, ini nilai akan naik, ya sah-sah saja. Karena kebanyakan orang memulai NFT untuk apresiasi karya seni, kalau pun ada nilai investasinya, ini ibarat bonus,” sebutnya.
Lebih jauh, ia pun mengingatkan agar pembelian NFT ini, baik hanya untuk aset koleksi maupun berharap investasi, dilakukan saat fondasi keuangan sudah cukup prima.
“Pastikan kondisi keuangan sudah sehat, punya fondasi yang baik,” paparnya.
2. Alokasi Dana Khusus untuk Investasi NFT
Tips kedua dari Budi, jika Anda ingin membeli NFT dan menjadikannya aset, sebaiknya alokasikan dana khusus dari keuangan Anda. Meski demikian, ia pun mengingatkan agar agar alokasi dana Anda itu tidak mengganggu pos keuangan lain.
Sebagai contoh, dana kebutuhan sehari-hari, dana darurat, cicilan kredit pemilikan rumah (KPR), tabungan dana pendidikan anak, tabungan pensiun, dan seterusnya. Akan halnya investasi lainnya, pembelian NFT ini ada baiknya diambil dari dana yang benar-benar menganggur.
Namun, itu juga tidak semuanya. Pasalnya, Anda pun sebaiknya mendiversifikasi aset investasi ke instrumen lain.
“Ada risetnya. Biasanya, orang cuma mengalokasikan 10 persen untuk alternative investment seperti ini dari total dana untuk investasi, yang kemudian bisa ke barang-barang koleksi, termasuk NFT,” sebutnya.
3. Pahami Risiko— Investasi NFT
Ditambahkannya, hal yang tidak boleh terlewatkan adalah memahami instrumen yang satu ini. Oleh sebab itu, Anda perlu mempelajari apa itu NFT, bagaimana cara membelinya, atau bahkan menjualnya, kemudian bagaimana transaksi jual belinya, hal-hal yang mempengaruhi nilainya, sampai risikonya.
“Jangan sampai hanya karena lagi tren, orang jadi latah ingin punya juga, ‘Sepertinya oke nih punya NFT’, begitu,” jelasnya.
Apabila Anda ingin serius berinvestasi di NFT, imbuhnya, pelajarilah fluktuasi dan perkembangan harga yang dapat terjadi. Demikian halnya dengan risiko terhadap peretas alias hacker, misalnya, sebab NFT adalah aset digital.
Pasalnya, lanjut Budi, NFT memiliki risiko ganda sebab ia dapat dianggap sebagai aset riil dan finansial. Dari segi riil, ada potensi penurunan nilai aset secara mekanisme pasar dan kerawanan hilang, sedangkan dari segi finansial, terdapat risiko dari fluktuasi nilai uang kripto.
Hal itu terjadi karena pembelian NFT menggunakan uang kripto sehingga jika harga uang kripto bergerak, akan menimbulkan perbedaan harga juga bagi NFT.
“Jadi, double risiko dari segi nilai barang seni dan nilai uang kripto meski di sisi lain hal ini juga bisa menandakan adanya potensi double income misal harga barang seninya naik dan harga kriptonya juga,” tutupnya.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra