32.2 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Kasus Salah Transfer BRI, YLKI: Nasabah Berhak Gugat Bank

JAKARTA, duniafintech.com – Kasus salah transfer dana yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia (Bank BRI) berujung pada penersangkaan nasabah prioritas bernama Indah Harini. Hal ini menjadi perhatian khusus Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sularsi mengatakan salah transfer bisa karena kesalahan nasabah bisa karena kesalahan bank.

“Kalau kesalahan bank maka bank wajib untuk melakukan perubahan. Jika yang salah nasabah maka nasabah memberitahukan ke bank,” katanya kepada Duniafintech.com, Rabu (29/1).

Dalam kasus BRI salah transfer tersebut dilakukan bank dengan nominal Rp32,5 miliar dan nasabah telah menanyakan hal ini ke bank, namun tak mendapat kepastian. Tetapi, 11 bulan kemudian BRI menghubungi dan menagih uang tersebut, yang berujung penersangkaan nasabah.

Sularsi pun mempertanyakan apakah pihak bank sudah melakukan prosedur yang benar dalam kasus ini sebelum menggulirkannya lebih lanjut ke jalur hukum yang berujung pada penersangkaan nasabah.

Menurutnya, jika kelalaian dan keteledoran tersebut bermula dari pihak bank, bank sendiri tidak berhak untuk melimpahkan kesalahan tersebut kepada nasabah. Apalagi hingga menyebabkan nasabah diproses hukum.

“Transparansi ke nasabah terkait asal usul dana. Bank sebagai otoritas harus memberikan kepastian ke nasabah. Jika nasabah sudah melakukan (pelaporan) dan tidak ada respons dari bank, tidak patut kesalahan atau kelalaian bank ditimpakan ke pihak lain,” ujarnya.

Dia bilang, nasabah punya hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur. Juga, hak mendapatkan jaminan keamanan dan kenyamanan sebagai nasabah

“Juga hak didengar pendapatnya yaitu melakukan gugatan,” ucapnya.

Dia mengungkapkan, untuk melakukan pengambilan dana dari nasabah diperlukan putusan dari pengadilan sesuai aturan Undang-Undang Transfer Dana.

Menurutnya, jika nasabah menerima dana salah transfer prosedur yang harus dilakukan pertama adalah nasabah harus memberitahukan atau melaporkan ke bank baik lisan atau tertulis.

Di sisi lain, bank juga berkewajiban untuk melindungi dan memberi jaminan keamanan pada nasabahnya. Maka bank harus memberikan penjelasan dengan benar, jelas, dan jujur asal dana tersebut.

“Bank juga wajib melapor ke PPATK untuk transaksi jumlah tertentu hal ini untuk melindungi nasabah dari Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” ucapnya.

Sularsih bilang, sebagai otoritas, bank harus memberi jaminan kepastian hukum untuk nasabah. Bank juga harus menjunjung itikad baik nasabah maupun pihak penyelenggara jasa keuangan.

Sudah Melapor Tapi Diabaikan

Adapu, Indah merasa dikriminalisasi kendati sudah berkali-kali menanyakan kepada pihak bank terkait transferan valas yang diterimanya. Melalui kuasa hukumnya, Henri Kusuma, disebutkan bahwa ada beberapa kejanggalan penanganan kasus salah transfer yang menyebabkan klien mereka ditetapkan sebagai tersangka.

Pasalnya, permintaan Indah untuk bukti transaksi perpindahan uang yang masuk ke rekening Indah, dan surat resmi pemberitahuan kesalahan transfer dari BRI, serta penawaran penyelesaian dari pihak bank, tidak kunjung diberikan.

Kata Henri, kliennya menerima sebanyak sembilan kali transfer dana misterius di penghujung akhir 2019, dengan nilai total GBP1,714,842 ke rekening tabungan valas GBP miliknya. Namun, anehnya, pihak BRI baru mempermasalahkan transferan ini setelah 11 bulan kemudian.

BRI Sebut Nasabah Tak Punya Itikad Baik

Terkait pemberitaan yang ramai atas kasus ini, pihak BRI menanggapi hal itu dengan menyatakan bahwa mereka menyerahkan sepenuhnya kasus itu kepada pihak kepolisian. Pihak BRI menyebut, hal ini bermula pada tahun 2019. Ketika itu, yang bersangkutan menerima dana lebih dari Rp30 miliar di rekeningnya, padahal itu bukan miliknya.

Akan tetapi, yang bersangkutan tidak memiliki itikad baik untuk mengembalikan dana ini. Karena itu, BRI kemudian menempuh jalur hukum dengan mempertimbangkan UU No. 3 Tahun 2011 pasal 85.

Di mana dalam pasal tersebut disebutkan: Setiap orang yang dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda Rp5 miliar.

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU