JAKARTA, duniafintech.com – NFT buatan Indonesia Karafuru mengandalkan komunitas untuk bisa dikenal di banyak negara. Karafuru mempunyai visi menghadirkan NFT dalam bentuk nyata dan bisa dibawa pulang.
Proyek NFT alias non-fungible token buatan Indonesia Karafuru ini disebut mencapai transaksi Rp 1 triliun, menurut laporan Finfolk Money. Aset digital ini mengandalkan seni dan komunitas, sehingga bisa dikenal di banyak negara.
CNN Internasional melaporkan, NFT adalah aset digital yang menggambarkan objek asli seperti karya seni, musik, atau item yang terdapat pada video dan game. Aset digital ini tidak dapat digandakan atau diganti.
Dikutip dari OpenSea, Karafuru merupakan rumah bagi 5.555 seni generatif yang dikembangkan oleh Museum of Toys. Ada sejumlah karakter animasi Karafuru yang dijual di OpenSea, seperti Shirai, Futo, Ku’roi, Egao hingga Kiba.
Karafuru hadir sejak Januari 2022. Founder Karafuru NFT, Grady Edbert mengatakan bahwa awalnya hanya berbentuk 12 karakter.
“Konsepnya, ke-12 karakter ini berteman baik di suatu kota bernama Neon City, di Jepang,” ujar Grady dalam channel YouTube Finfolk Money.
Baca juga: Deretan NFT Termahal di Dunia, Harganya Capai Ratusan Miliar Rupiah
Melansir laporan Katadata, Karafuru juga mempunyai visi menghadirkan NFT dalam bentuk nyata dan bisa dibawa ke pulang.
Sejak awal, para pendiri mengincar pasar global. “Bukan karena kami dari Indonesia, terus mengincar pasar domestik saja,” ujarnya.
Karafuru pun berkolaborasi dengan banyak ekosistem. Alhasil, NFT ini dikenal di banyak negara.
Pada Februari, 5000-an koleksi NFT Karafuru habis terjual. Karafuru pun sempat masuk trending worldwide di OpenSea.
Karafuru juga menjadi NFT buatan lokal pertama yang mencapai 4,5 ETH atau sekitar Rp 190.597.079 harga dasar di OpenSea.io. Kini, volume transaksi NFT Karafuru mencapai 43,7 ETH.
Di Indonesia, Chef Arnold turut memperkenalkan Karafuru NFT. Begitu juga selebgram sekaligus pengusaha Arief Muhammad yang mengunggah karya Karafuru di akun Instagram @ariefmuhammad.
Grady juga mengatakan, NFT Karafuru bisa besar karena mengandalkan komunitas. “Di luar seni, faktor terpenting NFT adalah komunitasnya,” katanya.
Baca juga: Makin Dilirik, Teknologi NFT Masuk Industri Musik Indonesia
Oleh karena itu, Karafuru menggelar Karafuru Carnival di Jakarta pada Maret. “Kami juga akan membuat karnaval di Los Angeles, Amerika Serikat (AS) dan Jepang,” katanya.
Meski begitu, mitra pendiri dan Chief Operating Officer Matrixport Daniel Yan mengatakan bahwa hanya komunitas terkait dengan dunia olahraga, karya digital, musik, dan film yang banyak mengembangkan NFT.
Menurutnya, basis ekosistem pendukung NFT masih kurang kuat. “Ini seharusnya menjadi area yang diperhatikan,” kata Yan dalam siaran pers, pada April (20/4).
Salah satu ekosistem yang menurutnya mesti diperkuat yakni terkait metaverse dan keuangan NFT. Yan mengatakan, NFT perlu difraksionalisasi atau dibagi dalam beberapa bagian dan dijual.
“Sebab, terdapat permintaan likuiditas dari masyarakat untuk dikumpulkan di suatu tempat agar mereka dapat memperdagangkan dan memanfaatkannya sebagai jaminan atau kolateral,” katanya.
Transaksi NFT memang melonjak pesat. Nonfungible.com mencatat jumlah transaksi NFT mencapai US$ 17,6 miliar atau sekitar Rp251,6 triliun tahun lalu. Nilainya melonjak 21.000% dibandingkan 2020 US$ 82 juta atau Rp1,2 triliun.
Ada lebih dari 2,5 juta pemilik dompet kripto untuk memperdagangkan NFT tahun lalu. Jumlahnya naik dari hanya 89 ribu pada 2020.
Sedangkan jumlah pembeli NFT melonjak dari 75 ribu menjadi 2,3 juta. Investor menghasilkan total keuntungan US$ 5,4 miliar dari penjualan NFT tahun lalu.
Lebih dari 470 dompet menghasilkan keuntungan lebih dari US$ 1 juta.
Di Indonesia, NFT marak dijual belikan sejak Ghozali Everyday meraup miliaran rupiah berkat menjual NFT berupa foto diri (selfie). Warga Indonesia lainnya pun ramai menjual NFT berupa foto bakso hingga Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Baca juga: Siapkan 8.888 Avatar, Lesti Kejora dan Rizky Billar Mulai Jual NFT Lewat Leslar Metaverse
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada