31.2 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Kredit Macet Meningkat, OJK Optimistis Fintech Lending Jadi Alternatif Investasi

Kendati terjadi peningkatan kredit macet pada Agustus 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) masih optimis fintech lending menjadi alternatif investasi bagi pemberi pinjaman dan juga alternatif bagi masyarakat yang membutuhkan pinjaman.

Pasalnya, menurut Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan, fintech lending tersebut memberikan akses kepada masyarakat yang tidak tersentuh lembaga keuangan konvensional seperti perbankan.

“Kami masih optimis bahwa penggunaan teknologi informasi pada industri P2P lending ini dapat menjadi alternatif bagi masyarakat baik dalam rangka investasi memberikan pinjaman, maupun alternatif mendapatkan pendanaan,” katanya kepada Duniafintech.com.

Terdapat Kredit Macet Rp462 triliun di Agustus 2021

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pinjaman financial technology (fintech) lending yang macet di atas 90 hari mencapai Rp462 miliar atau sebanyak 286.227 rekening peminjam per Agustus 2021.

Realisasi itu meningkat 5,32% dibandingkan Juli 2021 yang sebesar Rp439,85 miliar dengan jumlah rekening lebih banyak yaitu 316.137 rekening.

Berdasarkan data Statistik Fintech Lending periode Agustus 2021 yang dikeluarkan OJK, terlihat bahwa pinjaman macet tersebut berasal dari dua entitas, yaitu perseorangan dan badan usaha.

Dari total outstanding kredit macet sebesar Rp462 miliar tersebut, Rp408 miliar di antaranya berasal dari pinjaman milik perseorangan dengan 286.147 rekening , sementara sisanya yang sebesar Rp54 miliar berasal dari pinjaman milik badan usaha dengan 80 rekening.

Pilihan Sadar Investor

Bambang menjelaskan, meskipun terjadi kredit macet, platform pinjaman berbasis aplikasi ini tidak akan kehilangan investor maupun peminjamnya. Karena, dalam ekosistem fintech lending mengutamakan transparansi dalam setiap transaksinya, termasuk dalam hal risiko gagal bayar.

“Fintech Lending mengutamakan transparansi dari setiap transaksi mengingat kerugian atas gagal bayar akan ditanggung oleh pemberi pinjaman,” ujarnya.

Sehingga, ketika calon investor yang akan meminjamkan uangnya kepada calon peminjam, kedua belah pihak telah sama-sama menyadari risiko yang mungkin dihadapi ke depan.

Selain itu, kesepakatan antara kedua belah pihak juga telah terikat dengan perjanjian atau kontrak pinjam meminjam dana.

“Hal ini relevan di fintech lending, sebab pemberi pinjaman lah yang secara sadar memilih dan menentukan kepada siapa pinjaman akan disalurkan yang kemudian dilanjutkan dengan melakukan kontrak pinjam meminjam,” ucapnya.

Memperhatikan TWP90

Bambang mengingatkan, sebelum investor meminjamkan uangnya melalui salah satu platform P2P lending, ada baiknya memperhatikan Tingkat Wan-Prestasi 90 hari (TWP90) platform tersebut.

Karena proses pinjam meminjam uang di platform fintech lending berasaskan transparansi, setiap penyelenggara diwajibkan dan harus mencantumkan TWP90 yang ada di platformnya. Sehingga setiap calon investor dapat menilai efektivitas pengembalian pinjaman nasabahnya.

TWP90 sendiri adalah ukuran tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.

“Ini perlu diperhatikan, apabila peminjam terlambat membayar melewati jatuh tempo, maka terdapat wanprestasi terhadap kontrak yang dilakukan oleh peminjam,” tuturnya.

Adapun, TWP90 adalah indikator yang digunakan untuk melihat tingkat kredit macet penyelenggaraan fintech lending, fungsinya sama untuk melihat tingkat kredit macet atau non performing loan (NPL) di perbankan.

“Jika keterlambatan lebih dari 90 hari, maka disebut TWP90. Definisi tersebut perlu dipahami, sebab terdapat perbedaan bila dibandingkan dengan NPL pada industri jasa keuangan yang lain,” ujarnya.

Risiko Kredit Macet Ditanggung Investor

Menurutnya, hal ini perlu benar-benar diperhatikan oleh para calon pemberi pinjaman, karena setiap risiko yang ditimbulkan dari kredit macet tersebut akan ditanggung sepenuhnya oleh pemberi pinjaman.

“Dalam P2P lending, risiko kredit macet ini ditanggung oleh pemberi pinjaman,” ucapnya.

Selain itu, untuk meminimalkan risiko kerugian pada investor di industri ini, pemberi pinjaman dapat memanfaatkan asuransi kredit yang disediakan oleh beberapa platform fintech lending yang telah bekerja sama dengan perusahaan asuransi.

“Para pemberi pinjaman juga dapat memanfaatkan fasilitas asuransi kredit yang disediakan oleh beberapa platform P2P lending melalui kerja sama dengan perusahaan asuransi,” kata dia.

Memaksimalkan Skor Kredit

Bambang pun menuturkan, memitigasi risiko pinjaman tidak hanya dilakukan oleh calon investor, namun juga oleh penyelenggara platform pinjaman. Hal ini, sambungnya, dapat diaplikasikan melalui peningkatan kualitas skor kredit.

Peningkatan kualitas skor kredit tersebut, ucapnya, dapat dimaksimalkan oleh penyelenggara platform pinjaman melalui kerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran bayar di industri P2P lending.

“Penyelenggara diharapkan dapat memaksimalkan kualitas credit scoring dan memitigasi risiko-risiko yang muncul akibat pandemi Covid-19 melalui bekerja sama dengan berbagai pihak guna menjaga tingkat keberhasilan bayar di industri P2P lending,” tambahnya.

 

Penulis: Nanda Aria

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU