duniafintech.com – Pimpinan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menganjurkan adanya merger (penggabungan) perbankan berskala menengah kebawah, sebagai antisipasi keterpurukan keuangan dalam negeri lantaran wabah COVID-19 yang merebak.
Hal ini ia sampaikan pada pertemuan daring dengan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Lebih lanjut Wimboh menuturkan, hal ini merupakan upaya pencegahan sektor keuangan yang memburuk serta menyelamatkan kepercayaan publik.
“Hal ini merupakan pengandaian, apabila kita benar membutuhkannya. Mekanisme ini akan diterapkan jika jasa keuangan mengalami keterpurukan atas wabah COVID-19,”
“Jika tren negatif terjadi kepada satu atau dua perbankan, maka pihak OJK bisa mengatur sebagaimana biasanya,”
Landasan hukum merger perbankan ini tercantum pada Perpu 1 Tahun 2020 yang berisikan wewenang OJK untuk memberikan perintah tertulis kepada jasa keuangan melakukan merger, akuisisi, integrasi serta proses konversi apabila performa menurun. Ada pun ancaman penjara serta denda senilai Rp 1 Triliun menanti, jika korporat mengacuhkan aturan tersebut.
Baca juga:
- Malaysia Beri Lisensi pada Pertukaran Kripo Aset Di Tengah Wabah Covid-19
- Cegah ‘Efek Domino’ COVID-19, OJK Tindak Lanjuti Perpu 1 Tahun 2020
- Di Tengah Pandemi, AFPI Pertimbangkan Pengurangan Bunga Pinjaman
Pengamat: Merger Perbankan jadi ‘Skenario Terburuk’
Pengamat ekonomi keuangan INDEF, Eko Listiyanto mengatakan bahwa langkah ini sebagai ‘skenario terburuk’ andai perbankan mengalami keterpurukan.
Sementara itu, Wimboh menegaskan, langkah awal untuk mengantisipasi keterpurukan, yakni dengan menggunakan Bank Indonesia sebagai pemberi pinjaman dengan membeli bagian saham yang dimiliki jasa keuangan terkait.
Ada pun yang dimaksud Wimboh merujuk kepada peran bank sentral yang menawarkan pinjaman kepada bank dan institusi keuangan lainnya yang beresiko tinggi mengalami kolaps.
DuniaFintech/FauzanPerdana