duniafintech.com – Sebagai bentuk keringanan terhadap nasabah sekaligus menjaga kesehatan industri jasa keuangan, OJK terbitkan kebijakan restrukturisasi kredit debitur atau nasabah jasa keuangan yang terkena dampak langsung dan tidak langsung corona Covid-19. Aturan ini tercantum dalam POJK Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Kali ini, Persoalan mengenai restrukturisasi kredit debitur oleh perusahaan pembiayaan dijelaskan oleh Suwandi Wiratno selaku Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) dalam diskusi “Memahami Kebijakan Relaksasi Kredit di Perusahaan Pembiayaan” yang dilaksanakan di GP ANSOR via aplikasi Zoom pada 10 April 2020 lalu.
Suwandi menjelaskan tidak ada batas waktu maksimal untuk mengajukan keringanan ini. Kebijakan ini akan terus menerus serta diharapkan dapat bisa dilakukan secepatnya. Dengan banyaknya permohonan restrukturisasi kredit debitur yang masuk, hasil asesmen akan kami usahakan secepatnya. Karena kami juga harus menyerahkan kewajiban laporan bulanan kepada OJK. Jika proses permohonan keringanan debitur diterima, seperti disebutkan Ketua OJK, maka status debitur akan berubah langsung menjadi lancar. Status ini dapat membantu debitur agar mudah untuk mengajukan kredit lagi, ke depannya.
Baca Juga:
- OJK: Merger Perbankan jadi Upaya Terakhir Selamatkan Sektor Keuangan Negeri
- Cegah ‘Efek Domino’ COVID-19, OJK Tindak Lanjuti Perpu 1 Tahun 2020
- Di Tengah Pandemi, AFPI Pertimbangkan Pengurangan Bunga Pinjaman
Pihak APPI tidak menampik adanya cabang-cabang perusahaan pembiayaan yang belum mendapat arahan dari kantor pusat. Oleh sebab itu dia berharap, kini kantor pusat perusahaan pembiayaan telah memberikan arahan yang jelas. APPI memiliki 34 cabang di daerah dan secara rutin berkomunikasi untuk memantau permasalahan yang ada di daerah. APPI di daerah juga berkoordinasi dengan OJK Daerah. Dengan kata lain, debitur dapat mengajukan permohonan restrukturisasi yang dikirimkan langsung ke perusahaan pembiayaan pusat dan ditembuskan juga ke APPI dan OJK daerah.
Suwandi memberi contoh kasus, debitur di bisnis pariwisata. Saat kegiatan transportasinya berhenti, maka penghasilan pun menjadi nol. Jika pebisnis tersebut masih memiliki usaha lain selain pariwisata, tentunya Suwandi berharap masih ada pembayaran cicilan, bisa hanya setengah dari tagihan atau bunganya saja. Namun jika hanya bisnis pariwisata satu-satunya sumber pendapatan, maka perusahaan pembiayaan akan me-reschecule selama 3 bulan, 6 bulan, atau 9 bulan sampai bisnis sang debitur pulih kembali dengan prediksi turis lokal akan meningkat.
Suwandi menambahkan jika nasabah adalah pelaku UMKM ingin menyelesaikan cicilannya karena adanya wabah corona ini bisa jadi akan mendapat pengembalian dana yang sudah dibayarkan sebelumnya. Namun, kita harus melihat dulu debitur tersebut sudah membayar berapa lama. Jika telah membayar 36 bulan dan sisa 3 bulan, sebaiknya sisanya dilunasi. Tapi jika cicilan masih panjang, misalnya baru jalan 2 bulan dan masih ada cicilan 58 cicilan mungkin bisa dipertimbangkan.
(DuniaFintech/VidiaHapsari)