30.5 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Perbedaan Pegadaian Syariah dan Konvensional, Mana yang Anda Pilih?

JAKARTA, duniafintech.com – Perbedaan pegadaian syariah dan konvensional tentu harus diketahui lebih dulu sebelum mengajukan pinjaman di Pegadaian. Pasalnya sistem Pegadaian di Indonesia ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu pegadaian syariah dan pegadaian konvensional.

Pegadaian Syariah hadir seiring dengan diminatinya layanan keuangan syariah di Indonesia. Karena mayoritas penduduk yang tinggal di Indonesia beragama Islam. Kata gadai dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti meminjam uang dalam batas waktu tertentu dengan menyerahkan barang sebagai tanggungan, jika telah sampai pada waktunya tidak ditebus, barang itu sudah menjadi hak yang memberi pinjaman.

Lantas, apa perbedaan pegadaian syariah dan konvensional jika keduanya sama-sama memberikan pinjaman dengan jaminan barang? Simak selengkapnya dalam artikel berikut ini.

Perbedaan Pegadaian Syariah dan Konvensional

Berikut adalah perbedaan kedua lembaga keuangan tersebut, antara lain:

  1. Landasan Hukum

Perbedaan pegadaian syariah dan konvensional yang pertama terletak pada landasan hukumnya, yang mana landasan hukum pegadaian syariah ini sama dengan perbankan syariah.

Landasan hukum yang ada di pegadaian syariah, yaitu berdasarkan hukum syariah Al-Quran, hadist, dan fatwa ulama tentang bermuamalah tidak secara tunai.

Sementara landasan hukum yang ada di pegadaian konvensional, yaitu peraturan nasional dan internasional berdasarkan hukum yang berlaku.

  1. Akad

Dalam melakukan kegiatannya, pegadaian syariah mengikuti hukum syariah yang dalam fiqih Islam yang disebut dengan akad al-Rahn atau sesuatu yang tetap. Pengertian al-rahn dalam pegadaian syariah adalah tetap, kekal, dan menahan suatu barang sebagai pengikat utang.

Mengutip Kompas dari buku Kedudukan Sistem Pegadaian Syariah, pengertian al-rahn pada pegadaian syariah adalah perjanjian penyerahan barang sebagai jaminan utang sehingga orang yang bersangkutan boleh mengambil utang.

Sekilas jika memahami penjelasan di atas, tentu pegadaian syariah ini tidak jauh berbeda dengan pegadaian konvensional karena sama-sama membutuhkan barang jaminan dalam kegiatan transaksinya.

Namun, adanya perbedaan antara pegadaian syariah dan pegadaian konvensional dapat terlihat pada aturan akad rahn tersebut.

Dalam fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn, menjelaskan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan tetapi dengan beberapa ketentuan, yaitu:

  • Pemberi pinjaman mempunyai hak untuk menahan aset atau barang jaminan sampai semua utang peminjam sudah dilunasi.
  • Barang jaminan dan manfaatnya masih tetap menjadi milik peminjam.
  • Pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan pada dasarnya menjadi kewajiban peminjam, namun dapat dilakukan juga oleh pemberi pinjaman.
  • Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang jaminan, sebelumnya tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
  • Apabila pinjaman sudah jatuh tempo, maka pemberi pinjaman harus memberikan peringatan kepada peminjam untuk segera melunasi utang-utangnya.
  • Apabila seorang peminjam masih belum bisa melunasi utangnya, maka barang jaminan tersebut akan dijual paksa melalui lelang sesuai syariah.
  • Hasil penjualan barang jaminan tersebut akan digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
  • Kelebihan dari hasil penjualan barang jaminan tadi akan menjadi milik peminjam dan kekurangannya menjadi kewajiban peminjam.
  1. Sistem Pembayaran Biaya

Perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional juga dapat dilihat dari sistem pembayaran biaya dan ongkos penyimpanan barang jaminan.

Jika dalam pegadaian syariah ada nasabah yang tidak mampu membayarkan pinjamannya, maka nasabahnya tidak akan dikenakan bunga atas pinjaman.

Melainkan, nasabahnya akan dikenakan biaya sewa penitipan, pemeliharaan, dan penjagaan atas barang jaminan yang telah digadaikan.

Jika nasabah masih belum bisa membayar semua utangnya, meski pinjaman sudah ditangguhkan dan tidak mampu membayar ongkos serta biaya penyimpanan, maka barang jaminan tersebut akan dilelang atau dijual untuk menutupi biaya-biaya tersebut.

Kemudian, jika nanti ada kelebihan dari sisa uang lelang, maka uang tersebut akan dikembalikan kepada nasabah. Namun, jika uang kelebihan tersebut tidak diambil oleh nasabah dalam kurun waktu satu tahun, maka uang tersebut akan diserahkan kepada lembaga zakat, infaq, dan shadaqah sebagai denda.

Baca Juga:

Begitupun sebaliknya, jika penjualan dari barang jaminan masih kurang dari jumlah biaya-biaya yang dikeluarkan, maka nasabah harus menanggung semua kekurangannya.

Pegadaian syariah akan mengambil keuntungan atau margin untuk menjalankan operasionalnya dari ongkos atau biaya tersebut.

Sistem pembayaran ini sangat berbeda dengan pegadaian konvensional yang akan membebankan bunga kepada para nasabahnya dan mencari untung dari sistem bunga tersebut.

Bunga pinjaman pegadaian biasanya ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman yang diajukan oleh nasabah. Jika nilai pinjamannya semakin besar, maka bunga yang akan dibebankan juga semakin besar.

Umumnya, besaran bunga pinjaman di pegadaian konvensional akan semakin naik. Misalnya, jika perhitungan biaya pinjaman terjadi setiap 15 hari kemudian, maka pada hari ke-16 dan seterusnya bunga pinjaman itu akan terus naik.

Demikianlah tadi informasi mengenai perbedaan pegadaian syariah dan konvensional. Dari penjelasan diatas, maka sudah dapat terlihat mengenai keunggulan pegadaian syariah, yakni tidak terlalu membebankan nasabah peminjam. Jadi, Anda bisa memilih pegadaian syariah sebagai solusi keuangan Anda.

 

 

 

 

Penulis: Kontributor / M. Raihan Muarif

Editor: Anju Mahendra

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU