Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate mengungkapkan bahwa saat ini serangan siber terjadi luar biasa masif di Indonesia.
Sepanjang 2021 saja, misalnya, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat terdapat sebanyak 888.711.736 serangan siber di Indonesia. Total ancaman siber tersebut, jika dikalkulasikan setara dengan 42 ancaman setiap detiknya.
“Sepanjang tahun 2021 Badan Siber dan Sandi Negara BSSN mencatat ada 888.711.736 ancaman siber di Indonesia, atau setara dengan 42 ancaman setiap detiknya,โ katanya dalam acara OJK Virtual Innovation Day 2021, Selasa (12/10).
Plate pun menjelaskan, ancaman siber tersebut menjadi perhatian luas dari pelaku industri digital di dalam negeri, maupun masyarakat. Hal itu terungkap di dalam forum digital yang digelar oleh Kemenkominfo beberapa waktu lalu.
Keamanan Fintech Dipertanyakan
Pada forum ekonomi digital Kominfo tersebut, ditemukan fakta bahwa terkait sektor keuangan digital atau fintech dan pinjaman online di Indonesia mendapatkan sorotan yang paling banyak.
Pasalnya, pada industri tersebut kerap kali ditemukan kebocoran data dan penyalahgunaan data pengguna yang kemudian bermuara pada ancaman atau kerugian bagi pemilik data tersebut.
Selain itu, tantangan lain di ruang digital juga ditandai dengan maraknya persebaran berbagai macam konten negatif, termasuk penipuan daring yang sering jadi permasalahan di dunia fintech.
“Kami menerima berbagai laporan masukan, isu-isu dari pelaku industri fintech. Di antaranya terkait tata kelola data, pengembangan industri fintech, termasuk pemblokiran layanan ilegal, edukasi kepada masyarakat, dan keamanan siber,” ujarnya.
Di sisi lain, berdasarkan laporan dari Stanford University pada 2021 juga tercatat bahwa 88% kebobolan maupun pelanggaran keamanan siber disebabkan oleh faktor kelalaian manusia.
Meningkatkan Literasi Digital Masyarakat
Untuk mengantisipasi kejadian yang merugikan masyarakat tersebut, Kemenkominfo melakukan berbagai langkah-langkah mitigasi, seperti mengibas gerakan nasional literasi digital.
Dalam gerakan nasional ini, Kemenkominfo memperkuat literasi digital tingkat dasar masyarakat agar semakin mahir menavigasikan diri di dunia maya, sehingga daoat terhindar dari berbagai hal yang dapat merugikan masyarakat.
“Sekaligus melindungi diri dan sesama dari hoax, misinformation, penipuan, maupun aktivitas ilegal lainnya di ruang digital,” ucapnya.
Dia menjelaskan, gerakan nasional ini berisikan pelatihan-pelatihan digital basic skill, yang mencakup empat kurikulum, di antaranya berkaitan dengan digital skill atau kecakapan digital, keamanan digital, budaya digital, dan etika digital.
“Etika digital ini dibutuhkan bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan sosial media secara bijak,” tuturnya.
Pelatihan ini pun pada tahun ini telah diikuti sebanyak 12,5 juta. Diharapkan setiap tahunnya akan terus ada pelatihan atau gerakan nasional literasi digital seperti ini untuk terus mengasah kemampuan digital masyarakat.
“Kalau ada 12,5 juta peserta, mudah-mudahan setiap tahun 12,5 juta sehingga tahun 2024 nanti setidaknya ada 50 juta rakyat Indonesia yang telah mengambil bagian dalam literasi digital tingkat basic,” tambahnya.
Memblokir Konten Ilegal
Plate pun mengungkapkan, untuk menciptakan ruang digital yang positif bagi masyarakat, pihaknya bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan sejumlah kementerian dan lembaga terkait telah melakukan pemblokiran terhadap konten finansial teknologi atau fintech yang dianggap melanggar hukum.
Dia memaparkan sejak tahun 2018 hingga 10 Oktober 2021, pihaknya telah memblokir 4.873 konten fintech yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, konten-konten yang telah diblokir tersebut adalah milik platform pinjaman online (pinjol) yang tersebar di berbagai kanal seperti sosial media, market place, website, aplikasi, dan layanan digital lainnya.
“Kami telah lakukan pemutusan akses untuk konten yang dilarang. Dalam hal ini tidak diberi ruang pada konten ilegal atau tidak sejalan aturan perundang-undangan agar ruang digital kita lebih bermanfaat bagi kepentingan masyarakat,” ujarnya.
Adapun, pemblokiran tersebut telah sesuai dengan ketentuan mengenai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo No.5/2020 tentang penyelenggaraan sistem elektronik secara privat.
Aturan tersebut merupakan terjemahan dari Peraturan Pemerintah No.71/2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik.
“Selain diwajibkan mendaftar ke Kemenkominfo, PSE juga diwajibkan untuk memastikan konten yang dikelola tidak melanggar peraturan perundang-undangan dan memberikan akses sistem elektronik bagi kepentingan penegakan hukum,” terangnya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra