Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti maraknya praktik pinjol ilegal yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini, yang justru membuat banyak orang menderita.
Dia mengungkapkan, perkembangan teknologi digital yang semakin pesat membawa berbagai perubahan dalam kehidupan masyarakat, salah satunya terjadi di sektor keuangan di mana memunculkan berbagai varian dalam teknologi finansial.
Hanya saja, berbagai perkembangan teknologi yang terjadi di sektor keuangan tersebut ternyata juga membawa dampak buruk bagi masyarakat. Keawaman masyarakat dalam mengakses keuangan digital kerap dimanfaatkan oleh pinjol untuk mengeksploitasi nasabahnya.
โSaya pikir kita semua sekarang melihat contoh yang tidak baik, seperti pinjaman online, di mana orang menderita akibat praktik pinjol ilegal semacam ini,โ katanya dalam Diskusi Strengthen Islamic Economy and Financial in The Post Pandemic Era, Digitalization, and Sustainability, Selasa (26/10).
Mengatur Ekosistem Fintech di Indonesia dengan Nilai Islam
Karena itu, dia mengajak seluruh pihak terkait untuk menciptakan sejumlah aturan untuk menjaga ekosistem finansial teknologi atau fintech agar dapat menjadi sektor keuangan yang inklusif.
โBagaimana kita menggunakan teknologi digital ini, termasuk fintech untuk menciptakan dan mengimplementasikan lebih jauh apa yang kita sebut sebagai kerangka peraturan, yang mencerminkan penyesuaian serta praktik keuangan yang tidak eksploitatif,” ujarnya.
Sri Mulyani pun mendorong agar perkembangan teknologi digital di sektor keuangan ini dapat menerapkan nilai-nilai yang islami agar dapat melindungi segenap masyarakat dari berbagai praktik yang eksploitatif.
โKarena jika kita tidak benar-benar melihat teknologi digital yang sangat detail, termasuk keuangan digital dapat menciptakan eksploitasi,” tuturnya.
Oleh sebab itu, dia berkomitmen untuk mengajak otoritas lainnya untuk bersama-sama menciptakan kerangka peraturan untuk mengimplementasikan kebijakan fintech yang lebih bertanggung jawab.
“Saya rasa merupakan salah satu tantangan bagi asosiasi ekonom untuk berpikir keras. Kita harus mampu merancang kerangka peraturan, merancang lembaga yang mengimplementasikan kerangka peraturan dan memastikan lembaga itu harus cukup kredibel,” ucapnya.
Mendorong Praktik Fintech yang Bertanggung jawab
Sri Mulyani menuturkan, untuk mengembangkan fintech sesuai dengan nilai islam, maka diperlukan kerangka peraturan, merancang institusi yang mencerminkan penyesuaian serta praktik keuangan yang adil dan bertanggung jawab.
โIni cara untuk menciptakan lebih banyak inklusi keuangan di tempat yang aman dan adil, bukan eksploitatif bagi mereka yang kurang mampu secara harfiah di sisi keuangan,” ujarnya.
Meski demikian, Menkeu optimistis bahwa ekonomiย syariah bisa berkembang dan beradaptasi dengan teknologi digital. Hal itu terbukti dengan perkembangan lembaga keuangan berskala mikro.
“Kami melihat Baitul Mal wat Tamwil (BMT) punya peran yang penting dalam menyediakan alternatif keuangan dan menciptakan daya tahan di tengah pandemi ini. Dengan memakai atau menjalankan teknologi digital global Islam yang pasti akan menyediakan platform ini dengan biaya yang jauh lebih murah,” tukasnya.
AFPI Turunkan Bunga Pinjaman 50%
Sebelumnya, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) telah mengumumkan penurunan batas bunga pinjaman pinjol hingga 50%, menjadi tidak melebihi suku bunga flat 0,4% per hari.
Biaya pinjaman ini sudah meliputi total bunga, biaya pinjaman dan biaya-biaya lain di luar biaya keterlambatan. Hal tersebut, disampaikan oleh Adrian Gunadi, Ketua Umum AFPI dalam Diskusi Media, Jumat (22/10).
โKami sudah melakukan review dan kesepakatan untuk menurunkan batas atas maksimal pinjaman bunga sampai kurang lebih 50% tentunya sebagai salah satu upaya agar Fintech Pendanaan Bersama ini lebih terjangkau sehingga masyarakat bisa membedakan yang ilegal dan resmi dengan harganya yang sangat kompetitif,โ jelas Adrian.
Di samping itu, sebagai bagian dari usaha AFPI untuk ikut berperan aktif memberantas pinjol ilegal, AFPI juga sudah melakukan penyusunan kode etik asosiasi.
Kode etik ini berkaitan denganย pembatasan bunga asosiasi, tata cara penagihan, ketentuan mengenai akses data, pembentukan komisi etik, yang kesemuanya sudah dibangun oleh asosiasi sejak tiga tahun lalu, dan bertujuan untuk membedakan antara pinjol legal dan ilegal.
AFPI juga sudah melakukan tindakan tegas anggota APFI yang berafiliasi dengan pinjol ilegal, mengadakan sertifikasi yang berkaitan dengan agen debt collection, dengan harapan bisa memberikan standar aspek penagihan yang sesuai dengan code of conduct, pedoman perilaku yang menjadi dasar operasional pinjol legal.
Sedangkan, yang berkaitan dengan pengaduan masyarakat, AFPI telah memiliki Layanan Pengaduan AFPI (JENDELA) di hotline 150505 atau email ke: [email protected].ย Laporan tersebut akan AFPI tindaklanjuti demi meningkatkan kedisiplinan semua anggota AFPI.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra