26.8 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Terungkap! Ini Faktor Pemicu Maraknya Kasus Gagal Bayar Fintech P2P Lending

JAKARTA, duniafintech.com – Permasalahan gagal bayar fintech peer to peer atau P2P Lending menjadi fenomena yang belakangan ini marak terjadi.

Akibatnya, lender pun serentak menggugat platform fintech peer to peer lending lantaran permasalahan gagal bayar fintech P2P lending ini.

Adapun contoh fintech peer to peer lending yang sudah digugat para lender, yaitu Investree, iGrow, dan TaniFund.

Terkait hal itu, Pengamat Teknologi sekaligus Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menyebut bahwa fintech peer to peer lending sebenarnya terus bertumbuh karena demand yang juga sangat tinggi. 

Baca juga: Ini Kata AFPI soal Masalah Gagal Bayar di Industri Fintech Lending

Namun, kata dia, masalah gagal bayar fintech peer to peer Lending juga tinggi. Dia menyampaikan bahwa salah satu penyebabnya adalah pengenaan bunga yang tinggi. 

“Sekarang per hari 0,3%. Artinya, satu bulan itu 9% dan satu tahun 98%. Hal itu sangat jauh dari bunga bank. Tingginya bunga membuat orang merasa berat untuk bisa mengembalikan pinjaman,” ucapnya, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Selasa (23/1/2024).

Pinjaman untuk Hal Konsumtif

Di samping itu, imbuh Heru, penyebab lainnya adalah kebanyakan pinjaman dipakai untuk hal konsumtif dan dipakai untuk judi online.

Dalam hal ini, dirinya tidak memungkiri bahwa masalah gagal bayar itu memang membuat fintech P2P lending menggencarkan penagihan. 

Meski demikian, kerap kali penagihan malah memang cenderung agresif dan beberapa kasus ada juga yang intimidatif. 

Baca juga: Gagal Bayar Pinjol, Ketahui Risiko dan Solusi Menghadapinya

“Memang dilema, tetapi penagihan memang harus ada juga aturan dan etikanya. Kalau saya melihat, persoalan bukan di penagihannya, melainkan keinginan peminjam mengembalikan pinjaman,” jelasnya.

Perlu Profiling Ketat

Maka dari itu, ia menyampaikan bahwa perlu ada profiling calon peminjam yang ketat. Kata dia lagi, fintech lending pun harus memiliki peran mengarahkan borrower agar meminjam untuk hal produktif dibanding konsumtif. 

Lebih jauh, Heru pun menyarankan bahwa sebaiknya fintech peer to peer atau P2P lending harus mengubah tolok ukurnya dari kuantitas jumlah peminjam atau nominal ke pinjaman berkualitas.

Baca juga: Meski Dibayangi Kasus Kredit Macet, Fintech P2P Lending Masih Diminati Investor

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU