28.2 C
Jakarta
Minggu, 22 Desember, 2024

Ada Kemajuan, Twitter Sediakan Notif dan Kontak bagi Korban Pembungkaman di Medsos

JAKARTA, duniafintech.com – Twitter mengklaim bakal memberi pendampingan terkait masalah kebebasan berekspresi, setidaknya di kawasan Indonesia, Malaysia, dan Filipina. 

Hal itu terjadi di tengah tekanan dari Elon Musk sebagai calon pemilik baru.

Diketahui, sejumlah kasus serangan digital kerap terjadi terutama terhadap aktivis, jurnalis, atau warganet yang vokal mengkritik kebijakan pemerintah. Bentuknya, perundungan atau bullying daring, penyebaran data pribadi atau doxing, hingga pembajakan akun.

“Twitter mengumumkan perluasan layanan notifikasi #ThereIsHelp dan Layanan Notifikasi Kebebasan Berekspresi pada 27 Mei 2022 di Indonesia, Malaysia, dan Filipina,” demikian dikutip dari keterangan tertulis Twitter.

“Layanan ini hadir sebagai bagian dari usaha berkelanjutan Twitter untuk melindungi dan mempromosikan kebebasa berinternet (#OpenInternet) secara global,” lanjut pernyataan itu.

Baca juga: Wajib Coba Nih! 12 Cara Mendapatkan Uang dari Twitter

Melansir CNN Indonesia, Sabtu, sebagai bagian dari kebijakan ini, Twitter mengaku bermitra dengan lembaga negara dan organisasi masyarakat sipil, seperti Komnas HAM, LBH Jakarta, dan SAFEnet.

“Layanan notifikasi ini akan muncul di Twitter setiap kali orang-orang mencari informasi dengan menggunakan kata kunci yang berhubungan dengan kebebasan berekspresi,” lanjut Twitter.

Selain itu, nomor hotline dari organisasi masyarakat sipil lokal yang menjadi mitra Twitter dan tautan situs resmi mereka akan tersedia bagi orang-orang yang membutuhkan dukungan terkait masalah kebebasan berekspresi dan hak-hak digital.

“Misi kami di Twitter adalah melayani percakapan publik. Kami percaya bahwa kebebasan berekspresi dan mendapatkan akses terbuka untuk mengakses #OpenInternet adalah hal fundamental dari hak asasi manusia,” kata Monrawee Ampolpittayanant, Kepala Kebijakan Publik dan Filantropi Asia Tenggara Twitter, dalam keterangan pers yang sama.

“Beragam tekanan kuat mendorong regulasi internet di Asia Tenggara untuk menyoroti berbagai tantangan dan implikasinya, terutama bagi kelompok masyarakat yang rentan,” lanjutnya.

Baca juga: Instagram Segera Rilis Fitur NFT, Ikuti Jejak Twitter

Berdasarkan laporan SAFEnet, serangan siber, berupa pembajakan akun media sosial hingga perundungan di dunia maya, meningkat kala ada penentangan publik yang kuat terhadap kebijakan Pemerintah.

“Pada 2020, 36,2 persen masyarakat Indonesia tidak merasa bebas untuk berpendapat di media sosial dan banyak yang mengungkapkan bahwa mereka mengalami pelecehan atau kekerasan secara online,” ungkap Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto, dalam rilis yang sama.

Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komas HAM, menambahkan pihaknya siap bermitra dengan Twitter untuk menjamin kebebasan berekspresi.

“Kebebasan berekspresi adalah inti dari hak asasi manusia dan demokrasi. Setiap warga negara memiliki hak untuk mengutarakan pendapatnya secara konstruktif dan dilindungi oleh hak konstitusional secara bersamaan,” ungkap dia.

“Komnas HAM mengapresiasi berbagai inisiatif seperti #ThereIsHelp, yang memberikan arahan bagi organisasi dalam menyediakan informasi penting terkait kebebasan berekspresi dan akses untuk mendapatkan keadilan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan mandat dari Komnas HAM yaitu memastikan perlindungan terhadap kebebasan berekspresi di Indonesia,” imbuhnya.

Sementara itu, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana menambahkan hak atas keterbukaan informasi, partisipasi, serta kemerdekaan berpendapat dan berekspresi adalah hak dasar yang dimiliki oleh warga negara dalam demokrasi.

“LBH Jakarta sebagai institusi yang aktif mendorong penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM serta tegaknya Demokrasi, mengapresiasi langkah Twitter dalam memberikan ruang aman bagi penggunanya untuk dapat berekspresi dan berpendapat dalam ranah digital,” ujar Arif.

Diberitakan sebelumnya, calon pemilik baru Twitter Elon Musk hendak melepasliarkan akun-akun yang pernah diblokir karena menyebar hoaks dan pernyataan provokatif, termasuk akun mantan Presiden AS Donald Trump yang pernah memicu kerusuhan di Pilpres AS 2019.

“Yang saya maksud dengan ‘kebebasan berpendapat’ hanyalah yang sesuai dengan hukum. Saya menentang sensor yang jauh melampaui hukum,” kicaunya, dalam sebuah utas, Rabu (27/4).

“Jika ingin kebebasan berbicara dikurangi, orang-orang akan meminta pemerintah untuk meloloskan undang-undangnya. Oleh karena itu, melampaui hukum bertentangan dengan kehendak rakyat,” pungkasnya.

Baca juga: Astaga! Didenda 2 Triliun, Twitter Dituding Pakai Data Pengguna Secara Ilegal

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU