JAKARTA, duniafintech.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total utang negara hingga 2021 lalu mencapai Rp 6.908,87 triliun. Nilai tersebut setara dengan 41% dari produk domestik bruto (PDB).
Hal ini pun menjadi perdebatan dan pertanyaan berbagai pihak, kenapa Indonesia terus berutang. Menjawab hal itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa hal itu dilakukan guna menyelamatkan masyarakat dari tekanan pandemi Covid-19.
“Kita dihadapkan pilihan, kalau penerimaan turun, sementara masyarakat itu terancam seperti kesehatan, PHK, sosial, ekonomi ambruk, bahkan sektor keuangan mengalami krisis,” katanya dalam webinar Economic Outlook 2022, Selasa (22/3).
Oleh sebab itu, negara terpaksa meningkatkan utang untuk dapat menopang beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terlebih APBN menjadi instrumen utama dalam menghadapi shock akibat pandemi Covid-19.
Bahkan, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan diperbolehkannya defisit APBN diatas 3% dari PDB. Kebijakan itu keluar untuk menopang masyarakat dari krisis ekonomi dan kesehatan.
“Kita gunakan untuk kesehatan, dari menyelenggarakan kapasitas faskes, kita lihat TNI-Polri, Pemda, Pempus semua RS di upgrade, kita menyediakan berbagai tempat isolasi, bed, alat PCR, vaksin itu diadakan pemerintah dalam rangka melindungi rakyat, rasanya masyarakat sudah lupa itu,” ujarnya.
Dengan utang negara yang masih belum mencapai titik maksimalnya, yakni 60% dari PDB, menurutnya itu menjadi bantalan kuat untuk dapat memulihkan perekonomian.
“Karena dengan pemulihan ekonomi, penerimaan negara melonjak lagi, jadi kalau ditanya kenapa utang, ya karena kita bisa mendapatkan penerimaan waktu ekonomi pulih kembali, itu yang dipakai untuk membayar utang tadi,” ucapnya.
Sebagai “tools”, lanjutnya, pada saat dibutuhkan APBN harus siap bekerja keras, namun pada saat kondisi perekonomian sudah mulai pulih, APBN juga harus bisa menyehatkan diri.
Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa di tengah pandemi Covid-19 pada 2022 ini, fondasi perekonomian Indonesia telah semakin kuat. Salah satu fondasi utama penopang perekonomian adalah penanganan pandemi Covid-19 itu sendiri.
“Perekonomian kita sepanjang 2020-2021 juga terus bergerak, tidak pernah berhenti, salah satunya karena tidak pernah lockdown, dan ini mempermudah untuk mengakselerasi perekonomian di 2022,” katanya.
Kemudian adalah reformasi struktural dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Instrumen yang terdapat dalam UU tersebut adalah penyederhanaan investasi yang memberikan kemudahan investor untuk berinvestasi.
“Diterbitkannya UU Ciptaker, dilakukan peneyderhanaaan birokrasi untuk investasi, ini fondasi besar yang hasilnya kita mulai lihat dan nikmati di 2022 ini,” imbuhnya.
Kemudian, juga langkah hilirisasi yang digalakan pemerintah turut memberikan dampak positif bagi perekonomian dalam negeri. Pasalnya, bahan baku yang dihasilkan tidak lagi diekspor, melainkan diubah menjadi barang yang memiliki nilai tambah lebih.
Selain itu, faktor yang dapat mendorong perekonomian Indonesia adalah ekonomi digital. Hal tersebut semakin bertumbuh karena adanya pandemi Covid-19 yang memaksa akselerasi digitalisasi di dalam negeri.
“Fondasi ekonomi digital sebagai basis ekonomi baru juga sudah cukup kuat di tahun lalu, telah lahir decacorn dan unicorn di dalam negeri, ini sebagai bukti bahwa infrastruktur digital semakin meluas dan kondusif,” ucapannya.
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada