JAKARTA, duniafintech.com – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia mengalami penurunan di bulan Juli 2022. Tercatat sebesar US$400,4 miliar di bulan Juli 2022, jika dibandingkan bulan sebelumnya US$403,6 miliar dolar.
Baca juga:Â Bank Indonesia Tidak Bijak Anggap Kripto Jadi Ancaman Keuangan Global
Kepala Departmen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan perkembangan tersebut disebabkan oleh penurunan Utang Luar Negeri (ULN) sektor publik (Pemerintah dan Bank Sentral) maupun sektor swasta. Secara tahunan posisi ULN Juli 2022 mengalami kontraksi sebesar 4,1 persen (yoy).
“Lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2 persen (yoy),” kata Kepala Departmen Komunikasi BI Erwin Haryono.
Untuk posisi Utang Luar Negeri (ULN) pemerintah, Erwin menjelaskan posisi bulan sebelumnya sebesar US$187,3 miliar mengalami penurunan sebesar US$185,6 miliar. Secara tahunan, ULN pemerintah mengalami kontraksi sebesar 9,9 persen (yoy). lebih dalam dibandingkan dengan kontraksi pada Juni 2022 yaitu sebesar 8,6 persen (yoy).
Baca juga:Â Berita Fintech Hari ini: Inisiatif QR Cross Border Bank Indonesia
Menurutnya penurunan ULN pemerintah terjadi akibat adanya pergeseran penempatan dana oleh investor nonresiden di pasar Surat Berharga Negara (SBN) domestik sejalan dengan masih tingginya ketidapastian di pasar keuangan global. Sementara itu, instrumen pinjaman mengalami kenaikan posisi dari bulan sebelumnya digunakan untuk mendukung pembiayaan program dan proyek.
“Baik untuk penanganan Covid-19, pembangunan infrastruktur maupun untuk pembangunan proyek dan program lainnya,” kata Kepala Departmen Komunikasi BI Erwin Haryono.
Sedangkan untuk posisi Utang Luar Negeri (ULN) swasta, Erwin Haryono menjelaskan posisi Utang Luar Negeri (ULN) pada bulan sebelumnya sebesar US$207,7 miliar mengalami penurunan sebesar US$206,3 miliar. Menurutnya perkembangan tersebut disebabkan oleh kontraksi ULN lembaga keuangan (financial corporations) dan perusahaan bukan lembaga keuangan (non financial corporation).
“Masing-masing sebesar 2,0 persen (yoy) dan 0,9 persen (yoy) terutama karena pembayaran neto surat utang,” kata Kepala Departmen Komunikasi BI Erwin Haryono.
Baca juga:Â Bank Indonesia Tarik Peredaran Uang Rupiah Tahun Emisi 1995
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com