25.9 C
Jakarta
Sabtu, 20 April, 2024

Ada Aturan Baru bagi Fintech P2P Lending, Begini Tanggapan AFPI

JAKARTA, duniafintech.com – Aturan terbaru bagi industri fintech peer-to-peer (P2P) lending sudah dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal itu pun mendapat tanggapan dari Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI).

Menurut AFPI, mereka meyakini bahwa regulasi teranyar ini bakal mendapat dukungan dari semua pemain. Pasalnya, hal itu dianggap menjadi cerminan penguatan perlindungan konsumen.

Disampaikan Ketua Umum AFPI sekaligus Co-Founder & CEO PT Investree Radhika Jaya (Investree), Adrian Gunadi, pihaknya meyakini bahwa pengetatan sejumlah persyaratan operasional tidak bakal memberatkan para pemain. Hal itu karena aturan persyaratan ini punya tujuan untuk meningkatkan kualitas bisnis dan layanan industri itu sendiri. 

“Ini secara otomatis dapat menyortir pemain fintech lending supaya hanya yang lebih andal yang mampu bertahan serta mampu bersaing dengan pemain yang sudah ada, terutama pemain yang sudah memiliki model bisnis yang lebih berkesinambungan,” katanya, seperti dikutip dari Bisnis.com, Sabtu (5/2/2022).

Di samping itu, sambungnya, regulasi terbaru yang diluncurkan oleh pihak otoritas ini pun bakal turut menjadi penegasan sejumlah isu soal etika bisnis dan operasional penyelenggaraan P2P lending, yang sementara ini baru tercantum di Pedoman Etika Bisnis dan Etika Kerja AFPI.

Karena itu, ia berharap kepastian regulasi ini bisa membuat pengguna platform dari sisi pemberi pinjaman (lender) ataupun peminjam (borrower) lebih memperoleh keamanan dan kenyamanan. Pasalnya, beberapa masalah yang selama ini masih mengganjal sudah punya sanksi yang jelas dan lebih berdampak.

“Menurut kami, ini sesuatu yang harus dinilai positif sebagai salah satu upaya pemerintah untuk melindungi rakyatnya, selain untuk dapat membantu perekonomian negara juga,” sebutnya.

Adapun penyaluran pinjaman industri pendanaan bersama yang diisi sebanyak 96 platform konvensional dan 3 platform syariah sepanjang 2021 ini mencapai Rp155,97 triliun. Angka itu berasal dari pendanaan oleh kurang lebih 103 juta lender kepada lebih dari 297,8 juta entitas borrower.

Sementara itu, mengacu pada data OJK per Desember 2021, outstanding hanya tersisa Rp29,88 triliun dari 17,2 juta rekening borrower aktif, dengan tingkat gagal bayar bertahan di 2,29 persen.

Hal itu pun mencerminkan gambaran bahwa industri P2P lending sudah berhasil menjadi pelengkap ekosistem layanan keuangan Indonesia, khususnya di ranah pinjaman bernilai kecil dan bertenor singkat.

Di sisi lain, setidaknya terdapat sejumlah poin aturan baru yang dicantumkan oleh OJK di dalam regulasi yang akan menggantikan POJK 77/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tersebut.  Poin itu, misalnya, dalam hal kepemilikan platform, bentuk badan hukum, modal pendirian, nilai ekuitas, batas maksimum pendanaan, pemegang saham pengendali, serta penambahan sejumlah larangan baru demi meningkatkan perlindungan konsumen, seperti tata cara penagihan.

 

 

Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama

Editor: Anju Mahendra

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Iklan

ARTIKEL TERBARU

LANGUAGE