27.1 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Apa Itu Investasi Lump Sum? Kenali dan Simak Tips Berikut untuk Pemula

DuniaFintech.com – Investasi dapat dilakukan dengan berbagai metode. Selain dengan cara cost averaging atau secara berkala, investasi bisa juga dilakukan dengan cara lump sum (sekali bayar). Apa itu investasi lump sum dan apakah cara investasi ini cukup baik untuk pemula?

Apa Itu Investasi Lump Sum?

Istilah lump sum merupakan istilah universal yang menggambarkan cara pembayaran secara tunggal, atau sekali bayar. Namun istilah ini memang cukup akrab di dunia investasi, asuransi, perbankan, lelang, akuntansi, hingga yang berkaitan dengan pembayaran gaji maupun tunjangan.

Beberapa instrumen investasi seperti deposito, obligasi, sukuk, atau pendanaan P2P lending juga hanya bisa dibeli dengan cara lump sum, dan tidak bisa dibeli dengan cara berkala. Namun sejatinya, lump sum bisa digunakan untuk instrumen apapun baik itu saham, reksa dana, hingga emas sekali pun. 

Baca juga:

Setelah mengetahui apa itu investasi lump sum, apa saja yang harus diperhatikan sebelum kita memutuskan untuk berinvestasi secara lump sum bagi pemula? Berikut ulasan dari Lifepal.

Lump sum cukup berguna bagi investor pemula yang belum disiplin berinvestasi

Dalam perencanaan keuangan, nilai dari saving ratio (rasio menabung) yang ideal minimal adalah 10% dari penghasilan bulanan. Namun, menyisihkan uang 10% dari penghasilan per bulan bagi seorang investor pemula atau yang belum pernah berinvestasi, tentu akan menjadi hal yang cukup berat. 

Satu kelebihan dari investasi lump sum adalah, Anda tidak perlu lagi mengeluarkan uang per bulan untuk menyetorkan uang untuk berinvestasi.   

Hanya dengan sekali bayar, maka investor pun hanya perlu menunggu hingga jatuh tempo. Atau hingga memasuki waktu di mana instrumen investasinya sudah harus dicairkan. 

Lump sum kurang menguntungkan dengan modal kecil

Semakin besar modal investasi yang Anda setor dengan cara lump sum semakin besar pula keuntungan yang didapat. Namun jika Anda hanya menggunakan modal kecil atau terbatas, maka makin kecil pula imbal hasilnya. 

Dengan imbal hasil kecil, besar kemungkinan investasi yang Anda lakukan tidak bisa memenuhi tujuan finansial Anda ke depan.  

Anggap saja, seorang berinvestasi di surat berharga negara ORI018 yang memiliki kupon imbal hasil 5,70% per tahun dan pajak final 15%. Maka dengan modal Rp 10 juta, dia akan menerima keuntungan bersih Rp 47.500 per bulan. Sementara itu, jika Anda meletakkan Rp 20 juta, keuntungan bersihnya adalah Rp 95 ribu per bulan. 


Namun wajib pula Anda ketahui bahwa, semakin besar modal maka semakin besar potensi risiko yang Anda alami ke depan.

Apabila Anda menjualnya di pasar sekunder dan mengalami capital loss, maka kerugian capital loss yang dialami makin besar. Bila Anda membeli surat utang negara dengan modal Rp 10 juta, dan menjualnya sebesar 95% dari harga par (harga nominal yang ditentukan penerbit obligasi) di pasar sekunder karena nilai obligasi sedang turun, maka Anda akan mengalami kerugian capital loss sebesar Rp 500 ribu.

Sedangkan apabila modal awalnya Rp 20 juta dan penjualannya 95% dari harga par, maka capital loss yang Anda terima bisa mencapai Rp 1 juta. 

Jika mau lump sum pilih instrumen pendapatan tetap yang rendah risiko

Imbal hasil dalam investasi sejatinya bisa dibedakan menjadi dua jenis. Yang pertama adalah capital gain, atau meningkatnya nilai atau harga sebuah instrumen investasi dan yang kedua adalah imbal hasil yang bersifat pendapatan tetap.

Disebut pendapatan tetap karena instrumen keuangan tersebut menyediakan pembayaran bunga berkala kepada investor, dan pengembalian pokok pada saat jatuh tempo. 

Beberapa instrumen investasi yang bisa memberikan pendapatan tetap dan umum dimiliki investor retail adalah deposito dan surat utang negara atau swasta, baik yang berupa obligasi maupun sukuk. 

Bila Anda pemula atau belum pernah berinvestasi, maka deposito yang disediakan bank merupakan simpanan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sementara itu surat utang negara seperti ORI, jaminannya sudah tertera di Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara.

Seperti yang dibahas dalam contoh kasus di poin sebelumnya, risiko capital loss mungkin akan ada jika Anda berniat menjual surat berharga tersebut di pasar sekunder. Namun jika Anda memilih untuk menahannya hingga masa jatuh tempo, Anda akan terbebas dari risiko tersebut. 

Hindari melakukan lump sum dalam jumlah besar di instrumen investasi tinggi risiko seperti saham. Bayangkan saja, jika seorang melakukan pembelian saham secara lump sum dalam jumlah besar, potensi terjadinya capital loss tentu akan lebih besar mengingat fluktuasi saham dalam jangka pendek cukup tinggi. 

Lump sum lebih cocok untuk investasi jangka pendek hingga menengah

Investasi lump sum tentu lebih cocok digunakan pemula untuk memenuhi kebutuhan jangka pendek hingga menengah. Sebut saja untuk periode investasi di bawah lima tahun, seperti untuk persiapan menikah, membayar uang muka pembelian rumah, beribadah ke Tanah Suci, renovasi rumah, dan lainnya.

Ada alasan kuat mengapa pemula tak disarankan berinvestasi dengan teknik lump sum untuk kebutuhan jangka panjang, seperti untuk memenuhi dana pensiun atau kebutuhan pendidikan anak ke jenjang yang tinggi.

Kebutuhan akan dana pensiun di masa tua maupun pendidikan anak untuk jenjang tinggi tentu tidaklah kecil. Angka tersebut bisa saja menyentuh miliaran Rupiah.

Anggap saja, Pak Robert yang berusia 30 tahun memutuskan untuk pensiun di usia 50 tahun dengan total kebutuhan biaya hidup sebesar Rp 5 miliar, yang sudah dihitung berdasarkan inflasi. Jika dia memutuskan untuk berinvestasi dengan lump sum untuk saat ini, maka dia harus menyetor uang sebesar Rp 1,55 miliar ke instrumen investasi dengan imbal hasil 6% per tahun.

Melakukan lump sum untuk investasi jangka panjang tentu berpotensi mengurangi ketersediaan aset lancar (uang tunai yang tersedia) seseorang dalam jumlah besar. 

Sebelum berinvestasi, hitung target dana yang dibutuhkan dengan investasi lump sum

Sebelum Anda melakukan pembelian suatu instrumen investasi dengan cara lump sum, maka hitunglah terlebih dulu untuk kebutuhan dana Anda di masa depan. Anda bisa menggunakannya dengan metode future value

Dalam contoh kasus Pak Robert yang dijabarkan di poin sebelumnya, Pak Robert sudah melakukan perhitungan akan kebutuhan uang yang dibutuhkan di masa depan terlebih dulu, yakni sebesar Rp 5 miliar. 

Itulah lima tips investasi dengan cara lump sum untuk para investor pemula. Pada dasarnya, tidak salah pula jika seorang pemula memutuskan untuk melakukan pembelian lump sum untuk investasi saham, reksa dana, atau emas sekali pun.

Namun investor butuh memperhatikan strategi market timing yang tepat, agar performa investasinya menjadi semakin signifikan. 

Demi kesuksesan investasi Anda, maka alangkah lebih baik untuk berinvestasi setelah Anda menentukan tujuan dari investasi tersebut.

(DuniaFintech/ Dinda Luvita)

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU