JAKARTA, duniafintech.com – Korban demi korban terus berjatuhan dari adanya robot trading bodong alias ilegal. Kali ini adalah yang menimpa pada korban kasus investasi robot trading DNA Pro.
Pada kasus ini, kabarnya korban mencapai ratusan orang, dengan jumlah kerugian hampir menyentuh angka Rp100 miliar. Lali, apa itu robot trading DNA Pro yang disebut sebagai investasi bodong ini?
Berikut ini ulasannya, seperti dikutip dari Kompas.com, Minggu (10/4).
Platform robot trading
Adapun DNA Pro adalah sebuah platform yang menggunakan aplikasi robot trading, yang kemudian dijual kepada para member. Nah, robot trading DNA Pro itu adalah produk dari PT DNA Pro Akademi.
Mengutip dari akun LinkedIn perusahaan, tertulis bahwa PT DNA Pro Akademi merupakan perusahaan swasta yang bergerak di bidang jasa Education Center di bidang Digital Global Investment yang berlokasi di Jakarta Barat.
Di dalam profilnya, PT DNA Pro Akademi mengeklaim bahwa perusahaannya adalah “Software Autopilot Trading Nomor Satu di Indonesia”. Mereka mengaku punya misi manfaat bagi banyak orang dengan menjadi pusat pendidikan dan pelatihan yang memberikan nasihat dalam trading.
“Kami juga memandu Anda untuk masuk ke pasar berjangka dan melakukan analisis pasar produk,” demikian bunyi pernyataan mereka.
Robot trading sendiri pada dasarnya berfungsi untuk meningkatkan profit atau keuntungan. Akan tetapi, ada beberapa robot trading yang tidak terdaftar atau ilegal yang malah mendatangkan kerugian untuk penggunanya.
Dalam operasinya, DNA Pro menerapkan sistem penjualan langsung dengan skema piramida atau ponzi. Skema ponzi ini adalah salah satu modus investasi bodong. Ciri-cirinya adalah modus ini menawarkan keuntungan yang besar dalam waktu singkat.
Sekarang ini, skema ponzi tengah memantik pembicaraan di masyarakat lantaran modusnya sering dijumpai dan dipakai dalam modus penipuan. Pada intinya, sebuah platform menjanjikan keuntungan besar secara instan.
Di lain sisi, skema piramida dan skema ponzi pun secara harfiah tidak jauh berbeda. Pada umumnya, skema piramida memakai barang atau entitas untuk diperdagangkan. Awalnya, ini dilakukan untuk menarik minat member. Akan tetapi, nilai barang itu tidak menjadi hal penting.
Di samping itu, para member pun diwajibkan untuk merekrut anggota sebanyak-banyaknya dengan iming-iming bonus dalam jumlah besar. Hal yang sama juga dijumpai dalam skema ponzi. Modus itu mewajibkan member merekrut anggota.
Adapun perbedaanya adalah pada sistem skema ponzi, tidak ada produk yang dijual dan sebagai gantinya, para member diharuskan untuk terus melakukan transaksi dengan iming-iming untuk meningkatkan keuntungan.
Dalam artian, keuntungan yang diperoleh, yaitu berdasarkan jumlah transaksi yang dilakukan oleh member–member baru yang direkrut alias bisa disingkat dengan istilah “gali lubang tutup lubang”.
Kini, polisi sudah menindaklanjuti maraknya investasi ilegal, bahkan juga sudah melakukan upaya paksa berupa tangkap dan tahan. Kemudian, polisi melakukan penelusuran aset dengan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Aset itu selanjutnya bakal dijadikan barang bukti dalam persidangan.
Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama
Admin: Panji A Syuhada