DuniaFintech.com – Wilayah Asia Tenggara merupakan rumah bagi 12 unicorn, yakni usaha rintisan (startup) dengan torehan valuasi di atas USD 1 miliar. Hal itu dikatakan oleh Partner and Leader, Bain & Company’s Southeast Asia Private Equity Practice, Alessandro Cannarsi.
“Asia Tenggara merupakan rumah bagi 12 perusahaan Unicorn. Bigo, Bukalapak, Gojek, Grab, Lazada, Razer, OVO, Sea Group, Traveloka, Tokopedia dan VNG. Pada tahun 2020, kami meminta VNPay bergabung sehingga total menjadi 12 unicorn,”
Meski demikian, nilai transaksi telah menurun sejak 2018, karena didorong oleh perlambatan dari perusahaan unicorn. Laporan e-Conomy SEA tahun 2020 menyebutkan, investasi startup bervaluasi diatas USD 1 miliar pada semester pertama 2020 turun menjadi USD 6,3 miliar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan torehan USD 7,7 miliar.
Cannarsi mengatakan, investasi perusahaan yang berstatus belum unicorn terus menunjukkan pertumbuhan positif. Momentum sebagian besar dipertahankan pada semester pertama 2020, meski beberapa kesepakatan kemungkinan tercapai sebelum pandemi.
“Ke depan, investor terus melakukannya tetap optimis, meskipun hati-hati, tentang peluang investasi,”
Baca juga:
- Mandiri Capital Telah Danai 14 Startup Fintech Indonesia
- Istilah Keuangan yang Kerap Dijumpai dalam Bisnis Startup Teknologi
- Upbit Bagikan Airdrop 10 BTC di Ulang Tahun Ke-2. Ini Persyaratannya!
Pendanaan Unicorn dan Non-unicorn di Asia Tenggara
Pembagian alur investasi cukup berubah dari pola pada semester I-2019 yang dengan nilai USD 7,7 miliar, di mana 66% ke unicorn dan 34% ke non-unicorn. Di kawasan Asia Tenggara pertumbuhan ekonomi digital paling tinggi tahun ini ada pada Vietnam yakni 16% dengan perkiraan nilai USD 14 miliar. Kemudian disusul Indonesia dengan tumbuh 11 persen yang diperkirakan bernilai 44 miliiar dollar AS.
Sementara itu, laju investasi teknologi di kawasan Asia Tenggara terus berlanjut dengan pertumbuhan sebesar 7% antara 2018 sampai 2019. Kemudian kembali tumbuh 17% pada semester I-2020 dibandingkan periode sama tahun lalu. Alessandro menjelaskan, sejak 2018 nilai transaksi di ekonomi digital memang menurun di dorong pelambatan investasi di startup unicorn.
DuniaFintech/Fauzan