DuniaFintech.com – Benarkah Omnibus Law bikin startup untung? Belakangan ini telah beredar kabar bahwa Undang-Undang Cipta Kerja yang baru saja disahkan memberikan ragam dampak khususnya pada ekosistem bisnis perusahaan rintisan (startup). Merujuk ke pertanyaan sebelumnya, benarkah Omnibus Law bikin startup untung atau justru malah sebaliknya? Simak penjelasan beberapa sumber terpercaya berikut.
Ketua Asosiasi Modal Ventura Indonesia (Amvesindo) Jefri Sirait mengatakan bahwa UU ini bisa menjadi angin segar dari sisi investasi. Jefri Sirait melihat bahwa UU Cipta Kerja juga dapat memperbaiki kebijakan terkait perpajakan, terutama keuntungan modal.
โSaya masih belum bisa kasih tanggapan dalam. UU ini dan dasarnya cukup lebar dan masih dibutuhkan detail dalam aturan pelaksanaan lainnya. Mari berpikir positif dan sama sama mengawal agar peraturan di bawah menjadi lebih baik dan win win buat masyarakat luas. [Untuk startup] UU ini bisa jadi stimulus dan dalam [sisi] pajak juga akan lebih baik [bagi ekosistemnya],โ ujarnya.
Baca juga:
- Cara Membuka Rekening Saham, Bisa Langsung Berinvestasi Tanpa Bingung Lagi
- Butuh Pinjaman Uang Mendesak? Cek Beberapa Pinjaman Ini
- Pinjaman Online untuk Pelajar yang Ramah di Kantong
- Daftar Perusahaan Investasi Digital
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P. Roeslani pun sependapat. Rosan menyampaikan bahwa sejak 2016-2019 investasi ke Tanah Air terus mengalami peningkatan, tetapi penyerapan tenaga kerja makin berkurang. Rosan mengatakan bahwa untuk ke depan startup pun dituntut untuk memperlihatkan kepiawaian dalam menghasilkan keuntungan, sehingga dengan UU tersebut memberikan arah bagi startup untuk mempersiapkan ekosistem yang makin baik.
โSekarang para pemberi dana akan menuntut kapan perusahaan ini akan fokus dalam menghasilkan profit. Prospek untuk startup baik dan positif, salah satunya tax holiday dan tax allowance makin disempurnakan, dan market kita juga besar, sehingga ke depan pendanaan startup akan makin menjanjikan,โ ungkap rosan.
Di sisi lain, Koordinator Pusat Inovasi dan Inkubator Bisnis Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Dianta Sebayang menilai bahwa UU Cipta Kerja ini memberikan dua dampak pada iklim startup.
Pertama, dari sisi investasi kepada perusahaan rintisan dan perlindungan pekerja di sektor perusahaan rintisan masih sangat terbatas dan rentan terkena pemutusan hubungan kerja. Dianta menyatakan bisnis startup memiliki pola yang bergantung pada modal besar pada awalnya untuk melakukan promosi dan naik skala cepat. Menurut Dianta, jika dengan pola seperti itu, pekerja startup akan rawan terkena PHK kapan pun. Sebab itu, Dianta menyarankan perlunya pengawasan dan perlindungan dari pemerintah terhadap pekerja perusahaan rintisan tersebut.
โSaya senang untuk mengatakan bahwa omnibus law harus menjadi konsensus ekonomi nasional yang mana para pengusaha dan pemerintah harus berkomunikasi kepada para pekerja dengan intens agar tidak terjadi gejolak lebih luas,โ kata rosan.
Tak jauh berbeda, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menjelaskan bahwa adanya perubahan dalam pasal 42 dimana tenaga kerja asing di startup tidak memerlukan rencana penggunaan tenaga kerja asing dari pemerintah pusat. Padahal, Bhima menilai peluang ekonomi digital harusnya bisa lebih banyak menciptakan kesempatan kerja bagi talenta lokal.
โJadi ada kontradiksi dimana pemerintah sedang gencar untuk mendorong penciptaan lapangan kerja bagi pekerja lokal, tapi keran TKA bisa masuk ke startup,โ ujar bima.
Lebih lanjut, Bhima menjelaskan bahwa wajar jika ke depan akan banyak TKA dari negara lain yang menguasai sumber pertumbuhan ekonomi pasca pandemi. Sementara itu, talenta lokal di Indonesia sebenarnya berlimpah namun membutuhkan pelatihan lebih lanjut.
โKenapa tidak diprioritaskan lulusan IT di dalam negeri yang jumlahnya puluhan ribu orang, 40.000-50.000 orang, setiap tahunnya? Jika masalahnya ada skill gap, maka tugas perguruan tinggi dan pemerintah untuk melakukan upgrading skill bukan dengan jalan pintas mendatangkan TKA,โ jelas bhima.
Bhima mengatakan bahwa dengan disahkannya UU Cipta kerja maka perlindungan terhadap pekerja startup dipastikan berkurang. Menurut Bhima, sebelum adanya UU Cipta Kerja saja pekerja startup tidak memiliki kepastian kerja, apalagi ada UU Cipta Kerja bisa dijadikan pegawai kontrak seumur hidup atau pegawai outsourcing secara terus menerus.
(DuniaFintech/ Dinda Luvita)