JAKARTA, duniafintech.com – Berita ekonomi hari ini akan membahas tentang adanya kenaikan rata-rata pendapatan per kapita warga Indonesia.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2022 lalu, kenaikan itu mencapai 13,96 persen atau setara Rp8,7 juta dari tahun sebelumnya sehingga menjadi Rp71 juta per tahun.
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa rata-rata pendapatan penduduk Indonesia sebesar Rp5,9 juta per bulannya.
Baca juga: Kementerian Perdagangan Larang Penjualan MINYAKITA secara Bundling dan Online
Berita Ekonomi Hari Ini: Seiring Tumbuhnya Perekonomian Indonesia
Melangsir Bisnis.com, Senin (13/2/2023), kenaikan ini seiring dengan tumbuhnya perekonomian Indonesia 2022 yang dihitung berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp19.588,4 triliun sehingga PDB per kapita mencapai Rp71,0 juta atau setara US$4.783,9.
Jika melihat trennya dalam 10 tahun terakhir maka pendapatan per kapita masyarakat Indonesia terus mengalami kenaikan.
Diketahui, hanya pada periode 2020, kala pandemi Covid-19 melanda, sempat mengalami penurunan.
Bahkan, jika membandingkan rerata pendapatan per kapita masyarakat Indonesia pada 2012 dan 2022 maka angkanya naik hampir 2 kali lipat.
Pada 2012 lalu, tercatat pendapatan per kapita sebesar Rp35,1 juta, sementara pada 2022 menjadi Rp71 juta.
Sekalipun sudah mencatatkan kenaikan, tetapi usaha Indonesia dalam menuju negara dengan pendapatan tinggi atau high income country masih memiliki perjalanan yang panjang.
Hal itu karena syarat keluar dari middle income country harus memiliki pendapatan per kapita sebesar US$12.000.
Keluar dari Jebakan Kelas Menengah
Wakil Direktur Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Sulistiyanto, bahkan melihat perjalanan Indonesia untuk keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap.
Kendati dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi 5,3 persen (year-on-year/yoy) pada 2022, ia melihat bahwa dari sisi PDB, Indonesia masih satu pertiga jalan menuju negara berpendapatan tinggi.
“GDP per kapita Indonesia itu US$4.783, jadi masih jauh dari threshold negara maju minimal US$12.000 per kapitanya. Ini masih sepertiga dari negara yang dikatakan keluar dari middle income trap,” katanya, belum lama ini.
Namun, ia pun menyatakan bahwa PDB Indonesia masih jauh lebih baik dari negara tetangga, misalnya Vietnam (US$3.716,80) dan Filipina (US$3.623,32).
Sementara itu, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, melihat bahwa ada tantangan besar dari sisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan.
Maka dari itu, perlu dilakukan perbaikan dari sisi sumber daya manusia, reformasi birokrasi, transformasi ekonomi, implementasi kebijakan fiskal yang baik, dan juga pembangunan infrastruktur.
“Tidak ada negara yang berpenghasilan tinggi jika infrastrukturnya tertinggal. Tantangan bagi kami adalah negara besar dengan geografis kepulauan. Kami harus memastikan konektivitas tidak hanya pada pulau besar tetapi juga pulau kecil. Jadi, dalam hal ini bicara infrastruktur tidak sesederhana membangun jalan tol saja. Kami harus berbicara tentang konektivitas masuk di dalamnya pelabuhan, bandara, dan jaringan internet,” katanya dalam keterangan resmi Kemenkeu.
Baca juga: Wapres Minta Produksi Gas untuk Kebutuhan Domestik
Berita Ekonomi Hari Ini: Yakin Tembus US$10.000
Sebelumnya, menjelang akhir tahun lalu, pemerintah kembali menegaskan optimisme dalam memperoleh pendapatan per kapita di atas US$10.000 pada tahun 2030 mendatang.
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia, Luhut Binsar Pandjaitan, hal ini adalah bagian dari visi Indonesia di tahun 2045.
“Hari ini kami berada pada income per kapita di US$4.200. Tapi target di 2030 kita mungkin bisa naik hingga US$10.000 per kapita dan kita bisa mencapai ini atau bahkan lebih,” ucap Luhut.
Hal itu dilihat dari ketahanan Indonesia dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 dan ancaman krisis ekonomi global yang kian nyata serta diperparah dengan kondisi perang Ukraina-Rusia.
Diterangkan Luhut, dunia saat ini menghadapi perfect storm, yang membuat harga komoditas yang sangat tidak stabil.
Apalagi dengan kondisi volatilitas harga komoditas yang semakin melonjak tinggi. Ia pun mengatakan, saat ini harga minyak sudah mendekati US$100 dolar per barel.
Di sisi lain, harga minyak sawit sebagai komoditas ekspor utama Indonesia hari ini masih terus meningkat. Namun, Luhut mengimbau untuk terus waspada dengan volatilitas yang tak menentu.
Pasalnya, lonjakan harga komoditas global utamanya energi dan pangan memicu kenaikan harga di berbagai negara.
“Saya pikir inflasi masih terkendali di negara kita. Kita bisa menahan setelah kenaikan harga BBM, kita cukup yakin bisa menjaga inflasi di kisaran 6 persen sampai akhir tahun ini,” tegasnya.
Selain pengendalian inflasi, Luhut menyebut Indonesia berhasil mengatasi Covid-19 yang menunjukkan bahwa negara ini mampu menyelesaikan masalah paling kompleks selama ini.
Luhut mengingat kembali saat 6 bulan lalu, ketika Covid-19 varian delta masuk di mana situasi global saat itu sangat buruk. Namun, saat ini, Indonesia sudah berada di jalur kuning yang menunjukkan kemampuan dalam mengendalikan covid-19.
“Keberhasilan pengendalian Covid-19 telah memicu pemulihan ekonomi Indonesia di mana ekonomi tumbuh di atas 5 persen bahkan PDB Indonesia telah kembali ke tingkat sebelum pandemi dengan performa tinggi dibandingkan negara lain,” ungkapnya.
Lebih lanjut, dia memuji ketanggapan BUMN sektor kesehatan dan farmasi yang bergerak sangat cepat untuk menyediakan 50-60 persen obat-obatan secara mandiri.
Baca juga: Kemenkeu Berdayakan UMKM melalui Digitalisasi dan Globalisasi
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com