JAKARTA, duniafintech.com โ Berita fintech Indonesia kali ini mengulas soal open finance dan masa depan financial technology (fintech).
Seperti diketahui, transformasi digital yang berjalan kian masif di berbagai sektor sudah membuat kebutuhan masyarakat semakin tinggi terhadap inovasi produk layanan keuangan yang aman, praktis, dan dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan mereka.
Atas adanya tantangan itu, kehadiran open finance pun kemudian menjadi sebuah keniscayaan guna mendukung fintech agar tetap relevan dengan kondisi industri dan kebutuhan masyarakat sehingga industri ini bisa memastikan keberlanjutannya.ย
Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dirangkum dari berbagai sumber, Jumat (2/12/2022).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pemanfaatan Fintech Meningkat, Ini Ajakan Aftech kepada Masyarakat
Berita Fintech Indonesia: Harus Diimbangi dengan Kemampuan Fintech Berinovasi
Menurut Brankas, penyedia layanan open finance di Indonesia, open finance akan menjadi masa depan bagi industri fintech di tanah air.
โKami melihat bahwa pangsa pasar fintech masih besar di Indonesia,” ucap Country Manager Brankas di Indonesia, Husni Fuad, melalui keterangan tertulisnya.
Meski demikian, imbuhnya, hal itu mesti diimbangi dengan kemampuan fintech dalam berinovasi dan menjangkau konsumen lebih luas secara efektif dan efisien.
Dalam hal ini, open finance punya peran strategis bagi fintech untuk mengoptimalkan berbagai peluang di pasar, termasuk mewujudkan berbagai layanan yang sangat dipersonalisasi pada kebutuhan konsumen.
“Saat ini, perkembangan open finance di Indonesia masih berada pada tahap awal, namun kami optimis bahwa open finance menyimpan berbagai potensi yang dapat mendukung masa depan industri fintech di Indonesia,” jelasnya.
Lebih jauh, pihaknya pun bahwa Indonesia bisa mengikuti jejak Inggris dalam penerapan open finance yang telah mampu membantu pelaku industri keuangan dalam membuka akses keuangan secara merata bagi masyarakat.
Sebagai informasi, pada Juni 2022, jumlah pengguna aktif open finance di Inggris sudah mencapai 6 juta, dengan jumlah penyedia pihak ketiga sebanyak 128.
Sementara itu, penggunaan application programming interface (API) bahkan sudah bertumbuh dari 15 juta panggilan API per hari pada 2020 menjadi 33 juta panggilan API per hari pada tahun 2022.
Peran Krusial
Indonesia menjadi negara dengan jumlah populasi underbanked dan unbanked tertinggi di Asia Tenggara, mencapai 81% dari total populasi Indonesia. Kondisi itu pun membuat perusahaan fintech memiliki peran krusial untuk menghadirkan layanan keuangan alternatif bagi berbagai lapisan masyarakat, utamanya bagi mereka yang tinggal di luar kota besar.
Di samping itu, industri fintech di Indonesia sendiri diprediksi masih punya potensi untuk berkembang seiring dengan kebutuhan masyarakat yang masih tinggi terhadap layanan keuangan alternatif yang terjangkau.
Adapun pasar yang menjanjikan di Indonesia kemudian membuat jumlah pelaku fintech terus meningkat dan berdampak pada peta persaingan industri yang kian ketat.
Berita Fintech Indonesia: Customer-Centric pada Fintech Mampu Dorong Inklusi Keuangan
Di luar itu, sebagai langkah permulaan dalam perancangan suatu ekosistem digital yang ama dan terpercaya serta untuk mengantisipasi usaha manipulasi dalam ranah digital, Forum B20 telah menghasilkan beberapa kesepakatan, termasuk terkait dengan peran identitas digital sebagai fondasi atau building block pembangunan ekonomi digital yang dalam hal ini adalah adanya standarisasi identitas digital.
“Sebagai prasyarat masuk dalam layanan digital, identitas digital yang aman meningkatkan kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap ekonomi digital karena dapat meminimalisir identity fraud yang merugikan masyarakat Indonesia. Untuk itu kami berterimakasih kasih perhatian Pemerintah Indonesia terhadap isu ini, khususnya dalam Presidensi G20 dan Forum B20 yang baru saja berlangsung sukses,” kata Founder & Group CEO VIDA, Niki Luhur, dikutip dari siaran media.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Strategi Industri Fintech P2P Lending Tahun 2023
Adapun VIDA sebagai penyedia identitas digital yang juga menjadi bagian dari Gugus Tugas Digitalisasi B20 menilai, untuk mendorong inklusivitas keuangan di Indonesia, diperlukan layanan teknologi keuangan yang berpusat pada konsumen.
Hal itu adalah cara bisnis di industri ini dapat berlangsung dengan baik, termasuk melalui standardisasi identitas digital serta harmonisasi regulasi antar institusi terkait dengan identitas digital yang dapat mendorong tumbuhnya digital trust dan mendukung peluang ekonomi digital yang lebih luas dan inklusif di Indonesia.
Diketahui, pandangan itu juga selaras dengan tujuan dari Forum B20, yang menekankan pentingnya bagi penyedia layanan dan platform digital untuk menjaga kepercayaan dan hak konsumen untuk menjaga tumbuhnya ekonomi digital.
Implementasi layanan yang berpusat pada konsumen (consumer-centric) harus terus didorong karena konsumen memiliki peran sentral dalam mendorong tumbuhnya digital trust.
“Tindakan ini diperlukan agar identitas digital yang sudah ada distandarisasi dalam skala nasional kemudian dapat disinkronisasi dengan negara-negara lainnya. Dengan adanya harmonisasi kebijakan ini, baik perusahaan maupun pelaku usaha dapat menjalankan berbagai macam transaksi dengan aman tanpa harus mengorbankan kemudahan dan kenyamanan pengguna,” jelas Niki.
Sementara itu, dalam perkembangannya, infrastruktur digital yang berkembang pesat semenjak pandemi telah memiliki peran yang krusial dalam mendorong inklusi keuangan.ย Sejalan dengan hal itu, sektor layanan teknologi keuangan yang tumbuh juga menghadapi banyak ancaman, termasuk adanya penipuan identitas yang tentu sangat mengganggu keberlangsungan bisnis dan merugikan konsumen.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak tahun 2008 lalu, melalui Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik, Indonesia sudah mendorong penggunaan Sertifikat Elektronik sebagai identitas digital yang menunjukkan subjek hukum para pihak dalam dunia digital.
Sekalipun tidak tampak secara langsung, teknologi digital berbasis sertifikat elektronik, misalnya tanda tangan digital dan e-KYC, sudah menjadi tulang punggung dari berbagai layanan digital populer dari berbagai industri, seperti jasa keuangan, e-commerce, transportasi, bahkan kesehatan.
Dengan menerapkan pemahaman itu, Niki pun menerangkan bahwa VIDA dalam menjalankan bisnisnya juga melakukan pertimbangan aspek implementasi teknologi canggih yang disertai dengan perhitungan pada aspek etika, khususnya dalam penggunaan data konsumen dengan mendasarkan diri pada prinsip 4S, yakni speed, scale, secure, dan social.
“Operasional seluruh layanan kami telah memperhatikan sudut pandang konsumen berdasarkan prinsip-prinsip identitas digital seperti perlunya consent (persetujuan). Sejalan dengan rekomendasi B20, budaya penghormatan dan perlindungan data ini harus menjadi perhatian utama bagi antar pemangku kepentingan dengan menyesuaikan dengan tren ancaman keamanan terkini,” tutupnya.
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Optimistis akan Pertumbuhan Fintech Syariah
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com