26.1 C
Jakarta
Senin, 18 November, 2024

Berita Fintech Indonesia: OJK Dorong Inovasi Keuangan Digital Hadapi Ancaman Resesi 2023

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia akan mengulas langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghadapi ancaman resesi 2023.

Adapun dalam upaya menjaga resiliensi perekonomian hadapi ancaman resesi global 2023, OJK mendukung inovasi keuangan digital yang difokuskan dalam memacu pemulihan ekonomi nasional.

Berikut ini berita fintech Indonesia selengkapnya, seperti dinukil dari Bisnis.com, Kamis (5/1/2023).

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pajak Fintech dan Kripto Mencapai Rp 456,4 M

Berita Fintech Indonesia: Penyelenggaraan IFS dan BFN

Untuk diketahui, salah satu upaya yang telah dilakukan OJK adalah lewat penyelenggaraan sejumlah rangkaian kegiatan 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) dan Bulan Fintech Nasional (BFN) yang digelar pada 2022 lalu.

“Kegiatan IFS dan BFN merupakan upaya OJK dalam memfasilitasi forum pertemuan antara para pimpinan lembaga keuangan, asosiasi, dan pelaku fintech lokal dan mancanegara dan efektif menghasilkan output,” kata OJK melalui keterangan resminya.

Dalam hal ini, ada tiga output utama yang dihasilkan. Pertama, terkait integrasi asosiasi fintech antara AFTECH dan AFPI dalam rangka menciptakan sinergi dan integrasi dalam industri Fintech.

Selain itu, lewat pertemuan tersebut, penguatan kerja sama antara regulator sektor jasa keuangan di wilayah Asia-Pasifik melalui regulatory roundtable dan penandatanganan komitmen bersama soal pelaksanaan responsible artificial intelligence (AI) juga berhasil dilaksanakan.

“Selain itu, OJK juga meluncurkan inisiatif seperti Chatbot OJK, Modul Literasi Keuangan Digital topik Customer Support Channel dan Program Capacity Building Suptech dan Regtech OJK,” imbuh OJK.

OJK pun ke depannya dilaporkan akan mencermati perkembangan perekonomian dan sektor keuangan di 2023, khususnya terkait dampak berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia, mengimplementasikan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta dimulainya tahapan Pemilihan Umum.

Adapun dengan berbagai langkah kebijakan yang diambil dan didukung dengan sinergi bersama pemangku kepentingan serta perkembangan yang baik di 2022, OJK optimistis sektor jasa keuangan mampu berdaya tahan dalam menghadapi tantangan ke depan.

“Kami berharap kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan tetap terjaga sehingga dapat memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat dan perekonomian nasional,” tutup OJK.

berita fintech indonesia

Berita Fintech Indonesia: Pajak Fintech dan Kripto Mencapai Rp 456,4 M

Sebelumnya diberitakan, pendapatan pajak dari fintech dan kripto yang mencapai Rp456,4 miliar. Hal itu diketahui berdasarkan laporan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.

Menurut Sri Mulyani, secara rinci untuk penerimaan pajak kripto totalnya 246,45 miliar. Angka in terdiri dari PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dan penyetoran sendiri Rp 117,44 miliar serta Pajak Pertambahan Nilai (PPN) DN atas pungutan oleh non-bendaharawan Rp 129,01 miliar.

“Kami juga melakukan untuk transaksi kripto YANG meng collect lebih dari Rp 117 miliar dan PPN dalam negeri yang dipungut Rp 129 miliar,” katanya pada Konferensi Pers: Realisasi APBN 2022, Selasa (3/1/2022) kemarin.

Ia merincikan, pajak fintech dari pajak penghasilan (PPh) 23 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) dan Bentuk usaha tetap (BUT) nilainya Rp 121,84 miliar.

Lalu untuk PPh 26 atas bunga pinjaman yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) Rp 88,20 miliar.

“Fintech dalam hal ini Rp 210,04 miliar (total),” jelasnya.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Sebut Outstanding Pembiayaan Pinjol Melonjak 72,7 Persen, Segini Jumlahnya

Adapun penerimaan pajak kripto dan fintech tersebut hingga Desember 2022. Ditegaskan Sri Mulyani, pemungutan pajak ini dilakukan memang untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan meminta yang mampu untuk membantu penguatan ekonomi negara.

“Jadi, ini untuk mewujudkan kegiatan ekonomi yang perlu untuk dipungut pajaknya, namun kami tetap dengan asas keadilan. Mereka yang lemah ditolong, mereka yang kuat dipungut pajak untuk kembali membantu penguatan ekonomi,” tuntasnya.

Sebagai catatan, perolehan atau laporan APBN 2022 tersebut masih bersifat sementara karena belum diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Untuk diketahui, penerimaan pajak hingga Desember 2022 ini memang mengalami kenaikan jika dibandingkan total penerimaan pada November 2022.

Dalam laporan APBN 2022 hingga November pungutan pajak dari transaksi kripto dan fintech (P2P lending) jika dijumlahkan semuanya mencapai Rp 441,51 miliar.

Outstanding Pembiayaan Pinjol Melonjak 72,7 Persen

Sebelumnya, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kinerja industri financial technology peer-to-peer (P2P) lending atau pinjol (pinjaman online) masih mencatatkan pertumbuhan hingga November 2022 dengan outstanding pembiayaan mencapai Rp50,30 triliun.

Disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, outstanding pembiayaan fintech P2P lending mengalami pertumbuhan sebesar 72,7 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). 

Sementara itu, secara bulanan, nilai tersebut naik Rp0,96 triliun dari posisi Oktober 2022 yang bernilai Rp49,33 triliun.

“Kinerja fintech peer-to-peer lending pada November 2022 masih mencatatkan pertumbuhan dengan outstanding pembiayaan tumbuh sebesar 72,7 persen yoy, dan meningkat sebesar Rp0,96 triliun dibandingkan posisi per Oktober 2022 menjadi Rp50,30 triliun,” kata Ogi pada Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Desember 2022 secara daring, Senin (2/1/2023) kemarin.

Nilai outstanding pembayaran pada industri tekfin dari tahun ke tahun dan bulan ke bulan secara rinci terus mengalami pertumbuhan.

Adapun pada periode Desember 2020, misalnya, outstanding pembiayaan fintech P2P lending hanya mencatatkan sebesar Rp15,32 triliun.

Nilai tersebut lantas berlanjut pada Desember 2021 yang menorehkan outstanding pembiayaan sebesar Rp29,88 triliun.

Di sisi lain, tingkat risiko kredit secara agregat atau tingkat wanprestasi (TWP90) di industri fintech P2P lending tercatat menurun tinggal 2,83 persen pada November 2022, turun 0,07 persen dari periode Oktober 2022 di angka 2,90 persen.

TWP90 merupakan tingkat pengukuran kredit macet dalam industri pinjol. Nilai TWP90 mencerminkan keberhasilan nasabah mengembalikan pinjaman 90 hari setelah jatuh tempo.

“Namun demikian, OJK mencermati tren kenaikan risiko kredit dan penurunan kinerja di beberapa fintech P2P lending,” sebutnya.

Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.

Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Ini Strategi Fintech P2P Lending Cegah Gagal Bayar ke Lender

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU