24.8 C
Jakarta
Selasa, 24 Desember, 2024

Berita Fintech Indonesia: Waspada, Perusahaan Asuransi & Fintech Jadi Incaran Hacker

JAKARTA, duniafintech.com – Berita fintech Indonesia kali ini mengulas tentang posisi perusahaan-perusahaan asuransi dan fintech besar yang jadi sasaran hacker.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Otoritas Jasa Keuangan atau OJK. Otoritas Jasa Keuangan meminta perusahaan keuangan non bank untuk mewaspadai serangan hacker. Hal ini mengingat risiko kebocoran data pribadi pada lembaga keuangan non bank seperti asuransi dan fintech lebih tinggi.

Maka dari itu, OJK minta perusahaan besar nonbank untuk lebih menjaga data nasabah. Lebih lengkapnya, mari kita simak ulasan berita fintech Indonesia berikut ini.

OJK Ingatkan Perusahaan Asuransi dan Fintech Jadi Incaran Hacker– Berita Fintech Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta perusahaan keuangan non bank untuk mewaspadai serangan darinhacker. Hal ini mengingat risiko kebocoran data pribadi pada lembaga keuangan non bank seperti asuransi dan fintech lebih tinggi.

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank IKNB OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, bahwa perusahaan besar sedang menjadi sasaran empuk sejumlah hacker. 

Dia meminta para pelaku industri ini agar mengantisipasi dengan lebih menjaga data nasabah.

“Perusahaan besar berpotensi juga itu terjadi seperti itu. Untuk yang asuransi dan sebagainya ya kita antisipasi agar tidak terjadi di IKNB, harus waspada,” ujarnya dikutip dari Republika, Jumat (16/9/2022). 

Menurut Ogi, kebocoran data menjadi perhatian khusus bagi para pelaku industri keuangan non bank untuk mempersiapkan diri melawan serangan hacker tersebut. 

Baca juga: Cara Cek Saldo Asuransi Tugu Mandiri dengan Mudah dan Efektif

Sebab, saat ini kebocoran data tidak hanya mengancam perusahaan, bahkan suatu negara.

“Masalah security itu menjadi perhatian, tentu kami juga akan menyampaikan ke industri yang kami awasi,” ucap dia. 

Berita Fintech Indonesia

Walau Belum Ada Kasus, Mesti Waspada

Menurut Ogi, saat ini belum ada perusahaan layanan keuangan non bank yang terkena serangan hacker sejauh ini. Namun, bukan berarti perusahaan keuangan non bank bisa lepas dari serangan hacker tersebut. 

Makanya, OJK meminta para perusahaan asuransi dan fintech tersebut agar mawas diri, serta menjaga dengan benar data para nasabahnya. 

Baca juga: Asuransi Penghasilan Penting Juga Lho, Begini Manfaatnya

“Jadi memang masalah security itu menjadi perhatian. Tentunya kami juga akan menyampaikan kepada industri jasa keuangan non bank yang kami awasi,” ungkap dia. 

Menurutnya, perihal perlindungan data menjadi hal yang sangat serius. Apalagi dengan database lembaga negara yang belakangan kedapatan dibobol oleh peretas alias hacker ini. 

“Kami mengingatkan pada industri yang berada di bawah pengawasan OJK ikut berhati-hati. Memang masalah security itu menjadi perhatian. Tentunya kami juga akan menyampaikan kepada para industri jasa keuangan non bank yang kami awasi,” katanya. 

Kebocoran data memang tengah menjadi pembicaraan hangat di tengah masyarakat sekarang ini. 

Saat ini terdapat 1.304.401.300 data registrasi nomor telepon diduga bocor dan dijual forum hacker. Data tersebut diduga merupakan kumpulan data dari syarat registrasi SIM card layanan telekomunikasi. 

15,2 Juta Orang Ngutang di Pinjol Resmi– Berita Fintech Indonesia

Ihwal ancaman tersebut, perusahaan asuransi dan fintech pendanaan diminta untuk waspada. Di sisi lain, jutaan masyarakat tanah air memanfaatkan layanan fintech pinjaman online. Data mereka harus dilindungi. 

Dari data OJK, terkhusus pinjaman perorangan dibagi berdasarkan jenis kelamin, terbagi dalam 7,33 juta laki-laki dengan utang sebanyak Rp16,58 triliun dan 7,89 juta perempuan dengan utang Rp20,27 triliun. 

Sementara dari segi usia, mayoritas borrower itu berumur 19-34 tahun, jumlahnya 8,66 juta orang senilai Rp17,33 triliun.

Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK Moch. Ihsanuddin sempat menjelaskan bahwa kinerja industri P2P lending terbilang positif, karena di tengah tren pertumbuhan yang belum terputus, para pemain masih bisa menjaga kualitas pinjaman alias mempertahan nilai TKB90 untuk tetap tinggi.

“Dalam industri P2P lending, yang disebut macet itu kalau setelah 90 hari [jatuh tempo pembayaran] itu tidak ada kabar apapun dari peminjam. Ternyata yang macet hanya di kisaran 2 persen, padahal nilai penyaluran dan outstanding setiap bulan terus tumbuh,” ujarnya dalam diskusi terbatas bersama media, dikutip dari Bisnis. 

Sebagai gambaran, nilai penyaluran pinjaman industri sepanjang tahun berjalan nilainya sudah Rp110 triliun dan tampak dalam tren terus naik sejak awal tahun ini. 

Secara terperinci, mulai dari Rp13,8 triliun kepada 13,5 juta peminjam pada Januari 2022. Angka tersebut kemudian naik menjadi Rp16,5 triliun kepada 12,8 juta peminjam pada bulan Februari 2022.

Selanjutnya, sebesar penyaluran pinjaman naik menjadi Rp23 triliun kepada 17 juta peminjam pada Maret 2022. 

Penyaluran pinjaman sempat turun ke Rp17,9 triliun kepada 13,7 juta peminjam pada April 2022 lalu kembali naik Rp18,6 triliun kepada 18 juta peminjam pada Mei 2022. 

Hingga saat ini, tercatat pinjaman yang disalurkan sebesar Rp20,6 triliun kepada 17,1 juta peminjam pada Juni 2022.

Sementara itu, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) masih memproyeksi bahwa total penyaluran pinjaman sepanjang 2022 masih bisa menembus Rp225 triliun, atau tumbuh di kisaran 50 persen (year-on-year/yoy) ketimbang capaian industri sepanjang tahun lalu senilai Rp155,97 triliun.

Itulah ulasan seputar berita fintech hari ini. Semoga informasi tersebut bermanfaat bagi Anda.

Baca juga: Berita Kripto Hari Ini: Indodax Buka Suara Terkait Isu Kebocoran Data

Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com.

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU