JAKARTA, duniafintech.com – Harga Bitcoin Cs, mayoritas kripto utama berbalik arah ke zona merah pada perdagangan Sabtu (7/5/2022). Hal ini setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve atau The Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 basis poin pada Kamis (5/5/2022) dini hari waktu Indonesia.
Melansir data dari CoinMarketCap Sabtu siang, hampir semua koin digital Bitcoin Cs bergerak melemah hari ini.Â
Bitcoin anjlok 1,46% ke level harga US$ 35.827,88/koin atau setara dengan Rp 519.328.744/koin, Ethereum merosot 2,62% ke level US$ 2.666,74/koin atau Rp 38.654.396,3/koin.
Baca juga:Â Siap-siap, Elon Musk Terapkan Twitter Berbayar Untuk Akun Pemerintah dan Perusahaan
Hal yang serupa terjadi pada token alternatif (altcoin) lainnya seperti XRP terkoreksi 1,88% ke US$ 0,597/koin (Rp 8.653,515/koin), Cardano melemah tajam 1,98% ke US$ 0,7706/koin (Rp 11.169,847/koin),
Solana melemah 1,82% ke US$ 80,28/koin (Rp 1.163.658,6/koin), Terra anjlok 8,58% ke US$ 73,62/koin (Rp 1.067.121,9/koin), dan Avalanche merosot 3,81% ke US$ 55,75/koin (Rp 808.096,25/koin).
Dilansir dari CNBC, pergerakan tersebut terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuannya sebesar 50 basis poin pada Kamis (5/5) dini hari waktu Indonesia. Hal tersebut dilakukan untuk menekan angka inflasi yang terus melonjak di Negeri Paman Sam.
Baca juga:Â Usai Suku Bunga The Fed Naik, Harga Bitcoin Melonjak Jadi USD 40.000
Sebagaimana diketahui, inflasi berdasarkan consumer price index(CPI) di Amerika Serikat kini sudah menembus 8,5% (year-on-year/yoy) di bulan Maret, lebih tinggi dari bulan sebelumnya 7,9% (yoy).
Inflasi tersebut merupakan yang tertinggi dalam lebih dari 40 tahun terakhir, tepatnya sejak Desember 1981. Inflasi CPI inti tumbuh 6,5% (yoy) dari sebelumnya 6,4% (yoy).
Inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang menjadi acuan The Fed juga berada di level tertinggi 4 dekade.
Tidak hanya menaikkan suku bunga, The Fed juga akan mengurangi nilai neracanya, sehingga likuiditas di perekonomian Amerika Serikat akan terserap lebih banyak. Harapannya inflasi bisa terkendali.
Terserapnya likuiditas artinya jumlah dolar AS yang beredar menjadi berkurang, alhasil nilainya pun terus menanjak. Tidak heran, jika dolar AS menyentuh rekor tertingginya sejak dua dekade.
Baca juga:Â Ada Kemajuan, Bank Terbesar di Argentina Fasilitasi Nasabah Beli Bitcoin
Pada Jumat (6/5), dolar AS menyentuh level tertingginya dalam 20 tahun yang berada di level 104,07. Level tersebut menjadi yang tertinggi sejak Desember 2002, kemudian kembali jatuh ke level 103,64.
Selain itu, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun naik ke level tertinggi sejak 2018 di 3,106% pada perdagangan Jumat (6/5), sebelum akhirnya kembali menurun ke 3,04% pada perdagangan sore hari waktu setempat. Hal serupa terjadi pada yield obligasi tenor 30 tahun yang naik 12 basis poin ke 3,126%.
Kenaikan yield obligasi membuat pasar surat utang pemerintah Negeri Adidaya menjadi sangat ‘seksi’. Akibatnya, arus dana yang mengalir ke aset berisiko seperti pasar saham dan pasar kripto menjadi seret.
Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada