JAKARTA, duniafintech.com – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terus menelusuri aliran uang yang diduga terkait dengan tindak pidana berupa investasi ilegal, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. PPATK bekukan 29 rekening terkait investasi ilegal.
PPATK menghentikan sementara 29 rekening itu dengan nilai Rp7,2 miliar, sehingga total sebanyak 150 rekening dengan total nominal Rp361,2 miliar yang telah dibekukan sementara.
Kepala PPATK Ivan Yustivandana menegaskan bahwa PPATK terus bekerja dalam menelusuri aliran uang yang dikategorikan sebagai transaksi mencurigakan hingga ke luar negeri.
“Penelusuran terus dilakukan PPATK. Saat ini penghentian sementara transaksi dilakukan pada 29 rekening dengan jumlah nominal sebanyak Rp 7,2 miliar,” katanya dalam keterangan pers, Jumat (18/3).
Sebagai lembaga sentral (focal point) dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Indonesia, PPATK terus berkoordinasi dengan Financial Intelligence Unit (FIU) dari negara lain.
Menurut Ivan, berdasarkan hasil koordinasi dengan mitra kerja PPATK dari Financial Inteligent Unit (FIU) di luar negeri, diketahui adanya aliran dana keluar negeri dalam jumlah signifikan ke rekening bank yang berlokasi di Belarusia, Kazahkstan, dan Swiss.
Dia menambahkan, penerima dana diduga merupakan pemilik dari platform Binomo yang berlokasi di Kepulauan Karibia dengan total dana selama periode September 2020 hingga Desember 2021 sebesar 7,9 juta Euro.
Dana tersebut kemudian ditransfer kembali dengan penerima akhir dana adalah entitas pengelola sejumlah situs judi online dan terafiliasi dengan situs judi di Rusia.
“Di samping itu, berdasarkan analisis transaksi yang dilakukan PPATK, ditemukan juga aliran dana kepada pemilik toko arloji sebesar Rp19,4 miliar, pemilik showroom mobil/developer sebesar Rp 13,2 miliar. Dari hasil analisis PPATK juga menemukan upaya menyamarkan/atau mengaburkan pihak penerima dana yang diketahui masih di bawah umur [balita],’’ tegas Ivan.
PPATK memiliki kewenangan dalam melakukan penghentian sementara transaksi selama 20 hari kerja dan selanjutnya berkoordinasi serta melaporkan kepada penegak hukum terhadap transaksi mencurigakan dalam nominal besar terkait dengan investasi yang diduga ilegal.
Selain itu, pelaporan yang disampaikan oleh Pihak Pelapor ke PPATK juga dimaksudkan untuk menjaga Pihak Pelapor dari risiko hukum dan risiko reputasi.
Pasalnya, hal itu dapat mencegah pemanfaatan Pihak Pelapor sebagai sarana dan sasaran oleh pelaku kejahatan untuk mencuci hasil tindak pidana.
Dalam Pasal 29 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur secara tegas bahwa Pihak Pelapor tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan kewajiban pelaporan kepada PPATK.
Pihak Pelapor dan Profesi terdiri atas Penyedia Jasa Keuangan dan Penyedia Barang dan Jasa. Penyedia jasa keuangan mencakup bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan asuransi, pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, dan penyedia jasa keuangan lainnya.
Sementara itu, penyedia barang dan jasa terdiri atas perusahaan/agen properti, pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasan/logam mulia, pedagang barang seni dan antic, dan balai lelang.
Ivan menambahkan, setelah 2 dekade fokus dalam pencegahan dan pemberantasan pencucian uang di berbagai sektor seperti dana dari hasil tindak pidana korupsi, narkotika, bidang perbankan, pasar modal, kepabeanan; cukai, terorisme, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, dan lainnya, kini PPATK semakin fokus dalam pencegahan pencucian uang dari tindak pidana lingkungan atau Green Financial Crime.
“Kejahatan atau tindak pidana lingkungan jauh lebih berbahaya dampaknya karena tidak hanya nilai yang dihasilkan, tetapi dampak terhadap lingkungan yang kemungkinan jauh lebih besar. Pencegahan dan pemberantasan Green Financial Crime juga sebagai bentuk dukungan PPATK terhadap upaya pemerintah dalam mewujudkan ekonomi hijau [green economy],” tuturnya.
Menurutnya, tidak sedikit pelaku tindak pidana dibidang kehutanan, lingkungan yang harta kekayaannya sehingga menjadi bersih melalui pencucian uang.
“Praktik-praktik kejahatan lingkungan harus dipersempit ruang geraknya melalui pencegahan tindak pidana pencucian uang,” tuturnya.
Penulis: Nanda Aria
Admin: Panji A Syuhada