30.5 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Hukum Asuransi dalam Islam: Fatwa MUI & Al-Qur’an

JAKARTA, duniafintech.com – Hukum asuransi dalam Islam menjadi hal yang mesti diketahui oleh umat Islam sebelum berniat membeli produk asuransi.

Berdasarkan aturan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Al-Qur’an, hukum asuransi tidaklah haram sepanjang pengelolaan asuransi dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Hukum asuransi menurut agama Islam dan dalilnya berdasarkan pandangan ulama juga diperbolehkan asalkan asuransi itu berlandaskan ajaran Islam. Bahkan, pendapat ulama mengenai hukum asuransi juga menyebut bahwa asuransi pada dasarnya mempunyai fungsi untuk saling melindungi dan tolong-menolong antar umat manusia yang bisa saja mengalami musibah tidak terduga. 

Oleh sebab itu, baik menurut MUI maupun pandangan ulama, sepanjang dijalankan berlandaskan ajaran Islam, asuransi tentunya diperbolehkan. Jenis proteksi tersebut juga dikenal sebagai asuransi syariah. 

Nah, ntuk lebih jelasnya mengenai prinsip hukum Islam tentang asuransi, bisa berpatokan pada tafsir Al-Qur’an dan fatwa MUI. Berikut ini penjelasannya.

Asuransi dan Maqashidus Syariah

Asuransi adalah bentuk pengendalian risiko yang dilakukan dengan cara mengalihkan risiko dari satu pihak ke pihak lainnya, yang dalam hal ini perusahaan asuransi. Sementara itu, perusahaan asuransi adalah perusahaan yang menyediakan produk-produk asuransi.

Adapun dalam agama Islam, segala hal yang dilakukan akan bersumber pada Al-Qur’an dan sunah. Sekalipun tidak ada penjelasan secara eksplisit tentang asuransi, tetapi pada umumnya asuransi sah-sah saja sepanjang tidak mengandung unsur ribawi.

Nah, hadirnya produk asuransi syariah telah menjadi jawaban bagi umat Islam untuk mendapatkan manfaat proteksi tanpa bertentangan dengan syariat agamanya. Karena itulah setiap produk asuransi syariah harus mempunyai pedoman utama yang memperhatikan tujuan syariat atau disebut maqashidus syariah.

Pengertian maqashidus syariah, yakni sebuah tujuan yang diterapkannya syariah Islam di bidang ekonomi serta memiliki visi dan misi dalam membuat tatanan sosial yang memberikan kemakmuran namun juga adil pada ekonomi umat manusia. 

Di samping itu, dengan metode pendekatan seperti ini, nantinya akan ada gambaran pola pikir yang rasional dan substansial pada setiap aktivitas serta produk asuransi syariah.

Baca jugaSesuai Standar Kemenag, Inilah Daftar Biaya Umroh 2022 Terbaru

hukum asuransi dalam islam

Hukum Asuransi dalam Islam Menurut Fatwa MUI

Penting diketahui, Islam tidak melarang muslim untuk menjadi peserta asuransi. Asuransi pun halal dimiliki sepanjang dana yang terkumpul dikelola berdasarkan syariat Islam. Penjelasan tersebut termaktub dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) NO: 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.

Perlu digarisbawahi, asuransi dalam hukum Islam di Indonesia mengacu pada Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) 21/DSN-MUI/X/2001. Rangkumannya sebagai berikut: 

1. Usaha tolong-menolong antar sejumlah orang (dalam hal ini peserta asuransi) melalui investasi dalam bentuk aset atau tabarru’ (kumpulan dana kontribusi atau premi) yang dikembalikan ketika menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) sesuai dengan syariah.

2. Asuransi syariah yang mengelola dana nasabah wajib berlandaskan pada prinsip syariah, tidak boleh mengandung perjudian (maysir), ketidakpastian (gharar), riba, dan barang yang terkandung maksiat di dalamnya terlebih lagi barang haram.

3. Akad tijarah yang semua bentuk akad untuk tujuan komersial. 

4. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang bertujuan tolong menolong atau bukan untuk tujuan komersial.

5. Premi yang dibayarkan peserta asuransi berupa sejumlah dana diberikan kepada perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

6. Klaim merupakan hal peserta asuransi yang wajib diberikan oleh perusahaan asuransi kepada peserta sesuai kesepakatan akad.

Hukum Asuransi dalam Islam sesuai Al-Qur’an

Di samping itu, dasar hukum asuransi pun tercatat dalam hadis dan ayat Al-Qur’an. Berikut ini beberapa poin yang bisa menjadi acuannya: 

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” — QS Al Maidah 2

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.” — QS An Nisaa 9.

“Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.” — HR Muslim dari Abu Hurairah.

Hukum Asuransi Berdasarkan Literatur dalam Islam

Adapun aturan terkait halal atau haramnya asuransi juga dijelaskan dalam banyak kajian fikih atau literatur-literatur Islam, yang di antaranya berpedoman pada akad yang memiliki kemiripan dengan prinsip asuransi syariah, di antaranya:

1. Al-Qasamah: konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia, yakni usaha pengumpulan dana atau iuran dari peserta atau majelis yang tujuannya memberikan bantuan kepada ahli waris.

2. Nidzam Aqilah: saling memikul atau bertanggung jawab untuk keluarga. Ketika satu orang dalam keluarga yang terbunuh oleh suku lain, maka keluarga terdekat akan mengumpulkan dana untuk membantu keluarga yang tidak sengaja terbunuh tersebut.

3. Al-Muwalah: perjanjian jaminan di mana saat seseorang akan menjamin orang lain yang tidak memiliki waris atau tidak diketahui siapa ahli warisnya.

4. At-Tanahud: ibarat makanan yang dikumpulkan dari para peserta safar kemudian dikumpulkan dan dibagikan kepada peserta meskipun dengan porsi yang berbeda-beda.

Baca jugaRincian Lengkap Biaya Haji 2022 dan Persyaratannya

Konsep Dasar Asuransi Syariah

1. Pengelolaan risiko

Dari segi pengelolaan risiko, konsep dasar asuransi syariah dan konvensional memang berbeda. Pada asuransi syariah, risiko akan ditanggung secara bersama-sama (sharing risk). 

2. Berlandaskan Al-Qur’an

Tentunya, konsep dasar asuransi syariah juga berbeda dalam hal aturan. Jika asuransi konvensional biasanya akan dibuat oleh pihak berwenang maka pada asuransi syariah dasarnya adalah Al-Qur’an dan hadist, yang kemudian dijabarkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta OJK.

3. Dilengkapi dengan dewan pengawas syariah (DPS)

Supaya perusahaan asuransi menjalankannya sesuai dengan ketentuan syariah, juga akan ada DPS (Dewan Pengawas Syariah). Tugasnya, yakni memantau sistem operasional, prinsip, dan hal-hal lainnya sesuai syariat Islam.

4. Menggunakan akad tabarru’

Konsep dasar asuransi syariah pun bukan mengenai jual beli, melainkan tolong menolong. Jadi, akad yang digunakannya pun adalah tabarru’. Prinsipnya, yakni tidak mengandung maisir, riba, zhulm, risywah, gharar, barang haram, dan maksiat.

5. Pengelolaan dana kontribusi

Dari sisi dana kontribusi atau premi yang dibayarkan oleh nasabah, akan masuk dalam dana tabarru’. Oleh sebab itu, biaya operasional perusahaan adalah sebagian kecil dari dana kontribusi tadi.

6. Klaim dibayarkan dari dana tabarru’

Dengan menganut prinsip tolong menolong, pembayaran klaim nasabahnya bukan dari dana perusahaan, melainkan berasal dari tabungan dana tabarru’. Artinya, tidak akan berpengaruh terhadap keuangan perusahaan.

7. Penempatan investasi

Sejalan dengan syariat Islam, penempatan investasinya juga lain dari asuransi konvensional. Asuransi syariah diketahui akan menempatkan dana investasi pada media yang tidak mengandung unsur riba.

Akad dalam Asuransi Syariah sesuai Fatwa MUI

1. Akad tijarah untuk tujuan komersial.

2. Akad tabarru’ untuk tujuan tolong menolong.

Penting diingat, dalam akad haruslah disebutkan:

1. Hak dan kewajiban peserta serta perusahaan.

2. Cara dan waktu pembayaran premi.

3. Jenis akan tijarah atau tabarru’ dan syarat yang telah disepakati.

Kriteria Asuransi Syariah sesuai Fatwa MUI dan Al-Qur’an

1. Menggunakan unsur tolong-menolong

2. Risiko dan keuntungan yang didapat milik bersama

3. Premi atau dana kontribusi tidak hangus

4. Instrumen investasi sesuai syariat Islam

5. Pengelolaan dana transparan

6. Salah satu bentuk muamalah

7. Sesuai akad dalam asuransi syariah

8. Bebas riba

9. Barang yang diasuransikan bebas maksiat dan haram

10. Tidak mengandung ketidakpastian (gharar) 

11. Tidak boleh mengandung unsur perjudian (maysir)

12. Berdasarkan prinsip syariah

Demikianlah ulasan tentang hukum asuransi dalam Islam. Nah, produk asuransi syariah tentunya dapat menjadi pilihan bagi muslim yang mencari proteksi atau pertanggungan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.

Baca jugaPerhatikan! Ini 10 Vaksin Covid-19 yang Disetujui di Arab Saudi untuk Ibadah Haji 2022

 

Penulis: Kontributor/Boy Riza Utama

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU