27.1 C
Jakarta
Senin, 23 Desember, 2024

Kabar Bersatunya Grab dan Gojek Kian Mendekati Titik Temu

Duniafintech.com – Kabar bersatunya Grab dan Gojek, dua perusahaan aplikasi super ini sudah mencapai titik temu. Namun, masih banyak hal yang perlu dinegosiasikan. Pembicaraan antara kedua perusahaan tersebut dikatakan dilakukan secara sangat tertutup. Jika terealisasi, merger itu tak hanya berdampak pada kedua perusahaan tapi juga iklim bisnis transportasi di Indonesia dan kawasan ASEAN.

Pada entitas baru itu, Grab menawarkan 30% saham kepada Gojek. Namun manajemen Gojek dan pemegang sahamnya ingin memiliki porsi yang lebih besar dari itu dengan alasan penetrasi Gojek yang tinggi di Indonesia, yang merupakan pasar terbesar di Asia Tenggara.

Perbedaan pendapat lain yang harus diselesaikan adalah soal branding di Indonesia. Di sebagian besar negara Asia Tenggara, brand yang digunakan adalah Grab. Khusus di Indonesia, Grab ingin menggunakan brand bersama, sementara Gojek lebih suka menggunakan brand Gojek yang memang sudah cukup kuat di Indonesia.

Baca Juga:

Perkiraan akumulasi nilai aset Grab dan Gojek mencapai US$ 24 miliar atau Rp 336 triliun (kurs Rp 14.000 per dollar AS). Mengutip Bloomberg, para pemimpin masing-masing perusahaan sedang membahas skema detail merger. Upaya itu melibatkan Masayoshi Son dari Softbank Group Corp selaku investor utama Grab.

Chief Corporate Affairs Gojek Nila Marita mengungkapkan, tidak dapat menanggapi kabar bersatunya Grab dan Gojek yang beredar di pasar. Fundamental bisnis Gojek semakin kuat bahkan di masa pandemi. Beberapa layanan mereka dijelaskannya telah mencatatkan kontribusi margin positif.

Disisi lain pihak Grab melalui Communications Senior Manager Grab Indonesia Dewi Nuraini juga mengatakan, “kabar bersatunya Grab dan Gojek hanyalah spekulasi pasar.”

Masih Butuh Persetujuan Regulator

Kesepakatan merger tersebut masih perlu mendapat persetujuan dari regulator dan pemerintah. Pasalnya, mereka adalah dua perusahaan decacorn dengan masing-masing valuasi lebih dari US $ 10 miliar.

Di Indonesia, merger harus mendapatkan izin persaingan usaha dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Indonesia sendiri masih menerapkan sistem notifikasi pasca merger dalam proses notifikasi perusahaan merger dan akuisisi.

Dengan demikian, proses merger baru bisa dilaporkan ke KPPU setelah merger dilakukan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Disebutkan bahwa penggabungan atau peleburan badan usaha yang berakibat nilai aset atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib memberitahukan kepada KPPU selambat-lambatnya 30 hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan.

(DuniaFintech/VidiaHapsari)

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU