JAKARTA, duniafintech.com – Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) ketujuh mengeluarkan fatwa haram pinjol atau pinjaman online. Dalam fatwa tersebut, MUI mengharamkan pinjol yang mengandung riba.
Dalam keterangannya, MUI menyebutkan bahwa layanan pinjaman, baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.
Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Kuseryansyah mengatakan bahwa fatwa yang dikeluarkan oleh MUI tersebut bukan sesuatu yang baru.
Pasalnya, dari dulu MUI telah berpegang teguh bahwa semua hal yang mengandung unsur riba diharamkan, baik itu produk dari perbankan, multifinance, hingga yang terbaru adalah finansial teknologi.
“Kalau menurut saya ini sebenarnya bukan satu yang baru. Segala hal yg ada ribanya diharamkan MUI dan itu sudah equal, bukan hanya pinjol,” katanya saat berbincang dengan Duniafintech.com, Jumat (19/11).
Fatwa Muncul Karena Adanya Fenomena Pinjol Ilegal
Menurut Kuseryansyah, munculnya fatwa MUI terkait dengan pinjol haram tersebut karena adanya fenomena pinjol ilegal. Karena ditemukan fakta bahwa adanya praktik yang merugikan masyarakat, makanya fatwa tersebut muncul.
Lebih jauh Kuseryansyah mengungkapkan, dalam kasus pinjol ilegal tersebut, dia melihat MUI sedikit dituntut untuk mengeluarkan fatwa. Pasalnya, kasus pinjol ilegal tersebut menyita perhatian banyak pihak.
Sehingga, masyarakat membutuhkan sebuah penegasan dari majelis ulama terkait dengan hukum pinjol tersebut. Pasalnya, pinjol ilegal ini menjalankan praktik pemaksaan dan intimidasi dalam penagihannya, serta menetapkan bunga berlipat.
“Kami melihat sebenarnya kemarin MUI itu ada juga kondisinya dipojokkan untuk memberikan satu pandangan terkait praktik pinjol ilegal karena ada pinjol yang mengenakan bunga sangat tinggi, kemudian penagihannya sangat kasar, penuh teror,” ucapnya.
Namun dia menekankan bahwa, adalah sangat wajar jika MUI kemudian juga ikut tergelitik untuk menyatakan sikap terhadap praktik pinjol yang meresahkan tersebut. Karena, fenomena itu telah menjadi perhatian khusus berbagai kalangan.
SAKSIKAN VIDEO BERIKUT
“Ketika dihadapkan pada kondisi tersebut, kami melihat l sudah sewajarnya juga MUI tergelitik. Bukan hanya MUI, semua menyatakan pinjol ilegal ini harus diberantas. Dasarnya dari situ sebenarnya,” ucapnya.
Fintech Syariah sebagai Pilihanย
Meskipun mengharamkan praktik pinjol yang mengandung unsur-unsur riba, namun MUI tidak mengharamkan pinjol yang berbasis syariah.ย
Bahkan, Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI juga memberikan rekomendasi bagi masyarakat khususnya umat muslim untuk bertransaksi hanya dengan pinjol syariah yang berakad pada syariat islam.
“Tapi dari MUI sendiri juga memberikan solusi. Solusinya DSN MUI mengeluarkan fatwa soal fintech syariah, artinya fintech syariah itu dalam perspektif MUI itu layanan fintech yang tidak haram, yang direkomendasikan,” tuturnya.
Dengan demikian ucap Kuseryansyah, maka masyarakat diberikan dua pilihan, yaitu dapat menggunakan fintech yang konvensional atau menggunakan fintech yang berbasis syariah sesuai dengan rekomendasi dari MUI.
“Jadi, kembali ke masing-masing pribadi. Kan MUI itu bukan suatu lembaga yang mewajibkan orang harus apa, kan enggak. Dia memberikan fatwa dan pandangan dari perspektif syariat Islam. Memang posisinya seperti itu,” kata dia.
Isi Fatwa MUI Soal Pinjol
Sebelumnya, Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa terkait fintech lending atau yang biasa dikenal dengan pinjaman online (pinjol). Dalam fatwanya MUI mengharamkan pinjol yang mengandung riba.
“Layanan pinjaman, baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh saat konferensi pers pada penutupan ijtima ulama, Kamis (11/11).
Selain itu, putusan tersebut pun mengharamkan setiap ancaman fisik atau membuka dan menyebar rahasia pribadi seseorang yang tidak mampu untuk membayar utangnya.ย
“Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia atau aib seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram,” tegasnya.
Lebih jauh, MUI pun mengharamkan praktik culas dari para peminjam yang dengan sengaja enggan membayar utangnya kepada platform pembiayaan. “Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram,” lanjut Asrorun.
Sementara itu, menurut MUI mengenai pemberian penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan atau mustahab.
MUI pun menilai, pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarruโ atau kebajikan atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
Oleh karena itu, MUI pun memberikan sejumlah rekomendasi, pertama meminta Kominfo, Polri dan OJK untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan menindak tegas praktik pinjol yang tidak sesuai fatwa MUI.
Selain itu, MUI pun meminta agar asosiasi dan penyelenggara pinjol untuk menjadikan fatwa MUI tersebut sebagai pedoman dalam menjalankan operasionalnya, sehingga membawa dampak manfaat dan mudarat bagi konsumen.
MUI pun menganjurkan agar umat Islam lebih memilih layanan keuangan dengan prinsip syariah untuk kebutuhan keuangannya.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra