JAKARTA, duniafintech.com – Potensi penghapusan pencatatan saham atau delisting di papan Bursa Efek Indonesia (BEI) saat ini dihadapi oleh PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Lantas, apa strategi bos Garuda menjelang sahamnya “ditendang” keluar bursa?
Adapun strategi yang akan diterapkan, salah satunya, adalah menyelesaikan proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Menurut Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, proses PKPU dianggap penting agar perseroan bisa melakukan percepatan pemulihan kinerja.
Untuk diketahui, total utang perseroan sudah mencapai US$9,8 miliar atau Rp140,56 triliun (dengan asumsi kurs Rp14.343/US$).
“Kami akan mengoptimalkan momentum PKPU dalam mengakselerasikan langkah pemulihan kinerja guna menjadikan Garuda Indonesia sebagai perusahaan yang lebih sehat, agile, dan berdaya saing sehingga dapat diperdagangkan seperti sedia kala,” ucapnya dalam keterangan resmi, seperti dilangsir dari Katadata.co.id, Rabu (22/12).
Merujuk pada data Stockbit, saham emiten penerbangan berkode GIAA tersebut disuspensi di level Rp222 per saham sejak 18 Juni 2021. Adapun secara tahunan, angka ini susut 44.77% dari posisi penutupan 2020 di level Rp402 per saham.
Sebelumnya, BEI sudah mengeluarkan peringatan dalam keterbukaan informasi terkait potensi delisting GIAA. Delisting bakal dilakukan usai saham GIAA disuspensi selama 24 bulan atau sampai 18 Juni 2023. Hingga kini, saham GIAA sudah disuspensi dari bursa selama 6 bulan atau sejak 18 Juni 2021.
Adapun pertimbangan suspensinya, yakni GIAA kala itu adalah perseroan tidak memenuhi kewajiban pembayaran kupon dan atau pokok. Obligasi yang dimaksud, yaitu Trust Certificate Garuda Indonesia Global Sukuk Limited yang jatuh tempo 3 Juni 2021 senilai US$ 500 juta.
Tenggat waktu pembayaran pokok diperpanjang hingga 2023. Di samping itu, masa pembayaran kupon dilanjutkan dibayar setiap 6 bulan sekali, dengan pembayaran kupon terakhir pada 3 Juni 2023 atau bertepatan dengan tenggat pembayaran nilai pokok. Kupon yang dikenakan dalam surat utang itu mencapai 5,95%.
Melalui pengumuman tertulis, Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan, BEI Irvan Susandy, menyatakan bahwa bursa bisa menghapus saham perusahaan tercatat jika mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat.
Penghapusan ini mengacu pada Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa. Pengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha yang dimaksud adalah baik secara finansial atau secara hukum atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Karena itu, BEI meminta publik untuk memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perusahaan.
Proses PKPU
Pada Selasa (21/12) kemarin, GIAA melakukan rapat pertama dengan kreditur dalam proses PKPU yang diajukan PT Mitra Buana Korporindo (MBK) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Permohonan PKPU ini diajukan lantaran perusahaan belum membayar utang pengadaan layanan sewa dan pengelolaan komputasi senilai Rp4,15 miliar.
Garuda, dalam upaya dan langkah hukum, diketahui sudah menunjuk Advokat pada Kantor Advokat Assegaf Hamzah & Partners untuk mewakili perusahaan dalam menindaklanjuti permohonan PKPU ini.
“PKPU bukanlah kepailitan, melainkan sebuah upaya mencapai kesepakatan terbaik terhadap langkah-langkah penyelesaian kewajiban usaha Garuda Indonesia secara konsisten,” tutur Irfan.
Usai rapat pertama ini, kreditur bakal mengajukan tagihan selambatnya sampai 5 Januari 2022 dan perseroan bakal rapat verifikasi pajak dan pencocokan piutang dengan kreditur pada 19 Januari 2022.
GIAA sendiri berencana untuk melakukan rekonsiliasi di luar pengadilan pada 6—18 Januari 2021. Perseroan ini pun sudah menyiapkan proposal perdamaian terhadap proses PKPU ini, yaitu penerbitan surat utang sampai penambahan saham baru. Proposal perdamaian PKPU ini akan dirapatkan dan diputuskan penerimaan atau penolakan proposal itu pada 20 Januari 2022.
Dikatakan Irfan, selama proses PKPU berlangsung, pihaknya sangat terbuka untuk bernegosiasi dan berdialog secara damai dan berbasis goodwill dengan para kreditur dan penyewa pesawat terbang (lessor). Di samping itu, mereka akan memastikan layanan operasional penerbangan, baik untuk penumpang maupun kargo.
Lebih jauh, pada kuartal IV-2021, Garuda optimistis mampu membukukan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi secara kuartalan, utamanya pada penerbangan penumpang. Katalis yang dinilai menjadi pendorong, salah satunya, adalah pelonggaran PPKM sejak September 2021.
“Walaupun masih beberapa hari lagi Desember (baru berakhir), kami melihat dengan sangat jelas peningkatan signifikan dari jumlah penumpang. Kami juga akan melihat lonjakan kargo seperti yang kami harapkan. (Performa) kuartal IV-2021 akan jauh lebih baik,” urainya.
Penulis: Kontributor
Editor: Anju Mahendra