JAKARTA, duniafintech.com – Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (Satgas BLBI) melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) kembali melaksanakan penyitaan atas aset obligor BLBI, yaitu Kaharudin Ongko.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara sekaligus Ketua Satgas BLBI Rionald Silaban mengatakan, aset yang disita berupa tanah seluas 31.530m2. Aset ini disita dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham (PKPS) Bank Umum Nasional (BUN).
“Aset tersebut merupakan barang jaminan dari Kaharudin Ongko dalam rangka penyelesaian kewajiban pemegang saham kepada pemerintah,” katanya dalam keterangannya, Rabu (23/2).
Rionald menambahkan, penyitaan dilaksanakan sebagai bagian dari upaya negara mendapatkan kembali dana BLBI yang telah dikucurkan kepada Bank Umum Nasional sebesar Rp7,8 triliun.Â
Adapun, atas aset obligor Kaharudin Ongko yang telah dilakukan penyitaan tersebut akan dilanjutkan proses pengurusannya melalui mekanisme PUPN, yaitu dilakukannya penjualan secara terbuka (lelang) dan/atau penyelesaian lainnya.
Saat ini, tim penilai dari DJKN masih melakukan proses penilaian atas nilai dari aset jaminan ini. Namun demikian, estimasi nilai pasar aset seluas 31.530 m2 tersebut adalah sebesar Rp630 miliar.Â
“Adapun pihak-pihak yang saat ini melakukan kegiatan usaha di lokasi aset, masih dapat melakukan kegiatan usahanya sampai dengan dilakukan pengurusan lebih lanjut oleh Satgas BLBI,” ujarnya.
Dia menegaskan, Satgas BLBI akan terus melakukan upaya berkelanjutan untuk memastikan pengembalian hak tagih negara melalui serangkaian upaya seperti pemblokiran, penyitaan, dan penjualan aset-aset obligor/debitur yang merupakan barang jaminan maupun harta kekayaan lain yang dimiliki obligor/debitur yang selama ini telah mendapatkan dana BLBI.
Sebelumnya, Menteri Keuangan sekaligus Dewan Pengarah Satgas BLBI Sri Mulyani mengungkapkan, Kahrudin Ongko merupakan salah satu obligor pemilik bank umum nasional, yang menerima BLBI dari pemerintah saat krisis finansial 1997.
Adapun, penagihan utang sudah dilakukan PUPN sejak 2008. Namun, sampai saat ini tingkat pengembalian utang Ongko masih minim. Sehingga, PUPN pun melakukan upaya paksa untuk mengembalikan kerugian negara tersebut.
Sri Mulyani bilang, pemerintah telah eksekusi sudah dilakukan terhadap aset tetap dan bergerak milik Ongko. Ini adalah aset yang jadi jaminan dalam Master Refinancing and Note Issuance Agreement (MRNIA), perjanjian antara Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan pemegang saham dengan cara penyerahan aset.
Perjanjian MRNIA ini pun sudah ditandatangani oleh Ongko sejak 18 Desember 1998. Perjanjian inilah yang digunakan PUPN untuk melakukan penagihan dana BLBI kepada Ongko.
Lalu penyitaan juga dilakukan atas harta kekayaan Ongko pada Senin, 20 September 2021. Harta Ongko ini dalam bentuk escrow account di salah satu bank swasta nasional.
Penyitaan dilakukan untuk akun senilai Rp 664,9 juta dan, akun senilai US$ 7,9 juta atau setara Rp 109,5 miliar. Harta Kaharudin Ongko ini kemudian sudah dicairkan dan masuk ke kas negara.
Penulis: Nanda Aria
Editor: Anju Mahendra