JAKARTA, duniafintech.com โ Pada tahun 2030 mendatang, ekonomi digital Indonesia diprediksi mampu tumbuh 8 kali lipat, dengan nilai menyentuh Rp4.531 triliun. Angka itu naik dari sebelumnya Rp632 triliun.
Mengacu pada proyeksi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut, hal itu dipengaruhi oleh penetrasi Internet di Indonesia yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Dikatakan Deputi Komisioner OJK Institute dan Keuangan Digital, Imansyah, tren tersebut diiringi dengan percepatan transformasi adopsi teknologi digital oleh korporasi maupun masyarakat selama pandemi Covid-19.
โKemudian, infrastruktur (digital) yang ada, jumlah penduduk, penetrasi internet yang terus meningkat, dan seterusnya. Saya pikir, ini bukan satu angka yang mustahil bisa kami capai di tahun 2030,โ ucapnya dalam acara Forum Ekonomi Merdeka – Indonesia Bangkit 2022 di Jakarta, dikutip dari Merdeka.com, Selasa (1/3/2022).
Diterangkannya, sektor e-commerce bakal mendominasi ekonomi digital sebesar Rp1.900 triliun pada tahun 2030 nanti. Angka ini naik 34 persen dari sebelumnya. Di samping e-commerce, sektor industri jasa keuangan pun dinilai bakal ikut terkerek naik dengan pesat pada tahun 2030. Dalam hal ini, kredit tidak hanya dikuasai perbankan, tetapi juga berasal dari fintech atau peer-to-peer lending (P2PL) dalam menyediakan pembiayaan kepada sektor usaha (UMKM).
โPandemi Covid-19 mengubah model bisnis korporasi dan perilaku masyarakat yang berimplikasi terhadap transaksi digital dan turut berkontribusi positif terhadap kinerja sektor jasa keuangan,โ jelasnya.
Dalam catatannya, penyaluran kredit perbankan sudah mencapai Rp5.710,1 triliun hingga November 2021 lalu. Angka itu tumbuh 4,82 persen secara year on year (yoy). Di sisi lain, Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan mencapai Rp7.330 triliun hingga November 2021 atau tumbuh 10,48 persen secara yoy. Berikutnya, penyaluran kredit fintech sudah menembus Rp29,13 triliun hingga November 2021 alias meningkat 106,6 persen secara yoy.
โDan ini semua akan terus tumbuh ke depannya,โ sebutnya.
Kendati demikian, dirinya meminta pemerintah dan pihak DPR untuk mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Tujuannya adalah untuk menopang prioritas pengembangan ekonomi digital Indonesia. Bukan itu saja, ia juga meminta pihak industri keuangan bank (IKB) dan industri keuangan non-bank (IKNB) untuk terus memperkuat pengelolaan perlindungan data nasabah, dengan tujuan memitigasi kejahatan siber yang marak terjadi di era digital.
โKetika kita masuk di era digital itu maka salah satu risiko yang paling besar adalah risiko serangan siber dan risiko terjadinya penyalahgunaan data pribadi,โ ulasnya.
Lebih jauh, OJK yakin bahwa lewat perbaikan regulasi dan peningkatan pengelolaan risiko atas kejahatan siber, lembaga jasa keuangan di dalam negeri dapat terus tumbuh untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional. Kemudian, juga bisa memberikan manfaat nyata terhadap konsumen masyarakat maupun korporasi.
Penulis: Kontributor / Boy Riza Utama
Editor: Anju Mahendra