JAKARTA, duniafintech.com โ Berita fintech Indonesia kali ini akan mengulas terkait tingkat keberhasilan bayar industri fintech lending.
Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Oktober 2022, tingkat keberhasilan bayar pada sektor ini sebesar 97,10 persen.
Berikut ini berita fintech Indonesia hari ini selengkapnya, seperti dinukil dari Republika.co.id, Senin (9/1/2023).
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Fintech Milik โBossman Mardiguโ Disanksi OJK, Ada Apa?
Berita Fintech Indonesia: Tumbuh Tipis Dibandingkan Periode Sebelumnya
Adapun realisasi tersebut tumbuh tipis dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar 97,87 persen.
Menurut data Statistik Fintech Lending periode Oktober, apabila dibandingkan secara bulanan, nilai tingkat keberhasilan bayar industri fintech lending lebih tinggi 0,17 persen ketimbang periode September dengan angka 96,93 persen.
Tingkat keberhasilan bayar sendiri merupakan ukuran tingkat keberhasilan penyelenggara fintech lending dalam memfasilitasi penyelesaian kewajiban pinjam meminjam dalam jangka waktu hingga 90 hari sejak tanggal jatuh tempo.
Sementara itu, dari sisi tingkat wanprestasi 90 hari sebesar 2,90 persen per Oktober 2022, lebih tinggi ketimbang periode yang sama pada tahun lalu sebesar 2,13 persen.ย
Kemudian, return on asset, return on equity, dan beban operasional serta pendapatan operasional dalam penyelenggara fintech lending masing-masing sebesar minus 3,54 persen, minus 6,62 persen, dan 100,74 persen per Oktober 2022.
Selanjutnya, dari sisi laba rugi, penyelenggara fintech lending masih membukukan rugi bersih senilai Rp 186,74 miliar.
Kerugian tersebut membengkak dari bulan sebelumnya sebesar Rp 142,13 miliar per September 2022.
Selain itu, OJK pun melaporkan jumlah beban operasional industri fintech lending sebesar Rp 7,12 triliun, sementara pendapatan operasional sebesar Rp 7,07 triliun.
Berita Fintech Indonesia: 58 Fintech P2P Lending Penuhi Ekuitas Rp 12,5 Miliar
Di lain sisi, OJK juga mencatat bahwa sebanyak 58 penyelenggara fintech P2P lending yang memenuhi ekuitas minimal Rp 12,5 miliar.
Realisasi itu tertuang dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 10 Tahun 2022 terkait penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp 12,5 miliar.
Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Ogi Prastomiyono, aturan itu diwajibkan bagi fintech P2P lending hingga tiga tahun setelah peraturan ini diterbitkan.
“Saat ini yang sudah mencapai di atas Rp 12,5 miliar sudah 58 tapi masih ada waktu dua tahun untuk memenuhi ekuitas minimal,” katanya.
Ia menilai, pihaknya saat ini berupaya untuk mencermati langkah-langkah yang dilakukan oleh penyelenggara fintech P2P lending dalam mengupayakan hal ini.
Apabila nantinya industri fintech P2P lending sudah mulai stabil dengan pengetatan yang dilakukan tersebut maka tidak menutup kemungkinan OJK akan melakukan moratorium perizinan baru fintech P2P lending.
“Kalau sudah mulai stabil ada seleksi dari model bisnis yang ada kami juga mempertimbangkan untuk moratorium,” jelasnya.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: OJK Dorong Inovasi Keuangan Digital Hadapi Ancaman Resesi 2023
Di tahap pertama atau satu tahun setelah POJK itu terbit, penyelenggara fintech P2P lending minimal memiliki ekuitas sebanyak Rp 2,5 miliar.
Kemudian, pada tahun berikutnya, minimal ekuitas harus mencapai Rp 7,5 miliar hingga tahun ketiga sudah harus minimal Rp 12,5 miliar.
OJK Dorong Inovasi Keuangan Digital Hadapi Ancaman Resesi 2023
Diberitakan sebelumnya, dalam upaya menjaga resiliensi perekonomian hadapi ancaman resesi global 2023, OJK mendukung inovasi keuangan digital yang difokuskan dalam memacu pemulihan ekonomi nasional.
Untuk diketahui, salah satu upaya yang telah dilakukan OJK adalah lewat penyelenggaraan sejumlah rangkaian kegiatan 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) dan Bulan Fintech Nasional (BFN) yang digelar pada 2022 lalu.
โKegiatan IFS dan BFN merupakan upaya OJK dalam memfasilitasi forum pertemuan antara para pimpinan lembaga keuangan, asosiasi, dan pelaku fintech lokal dan mancanegara dan efektif menghasilkan output,โ kata OJK melalui keterangan resminya.
Dalam hal ini, ada tiga output utama yang dihasilkan. Pertama, terkait integrasi asosiasi fintech antara AFTECH dan AFPI dalam rangka menciptakan sinergi dan integrasi dalam industri Fintech.
Di samping itu, lewat pertemuan tersebut, penguatan kerja sama antara regulator sektor jasa keuangan di wilayah Asia-Pasifik melalui regulatory roundtable dan penandatanganan komitmen bersama soal pelaksanaan responsible artificial intelligence (AI) juga berhasil dilaksanakan.
โSelain itu, OJK juga meluncurkan inisiatif seperti Chatbot OJK, Modul Literasi Keuangan Digital topik Customer Support Channel dan Program Capacity Building Suptech dan Regtech OJK,โ imbuh OJK.
OJK pun ke depannya dilaporkan akan mencermati perkembangan perekonomian dan sektor keuangan di 2023, khususnya terkait dampak berakhirnya pandemi Covid-19 di Indonesia, mengimplementasikan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta dimulainya tahapan Pemilihan Umum.
Adapun dengan berbagai langkah kebijakan yang diambil dan didukung dengan sinergi bersama pemangku kepentingan serta perkembangan yang baik di 2022, OJK optimistis sektor jasa keuangan mampu berdaya tahan dalam menghadapi tantangan ke depan.
โKami berharap kepercayaan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan tetap terjaga sehingga dapat memberikan manfaat lebih luas bagi masyarakat dan perekonomian nasional,โ tutup OJK.
Baca juga: Berita Fintech Indonesia: Pajak Fintech dan Kripto Mencapai Rp 456,4 M
Sekian ulasan tentang berita fintech Indonesia yang perlu diketahui. Semoga bermanfaat.
Baca terus berita fintech Indonesia dan kripto terkini hanya di duniafintech.com