26.8 C
Jakarta
Kamis, 19 Desember, 2024

Ramalannya Terbukti, Ini Trader Kripto yang Berhasil Ramal Harga Bitcoin Jatuh

JAKARTA, duniafintech.com – Sebelum market kripto ambruk seperti saat ini, trader kripto Il Capo of Crypto (@CryptoCapo_) telah lebih dulu memprediksi harga BTC tembus ke 21.000 dolar AS per koin. 

Baru-baru ini analis kripto yang menggunakan nama samaran itu memperbarui prediksinya.

Capo menilai bahwa Bitcoin akan jatuh lebih dalam lagi, ke bawah 21.000 dolar AS. Menurut trader Kripto ini, saat ini market bergerak sangat agresif.

“Penting: Sekarang market bergerak lebih agresif adalah saat emosi mulai terlihat kuat,” kata Capo.

Lebih lanjut dia menyarankan para trader untuk berpegang pada target utama, tidak panik, dan menghindari membaca berita. Saran tersebut disampaikan Capo pada 13 Juni kemarin melalui postingan Twitter-nya.

Melansir VOI, pada pekan lalu, Capo memperingatkan bahwa reli singkat Bitcoin dari 27.500 dolar AS menjadi 28.228 dolar AS akan menjebak para trader yang menilai BTC akan memasuk fase bullish.

DailyHodl melaporkan bahwa Trader kripto Capo memperingatkan pasar altcoin secara keseluruhan berpotensi mengalami penurunan persentase yang lebih besar daripada BTC.

Baca jugaPesaing Ruangguru, Zenius PHK 25 Persen Karyawannya, Total Lebih dari 200 Orang

Dia secara rutin memperbarui target altcoinnya di tengah krisis pasar pada hari Senin, dan tampaknya semakin mendekati kisaran penurunan secara keseluruhan. Capo melihat potensi penurunan altcoin sebesar 25-35 persen dan Bitcoin sebesar 13-17 persen.

“Itu bisa terjadi hari ini,” tulis Capo dalam postingan Twitter.

Baca jugaSecara Umum, Inilah 7 Perbedaan Kartu Debit dan Kredit

Saat penulisan, harga Bitcoin turun 7,1 persen dalam 24 jam terakhir. Bitcoin diperdagangkan di harga 22.171 dolar AS per BTC pada pukul 18.20 WIB, 14 Juni 2022.

Gejolak di Pasar Kripto

Koreksi harga Bitcoin dan kripto lainnya semakin parah pada perdagangan Selasa (14/6/2022), di tengah aksi jual investor yang lebih luas dalam aset berisiko. Gejolak di pasar Kripto ini masih terus berlanjut.

Di Bitcoin saja, harganya pada pagi hari Selasa, diperdagangkan di kisaran US$ 21.000, di mana posisi ini merupakan posisi terendah sejak kurang lebih setahun terakhir.

Mengutip CNBC Indonesia, dalam 24 jam terakhir, Bitcoin sudah ambruk hingga 16,43%. Sedangkan dalam sepekan terakhir, Bitcoin longsor 27,28%. Gejolak di pasar kripto ini membuat ketidakpastian.

Hal ini juga menjadikan Bitcoin sepanjang tahun ini terus mencetak tren bearish, di mana Bitcoin sudah ambruk hingga 55,86% (year-to-date/YTD). Sementara dari posisi tertingginya sepanjang masa pada November lalu, Bitcoin sudah terkoreksi hingga sekitar 68%. Bahkan, kapitalisasi pasarnya kini hanya mencapai sekitar US$ 401 miliar.

Tak hanya Bitcoin saja, Ethereum juga mengalami hal yang sama, di mana harganya menyentuh kisaran US$ 1.100, menjadi yang terendah sejak Januari 2021. Dalam 24 jam terakhir, Ethereum sudah anjlok hingga 16,74%. Sedangkan dalam sepekan terakhir, Ethereum longsor hingga 35,12%.

Secara YTD, Ethereum sudah anjlok hingga 70,39%. Sedangkan dari posisi tertingginya sepanjang masa yang juga terbentuk pada November lalu, Ethereum sudah terkoreksi hingga sekitar 77%. Kapitalisasi pasarnya saat ini pun hanya mencapai sekitar US$ 135 miliar.

Baca juga: Binance vs Indodax Dua Platform Jual Beli Kripto Raksasa, Manakah yang Lebih Baik? 

Sedangkan untuk koin digital alternatif (altcoin) lainnya juga terpantau memburuk pada hari ini. Berikut pergerakan altcoin selain Ethereum pada hari ini.

Investor masih belum kembali memburu aset kripto karena risiko makroekonomi global masih cukup besar. Risiko makroekonomi global makin membesar setelah inflasi AS pada Mei lalu kembali melonjak.

Baca jugaBursa Kripto Tak Kunjung Diluncurkan, Bappebti Ungkap Alasan Ini

Padahal sebelumnya, pelaku pasar Kripto berekspektasi bahwa inflasi AS pada bulan lalu akan melandai.

Pada Jumat pekan lalu, inflasi dari sisi konsumen (Indeks Harga Konsumen/IHK) AS per Mei 2022 dilaporkan sebesar 8,6% secara tahunan (year-on-year/yoy), menjadi yang terpanas sejak Desember 1981. Inflasi inti yang tak memasukkan harga makanan dan energi juga di atas perkiraan sebesar 6%.

Harga bahan bakar minyak (BBM) di AS melonjak ke US$ 5/galon pada pekan lalu, kian mengipasi ketakutan atas inflasi dan jatuhnya kepercayaan konsumen.

Dengan inflasi yang kembali meninggi, bahkan lebih tinggi dari periode Maret lalu, maka pelaku pasar semakin yakin bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan menaikkan suku bunga secara agresif.

Mengutip CME FedWatch, peluang kenaikan Federal Funds Rate sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 1,25-1,5% adalah 76,8%. Bahkan, kenaikan 75 bp ke 1,5%-1,75% juga masuk perhitungan dengan kemungkinan 23,2%.

 

 

Penulis: Kontributor/Panji A Syuhada

 

Iklan

mau tayang di media lain juga

ARTIKEL TERBARU